Ibu dan anak itupun saling tatap untuk sesaat kemudian sama-sama menarik senyum atas keberhasilan mereka dalam memancing emosi Kania. Kemudian, mereka bergegas masuk mengikuti langkah kaki Kania.
"Bicaralah apa yang ingin kalian bicarakan!" kata Kania setelah mereka berada di dalam kamar.
"Kami akan membuat sebuah penawaran untuk kamu Kania."
"Penawaran apa?"
"Papamu ingin menjodohkan salah satu anaknya dengan anak pewaris Aditama grup. Aku yakin, kamu pasti pernah mendengar tentang anak dari pewaris perusahaan terkenal itu bukan?"
"Lalu, kenapa kamu bicarakan soal ini padaku? Papa pasti tidak ingin menjodohkan aku dengan anak orang kaya itu, bukan? Papa pasti ingin anak kesayangannya yang menikah dengan pewaris Aditama grup itu. Iya kan?"
"Kak Kania benar. Papa memang ingin aku yang menikah dengan Brian. Tapi, aku tidak bisa menikah dengannya. Karena aku tidak mencintai laki-laki itu. Aku ingin menikah dengan orang yang aku cintai, bukan laki-laki yang tidak aku kenali."
"Kamu tidak ingin menikah dengan laki-laki yang tidak kamu kenali, atau ... karena laki-laki itu lumpuh?"
"Kak Kania .... "
"Cukup. Kami ke sini bukan untuk mendengarkan celotehan kamu yang tidak penting ini Kania. Tapi, kami datang ingin membuat kesepakatan dengan kamu. Kamu yang menikah dengan laki-laki itu, atau kamu kehilangan taman bunga milik nenekmu."
"Kamu tinggal pilih saja mana yang kamu inginkan. Menikah dan pergi dari rumah ini, atau kehilangan taman bunga yang telah nenekmu persiapkan sebagai kado ulang tahun terindah untuk cucunya. Semua pilihan ada di tangan kamu, Kania."
Kania terdiam. Ia memikirkan setiap detail kata-kata yang Salma ucapkan.
'Ya Allah, mungkin ini jalan terbaik yang telah engkau sediakan. Dengan menikah, aku bisa keluar dari rumah ini dan terbebas dari siksaan rumah yang sama sekali tidak mirip dengan rumah, melainkan, lebih mirip neraka dunia bagiku. Semoga ini takdir hidup terbaik buat aku,' ucap Kania dalam hati.
'Lagipula, aku tidak ingin tinggal di sini lebih lama lagi. Tidak masalah aku menikah dengan siapa. Asalkan, aku bisa bebas dari sini itu sudah cukup. Tidak penting ia lumpuh atau jelek sekalipun. Yang penting, ia mampu membawa aku pergi jauh dari rumah ini. Semoga saja dia tidak kasar, itu adalah harapan terbesarnya. Karena jika kasar, itu akan sama saja dengan lepas dari mulut singa, masuk ke mulut buaya.'
'Persetan dengan cinta. Karena aku tidak akan percaya lagi dengan yang namanya cinta. Cih, persetan dengan cinta. Karena itu semua hanyalah dusta belaka. Kata-kata manis dari laki-laki yang di katakan cinta, setan! Tidak ada gunanya,' kata Kania terus bicara dalam hati.
"Kania, apa jawabanmu? Sampai kapan kami harus berdiam diri di kamar pengap mu ini, hah?" tanya Salma mendadak kesal karena Kania terus diam sejak lebih dari lima menit yang lalu.
"Baiklah, aku akan terima tawaran kalian. Tapi dengan satu syarat."
"Lho, siapa kamu yang bisa mengajukan syarat pada kami, hah?" tanya Zara dengan nada kesal.
"Ya sudah kalau tidak mau. Aku tidak akan bersedia menggantikan kamu menikah dengan laki-laki lumpuh itu."
"Mama."
"Jangan banyak bicara, Kania. Katakan apa syarat yang kamu inginkan. Jika bisa melakukan, maka akan kami lakukan. Tapi jika tidak, maka kamu sendiri yang akan tanggung akibatnya jika tidak ingin menikah dengan Brian."
"Syaratnya gampang kok. Aku yakin kalian bisa melakukan syarat yang aku berikan."
"Apa? Cepat katakan! Jangan buang-buang waktu kami berdiri di sini terlalu lama."
"Aku ingin kalian mengembalikan sertifikat milik almarhumah nenekku. Dengan begitu, aku akan menikah dengan Brian sesuai yang kalian inginkan."
"Baiklah. Aku akan berikan sertifikat harta yang tidak berharga itu. Tapi, kamu juga harus mengikuti apa yang kami katakan."
"Apa yang kalian inginkan lagi dariku?"
"Berlakulah seolah-olah kamu yang menginginkan sendiri pernikahan ini. Bukan kami yang meminta kamu menerimanya. Dengan begitu, setelah ijab kabul selesai, maka aku akan berikan sertifikat yang kamu mau."
"Baik. Aku setuju."
"Kita sepakat."
"Zara, ayo pergi! Pembicaraan sudah selesai," kata Salma sambil menarik tangan Zara untuk ia bawa keluar.
"Tapi, Ma .... " Zara terlihat sedikit enggan untuk meninggalkan kamar itu karena ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya.
"Ayo! Untuk apa kita berada di kamar pengap ini, sedangkan pembicaraan sudah selesai," kata Salma sambil memberikan tatapan tajam pada anaknya.
Zara yang merasa sedikit merinding dengan tatapan itu segera mengikuti apa yang mamanya katakan. Mereka segera meninggalkan kamar Kania.
Kania hanya bisa melihat pertunjukan itu dengan tatapan santai tanpa ingin ambil pusing dengan semua itu. Ia kembali membaringkan tubuhnya setelah pintu kamar tertutup rapat.
"Tidak ada salahnya aku menerima apa yang mereka tawarkan. Lagipula, pura-pura kalau aku yang ingin sendiri menikah dengan laki-laki lumpuh itu demi mendapatkan sertifikat, itu adalah hal yang tidak sebanding. Karena selama ini, orang yang aku sebut papa itu juga tidak pernah menganggap aku anak." Kania berucap sambil menatap langit-langit kamarnya.
"Heh, menyedihkan," ucap Kania sambil tersenyum pilu menertawakan nasib dirinya.
Sementara itu, di luar sana, Zara dan mamanya sedang berdiri di depan kamar milik Zara.
"Ikut aku ke kamar, Ma. Ada yang ingin aku bicarakan dengan mama," kata Zara dengan nada kesal.
"Mau bicara apalagi dih, Zar? Mama harus cepat turun ke bawah ini. Papamu sedang menunggu mama di kamar sekarang."
"Ikut saja, Ma. Karena kita memang butuh bicara berdua sekarang juga."
"Ya sudah. Mama ikut kamu, tapi jangan lama-lama bicaranya."
"Gak akan lama jika mama menjawab apa yang aku tanyakan dengan cepat," kata Zara sambil masuk ke kamar diikuti mamanya dari belakang.
Sampai di kamar, Zara langsung menatap mamanya dengan tatapan tak percaya.
"Aku ingin bertanya sama mama. Apa mama benar-benar ingin menyerahkan sertifikat yang Kania miliki, Ma?"
"Apa mama tidak mikir dulu apa? Kalau kita serahkan sertifikat itu pada Kania, maka kita akan kehilangan senjata untuk mengancam Kania nantinya. Apa mama tidak takut, kita kehilangan senjata?"
"Mama jangan lupa, Ma. Tujuan besar kita yang sesungguhnya masih belum tercapai. Mama tidak takut kalau Kania tidak bisa kita ancam lagi jika mama serahkan sertifikat itu. Lalu, kita tidak akan mendapatkan sepeser pun harta keluarga ini. Apa mama mau begitu?"
Salma tersenyum mendengar semua keluh kesah yang putrinya sampaikan. Sejak awal, ia sudah menebak apa yang sedang mengganjal pikiran anaknya. Namun, ia biarkan sampai anaknya selesai mengeluarkan semua unek-unek yang ada dalam hati.
"Kenapa mama malah tersenyum sih, Ma? Jawab apa yang aku tanyakan! Jangan malah senyum aja. Mama gak tahu apa, aku sedang cemas sekarang. Aku serius lho, Ma."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
ANAK BRANAK IBLIS BERWUJUD MANUSIA
2024-07-20
0
Aidah Djafar
iiih dasar anak emmak licik 🤦
tunggu aja karma kalian..🤔
2023-05-04
4
Rahmawaty❣️
Ah kania bodoh . Hrsnya minta aja skrg sertifikatnya
2023-02-23
1