Naomi masih terus menghindari Dino. Naomi juga masih enggan untuk pulang ke rumah mereka. Setiap Dino memanggilnya, hanya sikap dingin yang di berikan Naomi. "Naomi, segera ke ruangan saya." titah Dino lewat panggilan telepon. "Baik, Pak.." balasnya.
"Ada yang bisa saya bantu Pak. Semua detail yang bapak butuhkan sudah saya siapkan di meja Pak Dino. Apakah ada yang anda butuhkan lagi?" Tanya Naomi ingin segera kembali, hampir 10 tahun lebih bersama sehingga ia tahu pasti apa yang Dino inginkan. Keinginannya, seleranya, dll. Ia tahu segalanya. Bagi Dino tidak ada kesempatan kedua, ia tidak segan memecat orang lain karena kesalahannya. "Soal Pak Ghani. Aku baca di laporan kalau cabang kita di Bali mengalami kerugian. Saya mau .." belum juga Dino selesai menjawab, Naomi sudah melaporkan apa yang dia akan lakukan. " Saya akan mengirim surat kepada Pak Ghani untuk segera mengirimkan surat pengunduran diri kepada Pak Dino." ucapnya sambil menunjuk kepada Dino.
Dino terdiam, sebenarnya dia lebih tidak suka lagi jika omongannya di potong. Dalam hal profesionalisme kerja, Dino sangat tegas dan membedakan hal pribadi dan pekerjaan bahkan dengan Naomi sekalipun. Ia memperhatikan Naomi sesaat, lalu membaca laporan itu sambil berpikir. Naomi masih berdiri di depannya, "Apakah ada lagi yang bisa saya kerjakan? Jika tidak saya akan kembali ke meja saya. Terima kasih." ucapnya
"Saya belum suruh kamu kembali. Saya juga gak berkeinginan untuk memecat Pak Ghani. Lalu, kapan saya memberikan perintah itu, Ibu Naomi?" tanya Dino menatapnya sambil duduk di bangkunya. Naomi terdiam, tangannya mulai menggaruk-garuk telapak tangannya. "Jawab!" bentak Dino.
Naomi terhentak, "Biasanya kamu tidak memberikan kesempatan pada orang yang telah berbuat kesalahan. Dua bulan yang lalu kamu membuat Pak Sandy keluar dari kantor karena ia telah lalai. Pak Azam, juga bahkan mereka meminta kesempatan tapi tidak kamu berikan. Soal masalah Pak Ghani, ini kesalahan fatal dan biasanya..." Dino menghentikan pembicaraan Naomi.
Ia berjalan kearah Naomi, mendekatkan dirinya dan semakin dekat membuat jantung Naomi berdebar, rasa bahagia terpancar, kedua pipinya merah. "Siapa bos nya disini? Kalau biasanya bukan berarti sekarang aku juga melakukan hal itu Naomi. Bukan berarti kamu tahu aku, sehingga kamu langsung bertindak. Ini tentang perusahaan dan aku yang memutuskan, kamu paham?" ucap Dino seperti halnya menegur orang yang salah. Lalu, lama kelamaan ia mulai mendekat dan seperti orang yang ingin memeluk Naomi. Tapi ternyata, ia mengambil remote untuk menutup jendela yang transparan agar anggota team yang lain tidak melihat.
Ia lalu memeluk Naomi, tangannya bergerak mendekati pinggang Naomi. Ia memeluknya dengan erat. Tapi Naomi tidak membalasnya, ia justru diam dalam pelukan Dino. "Maaf Pak Dino, saya salah dan akan memperbaiki kesalahan saya." ucapnya.
"It's ok, Naomi. Aku akan mentolerir untuk yang ini." ucapnya enggan melepaskan Naomi. Naomi mendorongnya, dan mengatakan hal sebaliknya. "Kenapa mentolerirnya?" jelas ini membuat Dino heran.
"Kamu mau aku pecat?" dan Naomi justru menantangnya. Dino lalu mendorong Naomi, "Aku gak akan lepasin kamu. Ingat ya Naomi, kamu menandatangani surat perjanjian kerja. Selama aku menginginkanmu menjadi sekretarisku, itu akan terjadi selamanya. Aku mau kita makan malam bersama." tapi Naomi menolak. Maaf! Ucapnya, ia sedang sibuk membantu Oma Murni dan juga mendesign koreografi untuk ballet nya. Ini lebih membuat Dino marah, ia langsung menelepon Mapan University. "Hallo, saya Dino Bratayudha. Saya ingin memberikan jawaban terkait pertunjukkan balerina itu, menurut saya sebaiknya kita batalkan saja hanya membuang anggaran kampus." ucapnya dengan santai di depan Naomi.
"Kamu masih mau menolak aku?" ucapnya membuktikan omongannya. Bahwa semua yang dia inginkan bisa ia dapatkan. "Dino! It's my dream.." teriak Naomi, dia ingin memukul Dino. "You're dream? How my dream? Kamu hancurkan semua dengan kelakuanmu. Kamu masih bisa bilang tidak? Setelah apa yang kamu lakukan dengan Gilang?" ucapnya lagi menyakiti Naomi. "You kill my child!" balas Naomi.
"Your Child, it's also my child. My blood." balas Dino. "Kenapa kamu gak bilang sama aku kamu hamil? It's big problem Naomi. Aku udah kasih kamu waktu, tapi kamu masih saja menghindar, menyalakan aku, membenci aku. Aku menyetujui tindakan itu karena, anak kita sudah pergi. Kalau aku gak melakukan itu, nyawa kamu yang terancam. Aku sama menderitanya sama kamu. Aku sama sakitnya dengan kamu." tapi Naomi tidak mau mendengar dan memilih untuk pergi. Tapi Dino mencegahnya, "Pernah gak kamu mencoba untuk bicara terus terang padaku soal apapun yang terjadi? Never."
Dino mengijinkan Naomi keluar, keduanya sakit, tapi ini yang harus ia hadapi. Waktu terus berlalu, Naomi tetap bersifat dingin namun ia tetap perhatian pada Dino.
Keesokan hari, lebih tepatnya ketika ia di sekolah. Milka tiba-tiba merasakan kepalanya sangat ringan.. dan kegelapan menguasainya. Ia tergeletak jatuh, sendirian.
"Milka bangun!" ucap Angelica yang menemukannya.
"Tolong jangan masuk, pasian sedang ditangani" ucap suster lalu menutup pintu UGD dengan terburu-buru. Dokter juga dipanggil dan masuk juga dengan terburu-buru. Pihak rumah sakit juga mencoba menghubungi Hendrik, Ratih dan Dino. Setelah tahu kondisi Milka Hendrik dan Ratih juga berusaha menghubungi Dino karena semalam ia tidak pulang ke rumah.
Ponsel Dino terus berdering dan bergetar, Suara itu membangunkan seseorang dari tidurnya. Seorang wanita terbangun dan segera memakai kimononya, menguncir rambutnya membiarkan lelaki yang memeluk dengan erat semalaman itu tertidur pulas. Tak lama, secara otomatis holden kamar itu terbuka, terlihat view hijau membentang.
Ponselnya berdering lagi, Dino akhirnya bangun dari tidurnya tangannya meraba Naomi tapi ia sudah bangun lebih dulu. Dino mengambil ponselnya dengan mata sayup-sayup, suara parau, muka masih berantakan. "Iya ma, ada apa?" Tanya Dino.
Bagai tersambar petir di pagi hari, Dino langsung bangkit, mengambil bajunya dan memakainya, mengancing nya secepat mungkin. "Aku akan segera kesana ma..." ucapnya panik. Sangking paniknya, ia tidak bisa menemukan kunci mobilnya. Ia berputar-putar, mencari kunci mobilnya, melempar semua bantal dan baju yang ada diatas kamarnya, ruang tamu, mengobrak-abrik laci hanya untuk mencari kunci dalam keadaan panik.
Dan akhirnya, ia memanggil Naomi.
"Naomi, dimana kunci mobil aku! kamu taruh dimana? Naomi!!" Teriak Dino. Naomi datang dengan kesal, karena Dino membuat semua ruangan berantakan. "Ada apa sih Dino? Kunci kamu di meja makan, aku udah siapkan sarapan. Kita sarapan bareng yuk!" Ajak Naomi.
"Gak, Nom aku buru-buru." Balasnya Ketus
"Kenapa? kamu belum makan dari semalam, ayo!" Naomi memaksanya namun Dino membentaknya lagi dan mengatakan dia tak ingin makan dengan siapapun saat ini.
"Milka masuk rumah sakit, kamu mau ikut atau gak itu pilihan kamu, sebelum aku masuk ke lift tentukan pilihanmu!" Dino meninggalkan Naomi yang masih duduk di sofa setelah tak sengaja terdorong olehnya. Dino hanya melirik sebentar dan pergi dengan dinginnya meninggalkan penthouse itu.
---- 6 Bulan yang lalu---
"Dam, gimana kondisi Naomi? Dia baik-baik saja kan?" Tanya Dino pada Adam. Ditangan Adam ada laporan tentang kesehatan Naomi.
"Din, kondisi kandungan Naomi terlihat bermasalah. Kamu harus hati-hati kedepannya." Ucap Adam.
"Tapi semua baik-baik aja kan?" Tanyanya lagi memastikan lebih lagi.
"Din, kamu harus buka hati kamu. Biarlah masalah yang seharusnya berlalu itu pergi. Tidak ada gunanya kamu terus menggenggam permasalahan itu." Ucap Adam. Dia lalu mengajak Dino duduk di meja kerjanya.
"Din, meskipun kita gak besar di negara yang sama tapi aku menghabiskan hampir 20 tahun berteman denganmu. Aku tahu kamu mencintai dia. Setiap kali kamu mabuk di LA, hanya nama Naomi yang kamu sebut. Kalau kamu masih cinta buat apa menyiksa dirimu sendiri? Kamu yakin sanggup kehilangan dia. Aku bukannya tidak tahu kisah itu."
"Adam, aku tidak mencintainya." Balas Dino
"Tapi kamu gak sanggup kehilangan dia." Balas Adam menimpali perkataan Dino. "Udah Dino, apa Naomi tahu soal Sammy?" Tambahnya.
"Adam, jangan bahas dia lagi!" Balas Dino.
"Mba bisa buat satu bouquet bunga mawar putih dan pink." Pinta Dino disebuah toko bunga.
"Buat siapa?" Tanya sang penjaga toko.
"Buat pacar saya." Jawab Dino.
Setelah mendapatkan bouquet mawar itu, ia lalu berjalan sambil membawa kue cheesecake kesukaan Naomi. Semakin dekat ia berjalan, "Mas Dino!" Panggil Santi.
"Mas Dino dari mana? Saya dengar Naomi lagi sakit ya. Tadi saya dari ruangan Naomi dan melihat dia dengan laki-laki lain." Ucapnya membuat Dino shock. Dia menggenggam erat kotak kue di tangan kirinya.
"It's not your business!" Balas Dino melangkahkan kakinya lagi. Dino, lalu menarik pintu kamar Naomi.
"Dino!" Sebut Naomi kaget dan melepaskan pelukannya dari Gilang. "Din, dia cuman mau hibur aku." Dia menunjuk ke arah gitar dan makanan yang dibawa Gilang. Dino hanya bisa menatap kedua mata Naomi. Dia menahan sakitnya goresan dihatinya, Naomi bahkan mengusirnya namun ia memeluk Gilang dengan hangat.
"Buat kamu dari Milka." Ucapnya lalu beranjak pergi.
"Lo, ngapain masih disini?" Tanyanya pada Gilang yang pura-pura gak dengar.
"Naomi, suruh dia keluar!" Pinta Dino tegas. "Kamu mau aku atau dia disini?" Tambahnya.
"Gilang, nanti kita ketemu lagi ya. Kamu jaga kesehatan." Ucap Naomi sambil mencium bau bunga mawar dari Dino.
"Naomi!" Teriak Dino, dia sangat cemburu.
"Aku senang deh kalau kamu kayak gini. Aku tahu kamu yang beli. Milka mana tahu bunga kesukaan aku." Dia lalu membuka tangannya,
"Peluk aku!" Pinta Naomi. Dino jalan mendekat, dia lalu membuka tangannya hendak memeluk Naomi. Namun sebelum memeluknya dia berbisik.
"Nom, aku sangat menyesal datang ke toko bunga itu." Ucapnya ditelinga Naomi. Dia lalu mengambil bunga itu lalu membuangnya ke tong sampah dan memberikan kue itu kepada suster yang masuk kedalam ruangan Naomi.
"Jangan melewati batas kesabaran ku Naomi." Ucap Dino, Naomi mulai menangis.
"Ada sesuatu dalam diri dia yang bisa mengisi kekosongan hati aku." Teriak Naomi. Dino tak mengacuhkannya. Dia keluar dari ruangan itu, dia berjalan kearah kanan pintu. Ia meneteskan air matanya.
"I love you so much! Naomi!" Ucapnya parau. Mereka berdua sama-sama menangis. "Apa yang bisa Gilang berikan sementara aku tidak bisa." Tambahnya.
"Dino, maafin aku." Ucapnya menyesal
"Dino, apa salahku hingga kamu melakukan ini padaku?" Naomi mengusap air matanya dan mengambil tasnya untuk mengikuti Dino.
Dino sudah berdiri didepan lift, ia melihat ke arah lorong tempat tinggal Naomi sambil melihat jam di tangannya. Dia terus melirik, memeriksa apakah ada bayangan Naomi yang berjalan ke arahnya. Ia menghembuskan napasnya, melihat tak ada Naomi di lorong itu.
"Kamu lama banget!" Dino langsung mengandeng tangannya lalu menekan tombol lift ke bawah.
"Hapus air mata kamu, karena itu gak berguna. Pagi ini udah minum obat?" Tanya Dino ketus.
"Dino, sampai kapan kamu bakalan dingin sama aku?" Naomi menarik tangan Dino dan ponsel yang berada ditangannya terjatuh.
Namun, Dino tak membalas pertanyaannya lalu mengambil ponselnya dan segera memasukkannya ke saku celananya.
"Dino, aku salah dan kamu pasti sudah tahu. Aku mau kita punya waktu untuk memperbaiki hubungan kita." Naomi memberanikan dirinya.
"Putus maksud kamu?" Balas Dino cuek padanya.
"Bukan itu maksud aku." Balas Naomi. "Aku gak mau putus. Aku cinta sama kamu, aku rela melakukan apapun untuk kamu" tambahnya terdiam.
"Naomi, kamu masuk duluan ke mobil ini kuncinya, aku ada perlu sebentar." Dino memberikan kunci mobilnya lalu pergi meninggalkannya.
"Aku ikut ya." Pinta Naomi namun Dino menolak dan menghempaskan tangannya.
"Tunggu, aku di mobil!"
Air mata itu kembali membasahi pipinya. Mengapa ia selalu menolak, dia tidak pernah melihatku bahkan sedetik pun. Apa yang harus aku lakukan untuk mempertahankan semua ini? keluh Naomi dalam hatinya. Naomi terus mengusap air mata menggunakan tissue yang ada di dalam mobil Dino.
"Naomi, ini kamu belum makan. Makan dulu nanti sakit." Dino memberikan kotak makanan berisi pasta kesukaan Naomi.
"Naomi, jangan pernah terima telepon dari cowok itu selama di rumah sakit, paham! Jangan sampai Milka tahu tentang masalah kita." Tambah Dino
"Telepon dari siapa?" Tanya Naomi
"Gilang, aku gak mau Milka tahu kamu punya pria lain selain aku! Aku tahu semalam kamu telepon dia saat aku tidur." Dino membukakan pintu untuk Naomi dan mengandeng tangannya masuk ke rumah sakit.
"Din, semalam hanya masalah kerjaan gak ada apa-apa lagi." Naomi coba menjelaskan namun Dino sudah tidak perduli.
"Ma, Pa gimana dengan Milka, dia baik-baik saja kan?" Tanyanya panik.
"Penyakit Milka semakin menyebar, Din. Dokter bilang satu-satunya cara adalah segera menemukan pendonor sumsum tulang yang sesuai dengannya." Balas Hendrik.
Naomi langsung memeluk Dino, "Nom, Milka sakit tapi aku gak bisa ngelakuin apapun. Aku gak berguna sebagai kakak, gak ada gunanya!" Dino menyalakan dirinya sendiri.
"Aku bersedia melakukan apapun untuk keluarga kamu. Aku siap mendonorkan sumsum tulang belakangku. Bukankah hasilnya aku punya kecocokan 60%" Ucap Naomi sambil mengelus kepala Dino yang berada di dalam pelukannya.
"Tidak boleh! Kamu gak bisa sembarangan kayak gitu." Dino membentaknya. Namun, Naomi mengecupnya.
"Aku mencintaimu begitu juga keluargamu. Sekarang keluargaku hanya Oma dan kalian setelah orang tua angkat ku meninggal Dino" Ucapnya lagi membuat hati Dino tenang.
Dino menarik Naomi ke pelukannya sehingga dia dapat memeluknya dengan lebih nyaman. Dino juga mengajaknya masuk untuk menemani Milka di dalam. Dino kembali jatuh cinta pada Naomi. Ia sadar tak ada yang berubah dengan perasaannya terhadap Naomi. Rasa itu masih membara dalam hatinya. Meskipun kini ia membencinya tetapi tetap sangat mencintai Naomi.
"Nomi, makasih ya kamu sudah mau menemani Milka malam ini. Aku mau ajak kamu ke suatu tempat. Ikut aku." Ajaknya lalu meninggalkan Milka yang sudah tertidur.
Dino mengajaknya ke sebuah taman yang berada di areal rumah sakit. Ia lalu memutarkan lagu kenangan mereka berdua.
"Kamu masih ingat lagu ini?" Tanya Dino memutarkan lagu All of Me – John Legend.
"Kamu masih ingat gimana dulu kita kenalan? Kamu menganggu tidurku saat menyanyikan lagu ini dengan nada yang tak beraturan."
"Dino, aku gak mungkin lupa. Pertama kalinya, aku melihat anak laki-laki paling pintar tapi juga paling bandel disekolah. Paling ditakutin di sekolah." Jawab Naomi polos.
"Karena itukah kamu memilihku?" Balas Dino menarik Naomi kedalam pelukannya. "Kamu mengatakan kepada seluruh sekolah bahwa kamu adalah pacarku padahal kita tidak saling mengenal satu sama lain. Kamu bahkan selalu membuat aku masuk ke ruang BP." Ucap Dino.
"Karena kamu pentolan grup yang selalu buat onar disekolah. Yang lebih penting kamu selalu buli aku." Balas Naomi tersenyum dan menyenderkan kepalanya di dada Dino.
"Kenapa memilihku?" Tanyanya lagi. "Untuk menghindarkan mu dari orang-orang yang mengerjai mu atau menjadikanmu bahan lelucon?" Ucapnya semakin mengeratkan pelukannya.
"Karena aku menyukaimu." Balas Naomi. Dino tersenyum lalu dia mengajaknya berdansa, "Sungguh?" Ia lalu mengecupnya. Dino tersenyum senang dan bahagia, tawanya yang dulu hilang kini kembali lagi hal ini membuat Naomi bahagia.
"Dino, kamu lakuin ini hanya demi sum-sum tulang ku?" Bisik Naomi. Dino tak menjawabnya,
"Naomi, kamu gak akan bisa jadi pendonor karena kecocokan kamu rendah sama Milka." Balas Dino.
"Aku lakuin ini untuk kamu" balasnya juga berbisik, mereka seperti pasangan yang dimabuk asmara. "Terima kasih karena kamu ada disini saat ini." Naomi membalas pelukan itu.
"Reihan! Kamu udah lama disini ?" Sapa Dino menyapanya dikamar Milka.
"Kalian dari mana?" Tanya Sella.
"Hi, Sella! Kamu juga kesini." Balas Naomi sambil menunjukkan tangan Dino yang mengandeng tangannya.
"Tadi aku ketemu Gilang didepan" Ucap Reihan membuat mood Dino berubah 360 derajat sambil memandang Naomi.
"Keterlaluan kamu Naomi, kamu masih menemui laki-laki itu dan menyuruhnya kesini!" Bisik nya ditelinga Naomi yang membuatnya panas.
"Naomi! kamu memang tidak bisa dipercaya dan kamu memang gak pantes untuk dipertahankan" Kata Sella sengaja memanasinya.
"Naomi, Ikut Aku!" Dino menarik tangannya dan mengusirnya keluar dari ruangan itu.
"Pergi! Aku tak ingin melihatmu lagi dan jangan biarkan Gilang bertemu dengan Milka!" Dino mengusir Naomi sementara ia mengizinkan Suster Santi yang datang membawakan obat untuk Milka.
"Aku gak mau pergi!" Ia meraih tangan Dino namun di hempaskannya dan menutup pintunya tanpa memandang dirinya lagi.
"Pergi Naomi!" Ucap Dino kesal karena setiap kali mendengar nama Gilang berkumandang di telinganya. Dino memandang Sella yang menatapnya sambil tersenyum nyinyir.
"Kak siapa itu Gilang?" Tanya Milka.
"Bukan siapa-siapa." Dino memeluk Milka dalam pelukannya.
Tak tahu apa yang harus dilakukannya, Naomi mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada Dino. Aku benci kamu Dino! Aku membencimu! kirimnya dengan penuh emosi. Disaat semua sudah pulang dan Milka sudah tidur. Dino yang duduk di sofa dekat Milka hanya bisa menatapi pesan yang dikirim Naomi. Sesekali ia juga membuka galeri fotonya bersama Milka dan menitihkan air mata. Kurang ku dimana Nom?
Disisi lain, Naomi yang berjalan tanpa arah. "Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini, apakah kamu sama sekali tidak berharga di matamu?" Mengusap air matanya. "Kamu memperlakukanku seperti mainan yang bisa diambil dan dibuang sesukamu. Kamu sudah berubah dan aku pun juga akan berubah! Aku tidak akan kalah darimu Dino! Kita liat siapa yang akan menang!! Naomi menghapus air matanya.
"Aku pasti bisa! Seperti dulu aku bisa mendapatkan cintamu!" Ucapnya.
"Gilang kamu lagi dimana? bisa ketemu? aku butuh kamu." Ucap Naomi memutus teleponnya. Naomi tidak sadar Dino ada dibelakangnya dan mendengar semua ucapannya itu. Hati Dino sakit mendengarnya, ia mengepalkan tangannya dan berbalik berlawan arah dengan Naomi yang berjalan keluar pintu. Setelah sampai di depan ruangan Milka, Ia menyenderkan dirinya pada bangku panjang yang terbuat dari alumunium, tubuhnya lemas sambil memegang kalung milik Naomi.
"Mas Dino!" Sapa Suster Santi. "Mas jangan sedih, saya siap kok dengerin kalau kamu mau cerita." Ucap Santi mencoba mendekati Dino. Santi menyentuh pundak Dino dan meletakkan tangan kirinya diatas tangan suster. Melihat sikap Dino yang hangat, ia menangkap adanya kesempatan padanya dan menyukainya. Santi memberanikan diri untuk meletakkan kepalanya dipundak lelaki impiannya itu namun Dino tak bergeming, diam saja. Hatinya semakin senang, dia tersenyum manja.
Kenapa kamu melakukannya? Tak bisakah kamu hanya memilikiku? Mengapa aku harus bersaing untuk mendapatkan dirimu bukankah kau bilang cinta padaku? Sejak kapan Nom kekosongan itu diisi olehnya?
Dino langsung teringat dengan peristiwa ketika mereka berdua masih di Inggris. Naomi sering melakukan hal yang sama. Saat itu ketika musim dingin, Dino mengajak Naomi berkumpul bersama teman-temannya. Suara ponsel Naomi berdering dari seseorang bernama Bento dan secara tidak sengaja ia melihat Naomi mengetikkan sesuatu kepada lelaki itu bahwa ia akan segera menemuinya. Setelah mengirimkan pesan itu, Naomi langsung terburu-buru meninggalkannya bersama teman-temannya tanpa memberi tahu siapa yang akan ditemuinya. Wajah Naomi sangat bahagia sambil membetulkan pakaian dan topi yang dipakainya. Hal tersebut bukanlah kebiasaan Naomi.
Kejadian serupa juga terjadi saat Dino sedang tanding basket. Naomi adalah kekuatan baginya, Setiap kali Dino dia akan menoleh padanya untuk mendapatkan energi positif. Namun beberapa kali, ia melihat kekasihnya itu menerima telepon dan langsung meninggalkan tas basketnya di bangku penonton lalu pergi.
Dihari selanjutnya, Dino baru saja keluar dari ruang kelas dan melihat Naomi sangat sibuk dengan tugas yang dibawanya.
"Nom, Nomi, Naomi" peluk Dino dari belakang lalu mencium kedua pipinya.
"Hey" ucap Naomi membalas. "Udah selesai kelas?" tambahnya. Dino hanya membalasnya dengan senyum.
Ketika, Naomi sedang melakukan pentas tari kontemporer. Ia melihat dari jauh Gilang juga ada disana.
"Senang banget bisa ketemu banyak orang Indonesia No." Peluk Naomi.
Disebuah Cafe dekat kampus, Naomi sibuk dengan tugasnya. Buku-buku bertumpuk disisi kanannya. Dino lalu mengintip tugas Naomi.
"Nom, It's yours?" Tanya Dino.
"Yes, Din" Balas Naomi tak melihat kearahnya karena sibuk menulis beberapa rumus.
Ini kok tugasnya sama persis seperti yang aku berikan minggu lalu ke kelas B, kok ada di naomi? batinnya.
Dino memeriksa kelanjutan kertas dibelakangnya dan menemukan nama Gilang tertulis diatas cover berwarna merah yang siap untuk di jilid.
"Nom? kamu bantuin tugasnya Gilang?" Naomi langsung menatap Dino sambil tersenyum.
"Nomi ini tugas aku yang kasi ke kelas B? tapi kamu kok bisa dekat sama dia, kayaknya aku cuman kenalin sekali waktu aku tanding, sejak kapan kamu dekat sama dia?" tanya Dino bertubi-tubi
"Dino bantu itu gak ada yang larang?" balas Naomi pada Dino. Dino menarik tangan nomi, "Aku mau makan lapar, kantin yuk?".
"SORRY, aku gak bisa, maaf ya" Naomi langsung meninggalkannya begitu saja. Dino melihat tangannya yang baru saja dilepas Naomi dengan heran. Gak biasanya kamu melepaskan tangan aku, biasanya kamu yang selalu gandeng tangan aku duluan, apa sih yang kamu sembunyikan? Sudahlah dia pasti cerita, dia tidak pernah berbohong padaku.
Mungkinkah saat itu? Kamu mulai berpaling dariku? Kenapa? Sampai kapan kamu terus bersamanya Naomi?
"Hi, suster ngapain kamu disini?" Bentak Sella pada Santi. Dino kaget mendengar bentak Sella, dan terkejut melihat Santi duduk disebelahnya, merangkul tangannya. Santi tersenyum padanya dan dia pun membalas, senyum bingung. "Sejak kapan suster santi disini? Aku pikir Naomi."
"Hmm, udah Sella, gak usah berantem kasian suster santi diliatin yang lain, udah kita balik aja, suster udah selesai kasi obat ke Milka?" tanya Dino. Santi mengangguk berada diatas angin.
Selama hampir 1 minggu, Dino terus melihat kearah jendela, terkadang kearah pintu berharap Naomi akan datang. Dia memang membencinya disisi lain dia juga merindukannya.
"Kenapa sih kak, gak ditelepon aja?" Milka menyodorkan ponsel Dino kepadanya. Dia masih menolak dan enggan untuk menelepon, "Udahlah kak ini hubungi dia" Paksa Milka.
"Jangan paksa aku! aku tak ingin menghubunginya!" Dino membentak Milka.
"Aku tahu kak rasanya, aku juga menunggu kabar dari Bobby tapi dia tidak pernah menghubungiku"
"Bobby, adiknya Sammy, teman kamu kecil itu yang kamu kerjain? Sekarang pacar kamu?"
"Iya kak, sorry ya gak kasi tahu, soalnya pasti kakak ngelarang" Jawab Milka malu. Dino tersenyum tangannya mengacak rambut milka,
"Bandel ya, tapi gak papa, kamu perlu merasakan indahnya cinta pertama, selama kamu bisa Milka" balasnya lagi.
"Duh adik kecilku lagi jatuh cinta, dimana Bobby sekarang?"
"Aku udah putus karena aku salah paham kak, aku menuduhnya berselingkuh dari aku, padahal sebenarnya temanku Karina yang telah berbohong, dia marah dan pindah ke Bandung dan aku gak tahu dia dimana?" Milka memperlihatkan fotonya bersama Bobby pada Dino. Milka tertawa dan bahagia setiap menceritakan cerita dibalik setiap foto.
"Kamu bahagia?" elus Dino. Matanya sedih melihat rambut milka rontok ditangannya, dia cepat-cepat membuangnya kedalam plastik makanan yang ada. Dia duduk dan enggan untuk mengelus rambutnya lagi, perubahan sikap ini dipertanyakan milka dengan polos, kenapa? sambil memberikan sisir.
"Ayo sisirin aku biar cantik, ayo kak, kok diam aja, biasanya kakak yang mau nyisirin rambut aku, sini deh biar aku yang sisir sendiri!" ucapnya kesal
"Eh, jangan biar kakak aja, sini" Dino, mulai menyisirnya dengan perlahan, hidung dan mukanya mulai merah, sebisa mungkin dia menahan tangisannya, tangan kirinya menahan rambut milka dan kanannya menyisir rambut milka hanya di tengah batangnya.
Tuhan, aku mohon jangan biarkan hal ini cepat terjadi, dia baru saja jatuh cinta, merasakan hal indah yang kau berikan, jangan biarkan dia sakit, jangan biarkan dia berduka, biarkan dia merasakan hal yang bahagia diusianya sekarang.
"Kak, nyisirnya yang keras dikit dong, biar rapih" dia merebut sisir itu dan membalikan badannya, dino refleks menghadapkan wajah milka menghadap padanya, dirapihkannya rambut hitam milka yang terurai kebelakang kupingnya.
"Adik kakak cantik bahkan saat gak sisiran, oke." Dino mencubit pipinya, dan mencium hidung Milka.
"Kak milka mau muntah, mual, ini pasti gara-gara kemarin deh kak, pasti setelah dikasi obat itu milka jadi suka mual dan gak enak badan kak" Dino merasa teriris mendengar apa yang diceritakan adiknya.
Dino mengelap muka milka dengan tissue, "Sekarang tutup mata kamu, kakak tiup, sekarang sakitnya udah dibagi dua sama kakak" diakhiri dengan kecupan di rambut milka.
"Ihh.. bau" Ledek Dino, Milka kesal dengan ledekan dino. Milka mencoba mengerjai Dino namun tiba-tiba suster datang dan mengantarkan makan siang yang dibuatnya untuk Dino, dan makanan rumah sakit untuk Milka
"Siang, ini saya bawain makanan sama saya mau sampaikan kalau Mas Dino dipanggil dokter, ada tambahan obat dan persiapan buat besok" ucap santi sambil coba bersikap manja pada dino
"Makasih suster makanannya, suster jago juga ya masak, hampir 1 minggu bawain makanan terus, nanti saya makan ya, oh iya panggil saya dino aja gak usah mas, saya kan gak pernah nikah sama kakaknya suster, mil kakak ke dokter dulu ya" Dino juga tersenyum pada Santi yang membuatnya meleleh.
"Suster suka ya sama kakak saya, dia udah punya pacar loh, udah tahukan pacarnya namanya Naomi" ucap milka tak senang begitupun santi juga tak senang. Ini milka bukan dukung, jelas-jelas hubungan kakaknya bentar lagi bakal bubar masih aja membela orang itu, mending aku kemana-mana. Santi lanjut dengan berkhayal tentang dia yang jalan-jalan bersama dengan Dino.
Milka mulai merasa bosan, dia mencoba menghubungi Bobby tapi selalu di reject, dia bingung apa yang harus dia lakukan agar bobby mau memaafkannya. Menghubungi temannya adalah hal yang tidak mungkin, karena ini masih jam sekolah.
"Aduh mau ke WC dulu" saat di WC dia mengambil sisirnya dan menyisir ulang rambutnya, saat asik menyisir, gerakkannya terhenti saat rambutnya rontok dan jumlahnya cukup banyak. Diambilnya dan memandangi rambutnya, mengelusnya.
"kok rontok? tadi pas disisir Kak Dino gak rontok, pas aku sisir sendiri kok rontok ya? ahh paling efek aku sakit aja belakangan ini, aku harus cari kak Dino sekarang ampe satu jam gak balik-balik"
Dia berjalan keluar sambil mendorong tiang infusnya, lorongnya terlihat sepi karena ruang tempat inapnya, ruangan khusus VVIP, jadi jarang orang yang berlalu lalang di sana. Dari kejauhan dia melihat Dino dan papanya serta ibunya sedang berbicara dengan dokter. Dia berjalan semakin dekat namun dirinya tertahan oleh kenyataan yang membuatnya sakit,
"Semakin lama semakin menyebar, menemukan pendonor sum-sum tulang belakang yang tepat adalah solusi saat ini selain obat-obat dan kemoterapi, dino bagaimana keadaan Milka, mual dan pusing itu gejala yang wajar, kamu harus jaga Milka ya" mereka masih melanjutkan omongan mereka sementara Milka bergerak menjauhi mereka, kakinya lemas dan sulit untuk digerakkan.
Aku sakit, sakit kanker? sum-sum tulang belakang, leukimia? aku akan meninggal? Kak Dino, mama, papa, Bobby, kak Naomi. Milka masuk ke kamar mandi dan mengelus rambutnya, rambutnya rontok dan memenuhi tangannya, semakin dia elus semakin rontok, air mata tak tertahankan diujung matanya, dia menangis dengan histeris sambil menyenderkan dirinya di pintu. Dia berteriak histeris
"Gak aku gak mau sakit, gak aku gak mau, ini semua salah, jahat gak adil, semua gak adil, Bobby, Kak Dino, papa, mama. Aku yakin semua salah, semua yang aku dengar salah, salah!!!!!!" Namun semuanya berkebalikan kenyataannya dia memang sakit saat dia melihat rambut yang rontok itu.
Dino benar-benar stress dan pusing dengan semuanya, dia mencoba menghubungi naomi berkali-kali namun tidak ada jawaban darinya.
"Naomi angkat deh, itu dari siapa?" Ucap Gilang sambil melepaskan pelukannya dan mengusap air mata naomi.
"Dino" saat Naomi ingin mengangkatnya ponselnya mati, low battery. Gilang lalu memeluknya dari samping sambil mengusap rambutnya, sementara Naomi masih menangis.
"Kalau kamu nangis terus, kerajinannya gak akan jadi Nom." Ucap Gilang.
"Permisi, Milka" panggil seseorang yang asing. Milka keluar setelah menghapus air matanya. Sesosok pria tampan berdiri didepannya, bunga dan buah ada ditangannya. "kakak siapa?"
"Aku teman kakak kamu dan juga Naomi, aku datang mau kasih kamu ini buah kesukaan kamu sama bunganya, Naomi kasi tahu aku, dia lagi di kantin, nanti juga kesini"
Naomi kamu dimana sih, kenapa gak diangkat, aku butuh kamu disini, kamu dimana dan lagi ngapain.
"Pa, mungkin Tante Nisya, punya kecocokan dengan milka" ucap dino didepan dokter tadi
"Gila kamu, papa gak mau berurusan lagi dengan wanita mata duitan itu" ucap Hendrik sinis.
Dino terdiam, dia tahu berhubungan dengan wanita itu akan membuat hati mamanya sakit apalagi jika tahu latar belakang Tante Nisya yang adalah sekretaris Hendrik yang mencoba menggoda papanya dengan cara bersedia menjadi ibu pengganti hanya karena uang setelah itu dia meminta uang sebagai imbalan dan tak ingin melihat muka anaknya sama sekali.
"Naomi! nao-mi kamu dimana, aku membutuhkan kamu" Dino tak lagi bertenaga untuk bangkit.
Disaat melihat Dino terpuruk seperti itu, Santi mendekat. "Din, kamu masih punya aku kok". Dino menatap Santi, matanya basah dengan air mata, pipinya juga. Santi menyeka air mata itu dan duduk disebelahnya. Dino langsung memeluknya, "apa yang harus saya lakukan suster, adik saya, sakit sus, sakit!" Dino menangis di pelukan Santi.
"Hatiku juga dino sakit melihat air mata kamu, kesedihan kamu dan juga pelukanmu bersama dengan suster itu." Ucap Naomi.
Santi mengelus rambut Dino. Dino menghempaskan tubuh Santi darinya, "Maaf suster, saya kembali ke kamar milka, makasih sudah menemani saya" Dino pergi tanpa menoleh.
Meskipun begitu santi tambah senang dan mendapatkan kesempatan yang semakin besar. Dino berdiri tepat didepan pintu ruangan milka, awalnya ragu namun dia berusaha untuk tegar, dia sangat bahagia mendengar tawa milka dari pintu depan, "Pasti Kak Naomi yang kasi tahu" milka tertawa lucu
"Kamu!! ngapain kamu disini!!" Dino emosi dan langsung meninjunya, milka berusaha melerai namun dino semakin keras menghajarnya. "Dino!!" teriak Naomi mengambil bantal lalu memukul Dino dari belakang.
"Naomi! kamu bela dia?" tatapan Dino kecewa, "kamu pukul aku demi dia?"
"Kak ada apa dengan kak gilang?" tanya Milka bingung
"STOP JANGAN SEBUT NAMANYA!!" Dino semakin marah,
"Naomi, kamu yang ngajak dia kesini?" Dino berdiri dan menatap Naomi tajam. Tatapan yang tajam, menakutkan, kekecewaan, sakit hati menjadi satu dan tergambar lewat muka dan mimik Dino yang tajam. Bantal itu terlepas dari tangannya, Dino membawanya keluar dan mendorongnya ke tembok "Nao-mi, kamu bawa dia? jawab, Naomi jawab!!" bentak Dino.
"Iya! dia mau liat milka" Jawab Naomi
"Iya, kamu masih bisa bilang iya, liat milka!! kamu keterlaluan ya, aku gak tahu kalau kamu seperti ini orangnya, mudah dan gampang, bisa-bisanya kamu bawa selingkuhan kamu kesini!!!" bentaknya
"Apa selingkuhan???" teriak Hendrik.
"Kak Gilang selingkuhan Kak Naomi?" ucap Milka kaget
Dino melepaskan tangannya, dia tak tahu harus berkata apa, semua orang tahu, sementara naomi pasrah menerima semuanya. Dia hanya menatap dino yang terpukul, milka yang menangis dan gilang yang terluka. Hendrik langsung menamparnya dan ingin menamparnya lagi, namun dino mencegahnya, "Jangan Pa" Pinta Dino
"Cewek miskin ini berselingkuh dibelakang kamu? sama laki-laki ini? dari awal papa memang tidak menyetujui hubungan kalian, dia hanya perempuan dari kelas rendah yang tak pantas untuk kamu, wanita seperti ini yang terus kamu pertahankan? jawab Dino!" Hendrik menampar anaknya.
"Iya" jawab Dino.
"Kamu pergi sekarang, bawa selingkuhan kamu! cepat!!" usir Hendrik kasar
"Mulai hari ini kamu tak ada hubungannya lagi dengan Dino atau keluarga Bratayudha, pergi kamu!!" Naomi menangis dan tak mengatakan apapun, dia menyesal pernah melakukan itu.
"Pa, Dino gak mau putus dari Naomi." Ucap Dino lalu Hendrik menamparnya.
"Bodoh kamu! Sadar! Perempuan yang tukang selingkuh sampai kapanpun akan selingkuh!" Teriak Hendrik.
Dino dan Naomi sama-sama menangis, hati mereka sama-sama sakit. Ratih dan Milka langsung memeluk Dino, sementara Hendrik pergi meninggalkan semuanya. Reihan dan Sella terlihat senang melihat ini semua dari kejauhan.
"Apa yang terjadi pada kedua anakku? Kenapa semua jadi begini, dino melakukan segalanya demi Naomi, kenapa dia harus mengkhianati anakku, kenapa? dasar cewek jahat!" amarah memuncak di kepala Hendrik.
"Kenapa Nomi, kenapa harus dia yang kamu pertahankan saat aku juga mempertahankan kamu selama 5 tahun meskipun aku tahu kamu telah membagi cintamu?" Ucap dino sambil menyetir mobilnya
"Sorry, kamu harus putus dengan dia karena aku" Ucap Gilang
"Gak, seharusnya aku yang memutuskannya lebih dulu, aku yang tidak tahu diri, aku mencoba mendapatkan hatinya bahkan saat aku telah merebut hal yang seharusnya menjadi kebahagiaan kami bersama" Ucap Naomi menyesal, sambil memandang fotonya dan Dino.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments