"Selamat buat kita berdua, mama," kata Zara sambil memeluk lembut mamanya.
"Selamat sayang," ucap Salma membalas pelukan anaknya.
Zara melepaskan pelukannya dari Salma. "Tapi, Ma. Kenapa kita harus repot-repot melakukan hal ini? Kenapa kita tidak menyingkirkan Kania saja? Bukankah mamanya telah merebut papa dari kita selama puluhan tahun?"
"Tidak bisa sayang. Kita tidak bisa menyingkirkan Kania karena harta warisan itu atas nama dia."
"Lho, apa susahnya minta Kania serahkan semua harta warisan itu pada kita. Lalu, usir dia dari rumah ini, karena aku tidak ingin tinggal lebih lama lagi serumah dengan dia."
"Jika bisa melakukan hal itu, maka sudah mama lakukan dari kemarin-kemarin, Zara. Kamu tidak ingat apa yang papamu katakan pada kita tentang isi dari surat warisan yang mamanya tulis? Warisan itu tidak bisa diturunkan pada siapapun kecuali Kania sudah menikah."
"Lalu, bagaimana jika Kania lenyap begitu saja, mama? Alias, meninggal." Zara berucap sambil mengangkat satu alisnya.
"Warisan itu akan lenyap. Warisannya akan menjadi milik panti sosial dan kita tidak akan mendapatkan apa-apa."
"Sial. Kalau begitu, kita harus nunggu Kania menikah, gitu Ma?"
Salma menganggukkan kepalanya. Menjawab pertanyaan dari Zara yang kelihatan sedang sangat tidak senang.
"Gila. Kapan kita bisa menikmati harta ini dengan tenang kalo harus nunggu Kania menikah. Lagipula, jika ia sudah menikah, bagaimana jika suaminya pula yang akan menjadi penghalang bagi kita. Ih ... bikin kesal dan bikin pusing aja deh." Zara berucap dengan nada sangat kesal.
"Kita tidak perlu pusing memikirkan hal itu sayang. Kita hanya perlu mencarikan seseorang yang bisa kita ajak kerja sama untuk kita jadikan alat."
"Maksud mama?" tanya Zara dengan tatapan berbinar-binar.
"Kita hanya perlu mengeluarkan sedikit uang untuk membayar bajingan agar mau menikah dengan Kania. Dengan begitu, kita akan mendapatkan semua warisan milik keluarga papa kamu yang seharusnya tertulis atas nama kamu itu."
"Wuah, mama pintar. Benar-benar pintar." Zara berucap sambil tersenyum bahagia.
"Lalu, kapan mama akan menjalankan rencana ini? Aku harap bisa mama jalankan secepat mungkin. Dengan begitu, kita akan mengeluarkan dia dari rumah ini. Dan aku, akan bebas bersama kak Dafa tanpa harus takut dia kembali pada si Kania yang menyebalkan itu."
"Sabar. Untuk rencana ini, mama tidak bisa menjalankan sekarang."
"Lho, kenapa, Ma? Kenapa tidak dijalankan sekarang juga? Bukannya lebih cepat itu akan lebih baik?"
"Iya. Lebih cepat memang akan lebih baik. Tapi, kamu harus ingat satu hal. Rencana ini harus di jalankan dengan perencanaan yang sangat matang. Karena jika dijalankan dengan terburu-buru, mama takut akan menimbulkan masalan lain nantinya."
"Iya deh. Mama yang paling tahu semuanya. Pantasan mama mampu bersabar sampai puluhan tahun dan baru bergerak sekarang," kata Zara dengan kesal.
"Ssssttt. Diam. Jangan bahas soal itu lagi."
"iya-iya."
Tit. Bunyi kelakson mobil mengalihkan perhatian mereka berdua. Mata mereka sontak melihat ke gerbang luar. Sebuah mobil sedang masuk ke dalam sekarang. Mobil yang tak lain adalah milik Burhan itu masuk setelah satpam membuka gerbang.
"Papamu sudah pulang. Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan, bukan?"
"Tentu saja aku tahu, mama. Tenang saja, ratu akting seperti kita, tidak akan pernah lupa memainkan sandiwara dengan baik," ucap Zara sambil tersenyum manis.
Zara pun melangkah menuju pintu masuk untuk menyambut papanya. Sedangkan Salma, ia bergegas ke dapur untuk menyediakan minuman buat Burhan. Mereka berdua sedang memainkan peran masing-masing. Peran sebagai anak yang baik dan istri yang lembut di depan Burhan.
"Papa udah pulang. Sini Pa, Zara bawain tas kerjanya."
"Anak baik. Terima kasih banyak sayang." Burhan berucap sambil menyerahkan tas yang ia bawa pada Zara.
"Oh iya, di mana mamamu?"
"Seperti biasa papa, sayang. Mama menyediakan air minum untuk papa," kata Zara sambil tersenyum.
"Papa duduk saja di sofa, aku langsung antarkan tas papa ke ruang kerja ya."
"Iya sayang," ucap Burhan sambil mengacak-acak rambut Zara yang tergerai sepadas bahu.
Melihat kedekatan itu, hati Kania terasa teriris-iris. Air mata pun jatuh perlahan tanpa bisa ia tahan. Karena selama ini, ia tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh papanya.
Jelas-jelas dia juga punya status yang sama dengan Zara. Yaitu, anak dari Burhan. Jangankan diperlakukan dengan hangat oleh Burhan, sebagaimana perlakuan Burhan barusan pada Zara. Dipanggil dengan menyebut namanya saja sangat jarang. Bisa disebut langka.
Karena Burhan seakan tidak pernah menganggap Kania ada selama ini. Ia mengabaikan Kania. Jangankan sekarang, sejak mamanya masih hidup juga sama. Kania seolah-olah tidak pernah terlihat di mata Burhan.
Kania menarik napas panjang, lalu melepaskannya dengan berat. Ia menyeka air mata yang jatuh ke pipinya. Lalu, dengan berat melanglahkan kaki untuk masuk ke dalam rumah.
Saat ia ingin melewati ruang keluarga, di mana Burhan sedang duduk menantikan istrinya, mata Burhan menangkap sosok Kania yang kucel dengan baju yang masih lembab. Ia merasa tertarik untuk menegur Kania dengan keadaan kumal itu.
"Heh, dari mana kamu datang? Habis main di mana kamu, hah!"
Saat itu, Salma yang datang dari arah dapur mendengarkan dengan sangat jelas apa yang Burhan katakan. Ia tidak akan membuang kesempatan itu untuk menambah kebencian di hati Burhan pada anak kandungnya ini.
"Udah, Pa. Jangan di marahin Kania nya. Palingan, dia baru selesai main sama teman kampungnya itu. Iya kan, Nia?"
"Heh, main sama teman kampung? Pantas saja dia kayak kumuh, kucel, dan bau. Sama kayak teman-teman kampungnya itu. Dasar, anak sama ibu sama saja. Sama-sama gak bisa di kasi tau." Burhan bicara sambil menatap kesal ke arah Kania.
Kania menahan amarahnya dengan menggenggam erat kedua tangan. Rasanya, ia ingin sekali berteriak pada papa yang jelas-jelas adalah orang tua kandungnya. Tapi sayang, itu tidak bisa ia lakukan. Karena apa? Itu semua tidak akan ada hasilnya. Malahan, semua akan menimbulkan kegaduhan yang semakin menambah kebencian dan amarah dalam hati sang papa untuknya nanti.
"Kamu ngomong apa sih, Mas? Gak boleh ngomong sama anakmu seperti itu. Kasihan dia, Mas." Salma bicara layaknya dia adalah ibu sambung yang paling baik untuk Kania.
"Nia, jangan didengarkan apa yang papamu katakan, Nak. Papamu memang suka bicara seperti itu. Kamu harus maklum karena papamu baru pulang kerja. Dia sedang lelah sekarang," kata Salma lagi.
"Cih," ucap Kania singkat sambil beranjak meninggalkan ruang keluarga dan mengabaikan keluarga hangat yang penuh dengan sandiwara ini.
"Kamu!" Burhan sangat kesal dengan sikap Kania barusan. Ia ingin memberi pelajaran pada Kania, namun Salma yang sedang bersandiwara jadi mama tiri yang baik mencegah apa yang ingin Burhan lakukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
ANAK IBLIS, KRN BENIH DARI LO PRIA IBLIS, UNTUNG KANIA DARI RAHIM WANITA BAIK, MSKI DRI BENIH IBLIS SPRTI LO
2024-07-20
1
Aidah Djafar
dasar ratu drama c kutu kupret Salma vs Zara 😬🤦.greget aq baca part ini 😁
2023-05-04
1
Elfin Carolina Arikalang
malas deeehhhh...Heran ya thor umur Kania sudah 20 thun tpi kok hrus membiarkan dirinya d.siksa
2023-04-23
0