Kania sampai di gerbang masuk vila. Ia bertemu satpam yang menjaga gerbang vila tersebut.
"Maaf mbak, cari siapa ya?" tanya satpam itu sedikit merasa risih dengan penampilan Kania yang terlihat sangat kumal dan kucel.
"Aku ingin bertemu dengan ... Brian." Kania berucap agar grogi karena ia yakin, dengan penampilannya yang lebih buruk dari pembantu ini, mana mungkin ada yang bersedia menerimanya masuk. Jangankan Brian yang jelas-jelas tuan rumah, pak satpam saja terlihat risih.
Ia sangat salut pada usaha keluarga harmonis itu untuk mempermalukan dirinya sampai ke titik ini. Semua perhiasan diambil. Alat bedak dan segala keperluan kecantikan, tidak diberikan. Baju tidak di perbolehkan memakai baju bagus melainkan baju yang paling lusuh yang ia miliki.
"Apa? Mbak ingin bertemu dengan tuan muda kami? Yang benar saja mbak. Mbak tidak sedang bermimpi kan mbak?"
Kania tidak marah dengan pertanyaan itu. Karena memang seharusnya ia mendapatkan pertanyaan seperti itu dari pak satpam. Ya kali bertemu dengan Brian dandan gini amat. Lebih mirip gelandangan dari pada calon istri.
"Saya tidak sedang bermimpi pak satpam. Saya ingin bertemu dengan tuan muda kalian."
"Mbak jangan banyak tingkah deh. Lebih baik mbak pergi sekarang juga, sebelum saya kehilangan kesabaran dan mengusir mbak dari sini."
"Pak satpam. Biarkan saya masuk untuk bicara dengan tuan muda kalian terlebih dulu. Seterusnya, kita lihat saja nanti apa yang akan terjadi kedepannya."
"Eh! mbak jangan ngeyel ya. Jangan bikin kesabaran saya yang sedikit ini habis, mbak!" Satpam itu bicara dengan nada tinggi.
Kebetulan yang sangat luar biasa. Saat itu, pak Hadi yang menjabat sebagai orang kepercayaan alias tangan kanan Davidson mendengar kegaduhan yang berasal dari gerbang masuk vila. Ia merasa tertarik untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
"Pak satpam, ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?" tanya pak Hadi sambil berjalan mendekat.
"Pak Hadi. Ini ... mbak ini ingin masuk ke dalam untuk bertemu dengan tuan muda," ucap satpam itu menjelaskan dengan hormat.
Pak Hadi mengalihkan pandangannya dari satpam tersebut untuk melihat Kania. Ia perhatikan Kania dari ujung kaki sampai atas.
"Siapa kamu?" tanya pak Hadi penasaran.
"Saya Kania. Anak dari Burhan." Kania menjelaskan singkat namun pak Hadi bisa paham apa maksud ke datangan gadis yang mengaku Kania ini.
"Kamu Kania?" tanya pak Hadi memastikan sekali lagi. Karena dia dibuat tidak percaya dengan apa yang matanya lihat sekarang.
"Ya, pak. Saya Kania."
"Apa kamu tidak bohong, kamu ini Kania anak pak Burhan, Nona?" tanya pak Hadi sekali lagi untuk meyakinkan dirinya atas apa yang Kania katakan.
"Tentu saja saya tidak bohong, Pak. Saya Kania, anak Burhan Hermansyah. Jika bapak tidak percaya, atau merasa curiga dengan saya, bapak tidak perlu menerima saya masuk. Cukup saja pertemukan saya dengan tuan muda kalian di sini. Setelah itu, saya bisa pergi jika kalian sudah mempertemukan saya dengan tuan muda kalian," kata Kania tidak ingin berdebat.
Ia tidak ingin bersusah payah, membuang tenaga untuk meyakinkan mereka semua kalau dirinya adalah Kania, anak Burhan Hermansyah yang dikirim oleh papanya untuk menikah dengan tuan muda pewaris tunggal keluarga terkaya. Karena apa? Ia merasa tidak ada gunanya ia bersikeras melakukan semua itu. Toh yang diuntungkan nantinya juga bukan dia. Melainkan, keluarga harmonis yang mengirimnya dengan dandan buruk rupa seperti ini.
Lagipula, Kania tahu kalau Brian memang tidak ingin menikah. Hanya terpaksa saja menerima permintaan papanya untuk menikah. Sama halnya dengan dia. Menerima semua ini dengan terpaksa.
Jika ia sudah bertemu dengan Brian walau hanya sekejap, maka ia bisa bicara dengan Brian dan mengajak Brian berkerja sama. Yah, itupun kalau Brian setuju untuk bekerja sama dengannya.
Kania juga tidak ingin ambil pusing soal itu. Ia tidak ingin memikirkan apa hasilnya nanti setelah bicara. Yang penting, usaha saja dulu.
Setelah lama terdiam sambil memperhatikan Kania, pak Hadi pun tersadar dari apa yang ia pikirkan. "Baiklah nona. Ayo ikut saya!" kata pak Hadi sambil beranjak dari tempatnya.
Kania kaget dengan apa yang pak Hadi katakan. Ia seakan tidak bisa mempercayai kata-kata yang ia dengar barusan. Orang kanan itu meminta ia masuk ke dalam? Yang benar saja.
"Maaf pak Hadi, bagaimana jika dia bohong?" tanya pak satpam yang kelihatannya keberatan dengan keputusan yang pak Hadi buat.
"Tidak masalah. Lalu, bagaimana jika dia benar-benar putri pak Burhan yang diutus ke sini? Apa pak satpam mau tangung jawab?" tanya pak Hadi balik.
Pertanyaan itu membuat nyali satpam penjaga gerbang vila menciut. Pak satpam itu menggelengkan kepalanya sambil tertunduk.
"Ya sudah. Ayo nona, ikut saya!"
Kania pun mengikuti pak Hadi dari belakang. Mereka melewati jalan yang lumayan panjang bagi Kania, barulah sampai ke depan pintu masuk vila tersebut.
Pak Hadi membuka pintu besar yang terlihat kokoh dan megah. Kania sedikit takjub melihat bagian dalam vila tersebut. Ada beberapa pembantu yang memakai seragam sedang berkeliaran.
"Silahkan masuk nona." Pak Hadi mempersilahkan Kania masuk setelah ia membuka pintu.
"Te--terima kasih banyak, Pak .... "
"Panggil saya pak Hadi. Semua yang tinggal di sini memanggil saya dengan sebutan itu."
"Baik, pak Hadi. Terima kasih banyak."
"Sama-sama. Nona jangan sungkan sama saya. Karena saya adalah orang kepercayaan tuan David, papa tuan muda Brian."
"Oh ya, nona bisa tunggu di sini sebentar, saya akan sampaikan prihal kedatangan nona pada tuan muda."
"Ba--baik, pak Hadi." Kania sedikit gugup karena ia diperhatikan oleh para pelayan yang sedang berada di ruangan tamu vila tersebut.
Saat pak Hadi baru saja berjalan beberapa langkah menuju tangga, seorang perempuan yang umurnya sekitar lima puluh tahun menghentikan langkah pak Hadi dengan kata-katanya. "Siapa dia, pak Hadi?" tanya perempuan paruh baya dengan pakaian yang sama persis dengan pembantu yang lainnya.
"Bu Ninik. Dia adalah tamu tuan muda. Tolong temani dia sebentar selama saya pergi bertemu tuan muda ke atas ya."
"Oh, dia tamu tuan muda. Saya pikir dia bagian dari kami yang baru di datangkan."
"Tidak. Dia tamu tuan muda. Saya ke atas dulu. Tolong temani dia sampai saya datang."
"Iya. Baiklah," kata perempuan paruh baya yang bernama Ninik tersebut.
Setelah pak Hadi beranjak melanjutkan langkahnya, bu Ninik pun ikut beranjak menuju Kania yang sedang duduk dengan perasaan campur aduk. Karena sejak pertama menginjakkan kaki masuk ke vila ini, ia terus saja mendapat tatapan aneh dari semua orang yang melihatnya.
Di tambah bisikan-bisikan yang terdengar sangat jelas di telinganya dari para pekerja yang berada di dalam ruangan ini. Hal itu menambah perasaan tidak enak di hati Kania. Ya walaupun ia sudah sering mendapatkan sesuatu yang lebih menyakitkan di rumahnya. Tapi itu adalah dua hal yang sangat jauh berbeda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Harjanti
kesabaran kania yg luar biasa,,,,
2023-06-20
1
Nita Lestari
semangat Kania...💪
2023-06-03
0
Maria Buke' Pasambo
buat Kania jadi cewek kuat dan bisa melawan org yg menidasnya tor kan kasian jangan sampai pelayan dirumah suaminya Mala menidasnya jg
2023-05-25
0