"Kamu!" Burhan sangat kesal dengan sikap Kania barusan. Ia ingin memberi pelajaran pada Kania, namun Salma yang sedang bersandiwara jadi mama tiri yang baik mencegah apa yang ingin Burhan lakukan.
"Sudah, Mas. Jangan diladeni. Kamu kan tahu kalau Kania anaknya memang sangat keras kepala. Jadi, biarkan saja ia melakukan apa yang ia inginkan."
"Kamu selalu saja membela dia. Lihat sekarang, dia jadi gadis yang sangat liar dan tidak tahu sopan santun."
"Udah ah. Biarkan saja. Kamu lupa kalau dia tidak punya siapa-siapa selain kita. Jadi, biarkan saja dia melakukan apa yang ia inginkan."
"Kamu terlalu baik padanya. Jangan lupa kalau dia adalah anak dari orang yang telah merusak hubungan kita."
"Iya, aku tidak lupa."
'Mana mungkin aku lupa mas Burhan. Dia adalah anak dari orang-orang yang telah menyakiti aku. Untuk itu, aku akan siksa dia dengan caraku. Agar orang tuanya tahu, kalau mereka telah salah memilih lawan,' kata Salma dalam hati sambil tersenyum dalam hati.
"Udah ah, lupakan saja semua masalah yang terjadi. Setidaknya, untuk sejenak."
"Nih, minum tehnya biar segar kembali," ucap Salma sambil menyodorkan teh yang ada di atas meja.
"Terima kasih banyak, sayang. Kamu masih tetap sama. Masih tetap hangat padaku walau kita sudah sama-sama tua."
"Tentu saja. Hubungan baik itu harus tetap di jaga."
Burhan tersenyum. Kemudian, ia mengambil teh yang Salma sodorkan. Menghirup teh tersebut dengan pelan. Lalu, meletakkan kembali ke atas meja.
"Ma, ada yang ingin aku katakan sebenarnya. Mungkin, ini saat yang tepat untuk kita bicara." Burhan memasang wajah serius sekarang.
"Bicara? Mau bicara soal apa, Mas?" tanya Salma dengan perasaan berdebar-debar. Seperti ada sebuah ketakutan di matanya sekarang.
"Aku sedang berusaha memperjuangkan kontrak kerja sama dengan perusahaan ternama. Perusahaan Aditama grup yang sangat terkenal di kalangan pembisnis. Tapi ...."
"Tapi apa, Mas?" tanya Salma tak sabar lagi untuk mendengarkan kelanjutan dari kata-kata yang akan Burhan ucapkan.
"Tadi siang, aku datang ke kantor Aditama grup untuk menanyakan kontrak kerja sama yang aku tawarkan. Aku bertemu dengan pimpinan perusahaan itu secara langsung. Pak Davidson. Beliau bersedia menandatangani kontrak kerja sama dengan perusahaan kita. Namun, ia mengajukan syarat padaku."
"Apa syaratnya, Mas? Apakah sangat berat syarat itu?"
"Syaratnya tidak berat. Hanya saja, aku tidak tahu apakah kita mampu atau tidak."
"Aduh, katakan saja apa syaratnya. Jangan buat aku mati penasaran mas Burhan. Kontrak kerja sama itu harus kita dapatkan. Dengan begitu, perusahaan kita akan sangat disegani oleh perusahaan lain. Iya kan?"
"Syaratnya, pak David ingin aku memberikan anakku padanya."
"Tunggu! Ini apa maksudnya dengan memberikan anak? Jelaskan padaku agar aku bisa memahami apa yang ingin kamu katakan sebenarnya."
"Gini, pak David ingin aku memberikan putriku padanya untuk ia nikahkan dengan anak satu-satunya dia."
"Ia mengajukan syarat untuk menjadikan anak kita sebagai menantu. Begitu maksud kamu mas?"
"Iya. Ia ingin menjadikan anak kita sebagai menantu. Apakah kamu keberatan jika kita menikahkan Zara dengan anak tunggal pak David, Salma?"
Salma tidak langsung menjawab apa yang Burhan tanyakan. Sebenarnya, ia ingin langsung menolak niat Burhan ini. Tapi sayang, dia sedang berperan sebagai mama tiri yang baik sekarang. Jadi, ia tidak bisa menunjukkan sikap tidak adilnya sekarang.
"Bagaimana menurut kamu, Salma?" tanya Burhan kembali.
"Maaf, Mas. Untuk itu aku tidak bisa memutuskan sekarang. Aku akan tanyakan pada Zara terlebih dahulu. Lagipula, kita punya dua putri yang keduanya harus dijaga hati mereka agar tidak ada yang merasa diabaikan."
"Maksud kamu apa? Dua putri? Bukankah selama ini kami tahu apa status Kania di hatiku? Apakah kamu masih harus memikirkan hati dia?"
"Mas, tidak bisa begitu juga dong. Walau bagaimanapun, Kania itu juga anak kamu, mas."
"Ya sudah, terserah kamu saja. Aku tidak ingin ambil pusing. Semoga apa yang kamu pikirkan tidak akan mengecewakan anak kita."
"Iya, Mas. Ya sudah, aku tinggal dulu untuk ngobrol dengan Zara. Kamu gak papakan di sini sendirian?"
"Iya, aku gak papa. Kamu bisa bicara dulu dengan Zara. Semoga Zara tahu, ini adalah kesempatan baik buat dia dan kita semua."
"Iya, Mas." Salma berucap sambil menarik senyum manis di bibirnya.
'Kesempatan baik kamu hilang, mas Burhan. Hmm .... ' Salma berkata dalam hati sambil beranjak meninggalkan ruang keluarga.
Sampai di kamar Zara yang berada di lantai dua. Salma langsung mengetuk pintu kamar anaknya.
"Siapa?" tanya Zara dari dalam kamar.
"Mama, Zara."
"Masuk aja, Ma. Pintunya gak aku kunci kok."
Salma bergegas masuk. Ia melihat Zara yang sedang berbaring tengkurap di atas kasur sambil memainkan ponsel miliknya. Ia langsung duduk di samping Zara.
"Ada apa, Ma?" tanya Zara tanpa mengubah pandangannya dari ponsel yang ia mainkan sejak tadi.
"Ada yang ingin mama bicarakan sama kamu. Ini penting."
"Soal apa? Katakan saja apa yang ingin mama katakan."
"Zar, papamu ingin menjodohkan kamu dengan anak pemilik perusahaan Aditama grup."
Salma bicara terus terang langsung pada pokok pembahasan. Hal itu membuat Zara sangat kaget sampai ia tak sadar berteriak dan bangun dari baringnya.
"Apa!"
"Sssttt. Diam. Jangan keras-keras. Nanti papamu dengar, Zara." Salma berbisik.
"Tapi, Ma."
"Tahan emosimu itu. Mama belum selesai bicara. Jangan gara-gara kabar ini kamu menunjukkan siapa kamu yang sebenarnya. Jangan lupa, apa yang kita incar masih belum kita dapatkan. Jangan buat usaha kita yang sudah berjalan jauh harus terhenti di tengah jalan, Zara." Salma menjelaskan dengan nada kesal.
"Ya maaf, Ma. Habisnya, aku kaget dengan perkataan mama barusan itu. Yang benar saja papa ingin menjodohkan aku dengan anak pemilik perusahaan Aditama grup. Mana mau aku dijodohkan dengan laki-laki cacat yang tidak tahu bagaimana rupanya itu."
"Kamu yakin tidak mau, Zara?"
"Ya tentu saja yakin, mama. Apa mama tidak tahu bagaimana kriteria calon suami anak mama ini? Mama lupa, seperti apa calon idaman aku, hmm?"
"Apa kamu tidak ingin mengubah kriteria calon suami idaman kamu itu, Zar? Coba deh pertimbangkan lagi tawaran papamu itu."
"Tidak, Ma. Tidak akan aku ubah kriteria calon suami idaman aku. Selamanya akan tetap sama. Tetap seperti kam Dafa. Ganteng, keren, tinggi, putih, manis dan tentunya, anak keluarga terpandang yang bisa menjamin masa depan aku," ucap Zara sambil senyum-senyum membayangkan Dafa.
"Ye ... Dafa Dafa lagi. Kamu lupa kalau laki-laki yang akan papamu jodohkan ini adalah orang yang paling kaya di kota ini, Zar? Secara gitukan, dia adalah pewaris tunggal dari pemilik perusahaan ternama, Aditama grup. Bagaimana tidak, kamu akan jadi istri orang paling kaya nantinya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Aidah Djafar
heeem dasar matre 🤔🤦tunggu tanggal mainnya pembalasan dari c syantik Kania 🤔😁
2023-05-04
4
sansan
karakter utamanya jangan lemah donk...
2023-04-11
1
ᴏᴋᴋʏʀᴀ ᴅʜɪᴛᴏᴍᴀ
masih gue pantau ni kelakuan emak sama anaknya
2023-03-29
0