"Kalian bisa lanjutkan pekerjaan kalian tanpa harus menggosib, bukan?"
Satu kata itu mampu membungkam semua mulut yang sedang berbisik-bisik di sana. Dengan cepat, mereka melanjutkan pekerjaan mereka karena teguran pelan dari wanita paruh baya yang bernama Ninik itu. Sekarang, Kania bisa menyimpulkan kalau pangkat wanita yang bernama Ninik ini lebih tinggi dari para pekerja yang lainnya.
"Maaf nona, bisakah saya tahu siapa nama nona?" tanya bu Ninik ramah setelah ia mengusir para pembantu yang bermulut ember barusan.
"Saya ... nama saya Kania, Bu."
"Nona Kania. Nama yang bagus."
"Saya Ninik, Non. Nona bisa panggil saya dengan panggilan bu Ninik. Sama seperti yang lainnya memanggil saya."
"Oh ... oh iy--iya."
Entah kenapa, Kania semakin gugup saja sekarang. Entah karena keramahan dari bu Nini ini, atau ... entah karena ia sedang memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya.
Karena hati Kania mendadak takut saat ini. Ia takut kalau dirinya di tolak oleh Brian. Apakah mungkin, dua orang yang sudah baik padanya akan berubah menjadi seperti orang-orang yang telah bertemu dengannya sebelum ini?
'Ya Allah, kuatkan hatiku yang sedang berada di tengah gejolak ketakutan ini. Tolong aku,' kata Kania dalam hati.
Sementara itu, pak Hadi telah sampai ke kamar Brian. Ia langung mengetuk pintu kamar tersebut.
"Siapa?" tanya seseorang dari dalam kamar itu.
"Saya pak Hadi tuan muda. Bisakah saya masuk sekarang?"
"Oh, silahkan. Pintu tidak saya kunci."
"Baik tuan muda," ucap pak Hadi sambil membuka pintu kamar tersebut.
Saat pintu terbuka, si pemilik kamar pun terlihat. Brian Aditama sedang duduk di sofa sambil sibuk dengan laptop di pangkuannya. Sedangkan di samping Brian, ada seorang laki-laki yang juga sedang fokus dengan laptop di pangkuannya. Dia tak lain adalah teman sekaligus asisten pribadi Brian yang selama ini selalu berada di belakang Brian.
Johan Adipati. Tangan kanan yang paling Brian percaya. Sahabat masa kecil yang sangat memahami bagaimana sifat Brian selama ini. Bagaimana tidak? Mereka itu besar secara bersama-sama. Karena papa Johan dan papa Brian juga berteman baik.
Tapi sayangnya, derajat mereka tidak sama. Johan terlahir dari keluarga yang sangat sederhana. Sedangkan Brian, terlahir dari keluarga kaya raya. Entah bagaimana papa mereka bisa berteman, tapi perbedaan itu tidak menjadi masalah buat pertemanan yang mereka jalin hingga berpindah generasi.
Untuk sesaat, pak Hadi terdiam karena tidak tahu harus bicara seperti apa untuk menyampaikan informasi yang tentunya akan merusak mood seorang Brian. Apalagi saat ia sedang fokus seperti saat ini. Itu akan lebih bahaya lagi jika diganggu dengan hal-hal yang menurutnya tidaklah penting.
"Ada apa, pak Hadi? Kenapa bapak malah diam saja setelah masuk ke dalam?" tanya Brian tanpa mengalihkan pandangan dari apa yang ia lihat sebelumnya.
"Itu ... anu ... " Pak Hadi terlihat sangat bingung sambil garuk-garuk kepala untung mencari kata-kata yang bagus agar Brian tidak kesal.
"Katakan saja, pak Hadi!"
"Apa ... apa tuan muda sedang sibuk sekarang?"
"Lumayan. Kenapa? Ada yang ingin pak Hadi sampaikan padaku? Sampaikan saja! Aku bisa mendengarkan dengan baik walaupun aku sedang sibuk."
"Itu ... tuan muda. Ada tamu di bawah. Tamu yang tuan David sediakan untuk tuan muda lihat."
Seketika, Brian menghentikan apa yang ia kerjakan. Ia mengangkat kepala, lalu menatap tajam pak Hadi yang sedang tertunduk takut.
"Katakan saja kalau itu adalah perempuan yang papa sediakan untuk aku nikahi. Orang tua itu tidak pernah bosan mencarikan aku gadis cantik untuk ia jadikan menantu."
"Apa tuan muda akan melakukan cara yang sama untuk mengusir perempuan yang datang kali ini?" tanya Johan ikut menghentikan pekerjaannya.
"Sepertinya begitu. Atau, aku mungkin akan melakukan cara yang lebih menarik lagi untuk mengusir perempuan itu dari vila ini."
"Aku heran, mengapa para wanita itu masih bersedia datang walaupun mereka sudah tahu kalau orang yang akan menikahi mereka itu laki-laki cacat. Lumpuh total. Tidak akan bisa sembuh, tidak bisa memberikan mereka keturunan dan kebahagiaan. Apa itu tidak cukup sebagai bahan pertimbangan bagi para wanita itu untuk memikirkan apa yang papa tawarkan?" tanya Brian lagi dengan nada kesal.
"Alasan mereka cuma satu tuan muda. Yaitu, kekayaan. Tuan muda adalah pewaris perusahaan ternama di kota ini. Tentunya, itu sudah cukup untuk membuat mereka gelap mata. Tidak memikirkan hal lain selain harta yang tuan muda miliki. Tidak perlu bahagia bersama tuan muda menjalin rumah tangga. Namun, cukup saja menikah dengan tuan muda dan menikmati kekayaan yang tuan muda miliki. Rasa, tidak ayal jika mereka begitu bersemangat menerima tawaran papa tuan muda, walau sudah tahu, apa kekurangan tuan muda," kata Johan bicara panjang lebar kali tinggi menguraikan apa yang ada dalam pikirannya.
"Kamu benar sekali, Jo. Hal itulah yang membuat aku muak dan tidak ingin menikah dengan semua perempuan yang papa carikan untukku. Mereka hanya datang karena harta, bukan karena niat tulus dari hati untuk menjadi pendamping selamanya."
"Mereka akan menggunakan kecantikan mereka untuk memikat aku. Berdandan dengan dandanan yang luar biasa noraknya agar aku terpesona. Tapi, mata mereka tidak bisa berbohong, kalau sebenarnya mereka begitu risih saat melihat aku yang sedang duduk di kursi roda," kata Brian lagi dengan tatapan lurus ke depan.
"Maaf sebelumnya tuan muda, saya memotong perkataan tuan muda dengan mas Johan. Saya cuma mau bilang, untuk perempuan yang datang kali ini sangat jauh berbeda dari yang biasanya. Dia sama sekali tidak mirip dengan perempuan lain yang sebelumnya pernah datang ke vila ini untuk menikah dengan tuan muda," kata pak Hadi menjelaskan dengan hati-hati.
"Berbeda? Apa maksud pak Hadi?" tanya Brian penasaran.
"Sangat sulit untuk saya jelaskan pada tuan muda. Yang jelas, perempuan kali ini berbeda dari yang telah sudah."
"Johan, berikan aku laptop untuk melihat rekaman cctv ruang tamu!"
"Baik tuan muda," ucap Johan sambil bangun dari duduknya. Lalu berjalan menuju meja samping jendela untuk mengambil laptop yang di mana terdapat layar yang memperlihatkan seluruh isi vila Camar dengan jelas.
"Ini tuan muda," kata Johan sambil menyerahkan laptop tersebut pada Brian.
Brian menerima laptop tersebut, di mana layar laptop itu hanya menampilkan rekaman cctv yang berada di ruang tamu vila Camar miliknya.
Mata Brian fokus pada apa yang ditampilkan di layar laptop tersebut. Ia seakan tak percaya dengan apa yang matanya lihat.
"Pak Hadi, ke sini sebentar!"
"Baik tuan muda," ucap pak Hadi langsung mengikuti apa yang Brian katakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Aidah Djafar
Brian sedang memantau Kania lewat cctv 🤔moga Brian memperhitungkan Kania tdk lgsg menolak hadirnya Kania di kediamannya ...🤔🤔🙏
2023-05-04
1
Rika Khoiriyah
aku tebak Brian gak beneran lumpuh, cuma pura²🤔🤔🤔
2023-03-07
2
Sabilnur Alif
mogaaa Brian mau Nerima kania
2023-02-26
1