AKU YANG TANGGUNG

Dino bangun lebih siang dari biasanya karena ia pulang larut malam. "Den, Dino baru pulang?" Bi Tina tak sengaja melihatnya masuk rumah sambil membawa jas di tangannya. Sangking lelahnya, Dino hanya bisa mengangguk kepada Bi Tina, dan menanyakan di mana Ratih dan Hendrik. Apakah meraka ada di Indonesia? Tanyanya.

"Pagi Ma, Pa." Sapa Dino pagi ini.

"Pagi Kak Dino!" Teriak Milka langsung memeluk Dino.

Pagi harinya, Dino terlihat lemas. Ia mengatakan bahwa belakang ini ia sulit sekali makan, mungkin karena asam lambung. "ahhh! Masa kak.. Jangan-jangan .."

Ratih langsung memotong pembicaraan itu, ia tidak ingin pembicaraannya mengarah ke hal lain. " Sudah, Milka kamu jangan ledekkin Kakakmu terus." pintanya menyuruh Milk segera memakan sarapan dan pergi ke sekolah. Hari ini ia ujian, dan dokter sudah mengijinkannya ke sekolah. Mungkin, dia akan jauh lebih baik jika dia masuk ke sekolah. "Ma, yakin Milka sudah bisa ke sekolah?" celetuk Dino mengoleskan coklat ke atas rotinya. Sementara itu, Bi Tina datang dengan membawa asinan buah mangga yang baru saja ia beli dari pasar. Sekali, mencoba langsung buat ciut, asam sekali kata Ratih.

Lalu, Bi Tina menawari Dino. Awalnya dia enggan tapi setelah melihat asinan itu, tiba-tiba ia menginginkannya. Dengan ekspresi dingin tapi mau, ia meminta bi Tina menaruh makanan itu di dekatnya. Sedikit demi sedikit dan ia malah ketagihan. Bi Tina, dan pembantu yang ada di rumah kaget melihatnya. Pasalnya, Dino orang yang sangat pembersih dan tidak pernah makanan luar kecuali di tempat yang sudah pasti bersih dan mahal. Tidak hanya Bi Tina, Ratih pun demikian, ia melihat perubahan anak lelakinya itu. Dua hari yang lalu, teman arisannya memberi tahunya jika Dino makan di pinggir jalan. Dino sangat anti makan di pinggir jalan. Terbesit muncul pikiran itu, apa mungkin Dino mengalami gejala kehamilan. Tidak! Tidak mungkin sampai sejauh itu.

"Dino tidak mungkin melakukan itu dengan Naomi. Selama ini Dino dan Naomi sedang merenggang. Dino juga tidak mungkin ceroboh." ucapnya dalam hati. Tidak! Tidak mungkin, Dino bukan anak seperti itu ucapnya lagi mencoba menepis segala pikirannya.

Ratih lalu meminta, Bi Tina membawakan lauk untuk sarapan mereka. Bi Tina, meminta Tini untuk mengambilnya.

"Mas Dino, pagi ini bibi masak makanan kesukaan den Dino. Bawal team bawang putih." Bi Minah langsung membuka tutup saji. Makanan ini adalah kesukaan Dino, tetapi tiba-tiba tuan muda itu menutup rapat hidung dan mulutnya. Seperti orang yang kebauan. Ia membentak Tini anak Bi Tina. Tini ini sudah mengagumi Dino sejak awal masuk ke rumah keluarga, Bratayudha. Dia mencoba menggoda Dino, mukanya memang cantik, ia juga kembang desa.

"Maaf Den Dino.." ucapnya.

Dia merasa mual mencium bau makanan itu. apalagi setelah mencium bau aroma minyak wangi Tini saja ia mual. Akibatnya, ia meminta Tini jangan dekat dengannya dan melarangnya membersihkan rumahnya. Tini shock mendengar itu dan langsung masuk meninggalkan Dino dan keluarganya.

"Bi, bawa pergi!" Pinta Dino. "Aku mual Bi, nyium baunya." Dino langsung ke kamar mandi tapi dia ingat Adam berkata bahwa dia baik-baik saja.

"Dino itu aneh, sakit kok kayak orang hamil aja." Celetuk Hendrik di meja makan. Dino masih tidak menyadari dan makan seperti biasa. Ia juga memesan manisan itu pada Bi Tina dan memberinya Tips yang cukup besar. "Den Dino mau mangga lagi? khusus mangga aja." tanya Bi Tina lagi dan Dino mengangguk bahkan menyuruhnya segera pergi. Hendrik dan Ratih hanya terdiam dan menggeleng, Dino masih saja tidak sadar, tetapi Ratih semakin yakin. Ciri-cirinya, sama seperti waktu Hendrik dulu.

"Pa, ma aku berangkat duluan." sebelum Dino naik ke mobilnya. Ratih memanggilnya, ia menanyakan tentang hubungan Dino dan Naomi sejauh apa, ia juga tidak segan menanyakan Dino apakah ia pernah menyentuh Naomi. Mendengar itu, Dino kaget dan serba salah menjawabnya. "Ma, Dino gak mungkin se ceroboh itu" balasnya mencoba menenangkan Ratih. Tapi Ratih, mengatakan pada Dino jika apa yang dia alami sama dengan Hendrik waktu ia mengandung Dino. Dino tiba-tiba tertawa, "Ma. Gak mungkin. Naomi gak bilang apa-apa ma. Gak mungkin, hal sebesar itu Naomi gak bicara. Ma, aku duluan ya..." ia mencium sang ibu.

Dalam perjalanan ia sempat berpikir tentang apa yang di bicarakan Ratih. Tetapi seingatnya terakhir kali menyentuh Naomi, ia selalu menjaga agar hal itu tidak akan terjadi. Jadi, ia langsung melupakan topik ini dan tidak jadi membahasnya dengan Naomi. Ketika ia sampai di lapangan proyek dan berdiskusi dengan mandor di sana. Naomi tiba-tiba saja meneleponnya.

"Dino, kamu dimana?" tanya Naomi di telepon

"Aku lagi di proyek Nom. Ada apa?" Balas Dino.

"Kita bisa ketemu Din?" Pinta Naomi.

"Kamu nangis Nom? Kenapa? Hari ini gak bisa Nom. Sore ini aku harus terbang ke Jepang. Kamu tahukan jadwal aku." Balas Dino dingin.

"Sebentar aja, Dino." Pinta Naomi.

"Gak bisa Naomi. Aku tutup ya, aku lagi di proyek." Dino mengakhiri panggilan itu dan melanjutkan diskusinya dengan tim pembangunan. Sementara Naomi hanya bisa terdiam sambil perlahan meletakkan ponselnya dan testpack ditangan kirinya, hasilnya positif.

Naomi sangat bahagia, di dalam rahimnya ada Dino junior yang selalu dia harapkan. "Nak, tumbuh yang sehat ya." Usapnya. "Dino, kamu akan jadi seorang ayah."

"Kita akan ketemu papa kamu 5 hari lagi setelah papa pulang dari Jepang. Semoga hubungan mama dan papa bisa lebih baik setelah ini ya."

"Kamu pasti akan sangat bangga memiliki ayah seperti papa kamu. Namanya Dino Bratayudha."

Di proyek, Dino tiba-tiba merasa mual dan muntah-muntah. Ketika sedang bicara, ia merasa mual. "Pak Dino ada apa? Apa kita istirahat dulu?" Tanya salah satu mandor di proyek.

"it's ok. Gak masalah." Dino membersihkan mulutnya.

Rasa mual ini semakin menjadi-jadi, setiap dia mencium bau yang aneh dia selalu muntah dan dia suka sekali dengan Taro. Dia adalah pembenci Taro sejati. Menyadari kejanggalan itu dia memeriksakan dirinya pada Adam.

"Dam, gimana?"

"Kalau gw check, semua ok dan baik-baik saja. Keluhan dan kebiasaan mungkin cuman karena selera makan Lo yang meningkat." Balas Adam tersenyum.

"Dam, Aku selalu mual di pagi hari, setiap cium bau bawang dan aku jadi mual kalau makan-makanan yang berkuah. Aku jadi susah makan." Keluh Dino.

"Sorry, Dino. Sudah berapa lama Lo mengalami gejala ini? Kapan terakhir kali Lo menyentuh Naomi?"

"Kamu gila ya bertanya kayak gitu."

Dino! Dino! Jelas-jelas, Lo sedang berbagi sama Naomi. Jelas Lo akan jadi ayah. Ucapnya dalam hati, tapi ia tidak ingin mengambil kesimpulan tanpa bukti bahwa memang hipotesisnya benar.

"Ok! Relax dan istirahat, Din. Semua akan lebih baik." Ucapnya sebelum menyuruh Dino pulang. "Kita liat 2 Minggu ke depan."

Gejala Dino makin terasa, dia mulai mengalami ngidam yang membuatnya merasa aneh. Ia menyukai hal yang dia benci dan menjauhi apa yang selama ini jadi favoritnya. Di rumah, Hendrik melihat dia muntah di pagi hari. Ia juga mulai curiga.

"Din, kamu yakin gpp?" Tanya Hendrik. "Kamu perlu gak ke dokter, kamu sering banget mual dan muntah"

"Pa, Dino udah ke dokter. Adam bilang gak ada masalah." Jawabnya heran dengan kondisinya.

Sebelum pulang kerja ke rumahnya, Dino selalu mampir untuk berkunjung ke Penthouse. Naomi sudah pindah ke tempat yang lebih luas dan dekat dengan kantornya.

Ia perlahan-lahan membuka pintu dan melihat Naomi tertidur di sofa dengan TV menyala. Di tangannya ada buku tentang baby, Buku Nama-Nama Bayi.

"Nom-nom, kamu sangat menginginkan seorang bayi?" Bisik nya. Lalu mengangkat Naomi dan membaringkannya di kasur. Diapun langsung menganti pakaiannya dan tidur disebelah Naomi. Naomi lalu memeluknya dari belakang. "I Miss You, Dino. Aku gak ada apa-apa dengan Gilang." Ucap Naomi saat mengigau. "Iya, Naomi " Jawabnya.

"Good Morning, Dino." Sapa Naomi yang sangat bersemangat serta membawakannya segelas juice untuk diminumnya. "Minum dulu air putihnya lalu juice ini. Baik untuk kamu. Kamu pagi ini jadi main golf sama Pak Bima dari Starver Corp?"

"Morning Naomi." Dino mencium keningnya. "Jadi dong, kamu mau ngomong apa kemarin ke aku?" Tanya Dino.

"Aku akan kasih tahu kamu setelah kamu pulang dari Jepang."

"Sure." Balas Dino

"Aku udah persiapkan semua yang kamu perlukan, baju kamu, dll. Safe flight ya Dino." Naomi memeluk Dino. Dino merasa risih karena Naomi tidak pernah melakukan ini sebelumnya.

"Kamu kenapa Naomi, Sikap kamu aneh banget." Balasnya. Tiba-tiba dia mual di depan Naomi. Naomi hanya tersenyum melihat Dino. Pasalnya, dia sama sekali tidak merasa mual.

Hari berganti hari, Naomi dengan bahagia menjalankan kehamilannya. Ia mengonsumsi makanan terbaik dan membeli beberapa baju bayi yang lucu. Dia memberi nama bayinya Domi junior. Dino dan Naomi Junior.

"Domi, hari ini kita akan kasih tahu papa kamu. Dia pasti senang." Balas Naomi. Ia turun dari mobilnya dan melangkah masuk ke gedung kantor tempat Dino hari ini akan mengadakan meeting tahunan. Semua karyawan dari seluruh cabang akan datang dan mendengarkan Dino. Dino tiba disana dengan pakaian profesional, diikuti oleh Bu Sari di belakangnya. Sejak, tiba di Indonesia ia belum menghubungi Naomi. Ia ingat Naomi ingin mengatakan sesuatu padanya, setelah ia tiba dari Jepang. Sesekali ia mengecek ponselnya, dan berniat menghubungi Naomi namun ia urungkan. Rasa rindu yang tak bisa dia ungkapkan karena kejadian masa lalu. Masa lalu yang masih terikat dalam hatinya.

"Silahkan Pak.." ucapan Sari membuatnya sadar. Ia maju dan memulai presentasinya bersama dengan direktur lainnya. Termasuk juga Hendrik di sana.

Naomi, masih menunggu lift turun menjemputnya. Dia sangat berjaga-jaga, kalau liftnya penuh, dirinya orang pertama yang mengalah. "Silahkan bu.." ucapnya. Setelah lift kosong, baru ia naik. Hatinya sangat berbunga-bunga. Ia turun di lantai 24 dan harus naik tangga menuju ke convention center karena lift khusus menuju ke lantai 24a sedang dalam proses perbaikan. "it's ok domi. Kita naik pelan-pelan." ucapnya sambil mengelus perutnya. Ia mulai melangkah melewati anak tangga satu demi satu dengan sangat hati-hati. Akhirnya. pucuk dicinta ulam pun tiba, Ia melihat Dino keluar dari hall. Ia sedang berbicara dengan salah satu karyawan di depan hall itu. "Dino!" Sebutnya sambil melambaikan tangan. "Dino!" Panggilnya lagi.

Dino menoleh namun seseorang tak sengaja menyenggol Naomi hingga ia terjatuh di tangga. Didepan matanya ia melihat Naomi terjatuh terguling di anak tangga. Dino kaget dan hatinya langsung tidak karuan, kuatir, sesak, dan takut. Rasanya aliran darahnya berhenti, lemas menderanya. Ia langsung berlari. Semua orang juga mendekat dan melihat dari tralis besi penyangga.

"Nomi.." Dino langsung lari menuruni anak tangga menghampiri Naomi. Ia sudah tergeletak, meringis, meraba perutnya. Dia memeluk Naomi, semua orang menonton kejadian itu. Ida, orang yang tak sengaja menabrak Naomi juga ketakutan. Dino sangat marah, mukanya sampai merah. Dia menatap Ida, "Kamu jangan lagi muncul di hadapan saya." ucapnya.

Sementara Naomi terus meringis kesakitan. Melihat Naomi seperti ini merobek hatinya. "Cepat panggil ambulance!" Teriaknya kepada semua orang.

"Naomi!" Panggil Dino. Ia terus mengeluhkan sakit pada bagian perutnya. Ia tak lagi bisa menahannya.

"Dino, perut aku sakit, Please! selamatkan anak kita." Ucapnya parau. Bagai tersambar petir mendengarnya sementara tangannya sudah penuh dengan darah yang mengalir memenuhi tangannya dan juga celananya.

"Naomi, kamu .... pendarahan! Panggil supir saya, cepat apa yang kalian lihat! Panggil supir saya dan siapkan mobil!" Bentak Dino panik. Ia memeluk Naomi dalam pelukannya. "Hangat sekali pelukan ini." Ucap Naomi sudah lemah.

"Kamu ngomong apa sih Naomi." Jawab Dino. Dia langsung mengendong Naomi dan menidurkannya di atas pahanya. Naomi terus mengerang kesakitan.

"Nom, sabar ya. Sebentar lagi kita sampai. Pak Beben cepat dong. Ngebut pak!" Perintah Dino. Jalanan terpantau macet, dan stuck. Dino semakin gelisah, Naomi semakin menggenggam tangannya dengan erat. Ia melihat ke arah jalan yang sangat ramai. "Pak berhenti di pinggir." titahnya.

"Tapi den, rumah sakitnya masih di depan.." ucap Pak Beben. "Saya bilang, berhenti... Pak Beben Stop!" bentaknya. Dia langsung keluar mengendong Naomi. Ia sudah melihat rumah sakit itu. Digendongnya, Naomi yang sudah lemas. "Naomi sabar ya... bentar lagi kita sampai." ia berlari sambil mengendong Naomi. Disepanjang jalan, semua orang melihat mereka.

"Tolong!" ucapnya di dalam IGD. Menidurkan Naomi di ranjang pasien. Ia segera menghubungi Adam. "Dam, tolong Naomi." Dino memohon pada Adam untuk menyelamatkan Naomi. "Dam, Lo liat baju aku udah penuh dengan darah Naomi. Dia kesakitan!" Tambahnya. "Selamatkan dia Dam. Please! Aku mohon. Aku akan bayar berapapun uangnya. Asal kamu bisa selamatkan Naomi."

Adam langsung membaca laporan awal Naomi, dia kaget mengetahui Naomi sedang hamil. "No, Naomi dia hamil. She is pregnant, 12 weeks" Ucapnya menjadi pukulan besar untuk Dino. Dino tak percaya, dia mengambil laporan itu dan membacanya. Tangannya gemetar, ia teringat Naomi meminta waktu untuk bicara dengannya dan akan menyampaikan sesuatu setelah dia pulang dari Jepang. "Jadi ini yang mau dikatakan Naomi kepadaku ?"

"Dam, selamatkan anak dan istri aku." Ucapnya tak banyak berpikir. Tangannya masih gemetar. Ia shock, otaknya kosong. Dia gak mampu berpikir apapun. Rasanya semua kosong dan berhenti.

"Dino, aku akan berusaha semampuku. Aku masuk dulu ya. Kamu tenang ya." Diluar Dino merebahkan dirinya di bangku. Dia berdoa demi keselamatan Naomi dan anaknya.

"Dino." Ratih datang lalu memeluknya.

"Ma, Naomi di dalam." Ucapnya tak kuat lagi menahan tangisnya." Ratih memeluk anaknya memberikan kekuatan.

"Pak Dino, ini tadi tas Bu Naomi." Ucap Bu Sari satu karyawan yang datang untuk mengantarkan tas Naomi dan juga baju Dino yang baru.

"Terima kasih, Bu Sari." Dino menerimanya lalu membukanya. Ia melihat sebuah kotak tertulis untuk Dino. Ia memberanikan dirinya setelahnya air mata Dino pecah. Ia melihat hasil testpack bergaris dua didalam kotak itu lalu ada beberapa fotonya dan Naomi serta hasil USG pertama Naomi. Terdapat juga surat yang menuliskan, "You will be the best father ever."

"Ma, Naomi hamil ma. Naomi hamil anak Dino." Ia menangis tak karuan. "Naomi." Panggil Dino terus. Sementara Ratih yang shock, juga menyesal mengapa tidak dari awal di mendorong Dino untuk memeriksakan Naomi. "Cucu mama Dino.." ia juga menitihkan air mata, mereka sama-sama menangis.

****

Setelah melewati pemeriksaan, Naomi akhirnya keluar sambil berbaring di tempat tidur pasien, dia masih mengeluhkan sakit. "Nom, kamu akan baik-baik saja. Aku akan tetap disini untuk kamu." Dia memeluk Naomi untuk menguatkannya.

"Dino jangan tinggalin aku." Ucap Naomi sambil menangis.

"Din, aku perlu tanda tangan kamu. Bayinya tidak dapat diselamatkan. Naomi keguguran." Adam menyodorkan sebuah papan dengan kertas terjepit diatasnya, persetujuan abortus.

Dino menatap Adam dengan ekspresi sedih, dia tak ingin menandatanganinya. Dia terus menggelengkan kepalanya sambil membaca isi surat itu. Namun, Adam meyakinkannya ini jalan terbaik.

"Dino jangan.." Naomi memegang tangan Dino. Dino mencoba untuk kuat. Ia harus kuat untuk Naomi. Ini adalah saat terberat untuk memilih dan memutuskan.

"Naomi, kita harus relakan dia. Aku janji kita akan punya anak lagi." Dino mengambil papan itu.

"Aku benci kamu jika kamu melakukannya, Dino!" Naomi melihat Dino, menarik bajunya tapi ia tetap menandatangani surat itu dengan tangan bergetar. Naomi terus berkata ia membenci Dino, memukulnya.

"Dino, I hate you!" Teriak Naomi mengiris hati Dino. Dia terdiam saat Naomi dibawa masuk ke dalam ruang operasi. Setelah Naomi masuk ke Ruang Operasi, Dino menangis di tangga gawat darurat sambil melihat foto USG bayinya. Mendekapnya erat dalam pelukannya.

"Maaf, nak. Papa gak bisa melindungi kamu. Papa sayang kamu dan mama. Maaf papa gak tahu ada kamu di rahim Nomi." Ucapnya Aku harus kuat demi Naomi. Dia menangis sendirian, menahan semuanya sendirian. Dia bahkan tidak berbagi kepada siapapun. "Naomi, I'm sorry.." ucapnya lagi menangis terisak-isak.

Setelah operasi selesai, dan Naomi dipindahkan ke ruang rawat. Dino setia berada di sampingnya, merawatnya dan menemaninya menunggu Naomi sadar setelah proses yang berat itu. Ia mengelus rambut Naomi. "Semua akan lebih baik kedepannya Nom."

Perlahan Naomi membuka matanya. "Naomi, kamu udah bangun Nom?" Belai Dino. "Nom, mana yang masih sakit?" Dino memeriksa semuanya. Namun, ia menghempaskan tangan lelaki itu, dia meminta Dino untuk keluar. Dia tidak ingin bertemu Dino lagi. Meski sakit, Dino tetap bersabar. Ini pasti akibat apa yang dia ambil.

Naomi meraba perutnya, "Dimana Domi, anak aku. Kamu jahat! Pergi kamu Dino! pergi kamu. Aku gak mau ketemu kamu dan jangan sentuh aku!" Ucap Naomi. Naomi mengusir dan mendorongnya. Ia bahkan mengancam akan membuka selang infus di tangannya.

"Jangan Naomi. Ok! Aku keluar!"

Dino hanya bisa melihat Naomi dari luar pintu. Melihat Naomi sedih, ia ingin sekali berbagi dengan dia.

"Kuatkan Naomi, Tuhan."

Dua Minggu setelahnya, Naomi masih dingin dan bahkan memilih untuk pulang bersama Oma Murni dibanding Dino.

 ----

6 bulan berlalu, dan Bobby mulai banyak menunjukkan perubahan. Ketakutan dia terhadap tempat umum semakin berkurang karena Milka selalu membawanya dan memaksanya di ke keramaian. Awalnya Ia marah namun Bobby tahu itu semua demi dirinya. Dia tak marah atau membenci Milka justru dia semakin sayang pada Milka. Semakin kesini, fans Bobby semakin banyak, semakin berani dan mencoba merebut perhatian Bobby. Bobby kini memiliki banyak teman dan bahkan kelompok bermain yang cukup solid, sekarang dia tidak takut menunjukkan sikap pada temannya atau siapapun yang berani menghinanya atau orang yang dikasihinya.

"Bobby, ajarin aku dong" Pinta Karina dengan manja

"Hey, dia ini cowok aku!" Milka berniat menjambak rambutnya, namun Bobby menolaknya.

"kamu ngapain sih, kayak preman udah biarin aja" ucap Bobby membuat milka kesal. Milka pergi dari kelas dan meninggalkan Bobby dan Karina.

Milka POV

Bobby menghalangi aku demi mempertahankan cewek ini. Apa dia suka sama nih cewek, resek juga nih bobby, gak tahu apa kalau gw cemburu, sebel-sebel, dasar cowok pasti matanya gatel deh ngeliat cewek dikit. Kalau sampai dia gak ngejar gw nih orang emang keterlaluan sumpah, awas ya! Tuh kan benar gak dikejar, tuh cowok nyebelin ahh. Pasti deh lagi sama cowok itu. Aduh pala ku kenapa sakit lagi ya, makin hari tambah sakit. Milka coba untuk duduk dan menunggu hingga sakit kepalanya hilang.

"Mil, kamu kenapa sih, kok pergi gitu aja, kamu cemburu, gak usah kali kamu kan pacar aku." ucap Bobby meminta penjelasan Milka dengan sikapnya yang kekanak-kanakan.

"Bobby, sadar dong, dia itu suka sama kamu, dia itu mau godain kamu!" balas Milka kesal

"Mil, jangan kayak anak kecil dong, kamu itu kan pacar aku, aku suka sama kamu bukan sama dia lagian ngapain musti cemburu, kayak anak kecil aja!"

"Kamu cinta sama aku?" pertanyaan tiba-tiba itu membuatnya Bobby kaget. "terserah!!" Milka membentak bobby sebelum dia menjawabnya. Milka semakin kesal ditambah palanya yang semakin pusing, bobby coba mendekatinya namun milka menghempaskan tangannya dan menyuruhnya pergi, dia merasa cemas melihat kondisi milka, dia sering sekali pusing dan mukanya berubah pucat, apa yang terjadi? apa dia sakit?

Bobby POV

Milka kenapa sih belakangan ini aneh banget jadi cemburuan seperti itu, dia selalu menanyakan apa aku mencintainya atau tidak, jelas aku pasti mencintainya, dia cinta pertamaku dan aku sangat menyayanginya. Udahlah lebih baik aku main basket sama teman-teman

"Bob, lo kenapa sih yang fokus dong, meleset melulu" ujar kapten dipertandingan

Aduh gw gak fokus nih, milka kenapa ya? sepertinya dia sering sekali sakit kepala. Mukanya pucat lagi, aku jadi cemas dengan keadaannya. Gw harus cari dia sekarang, gak bisa nih kayak gini. Gw bisa mati penasaran.

"aku cabut ya, mau cari milka" teriak bobby meninggalkan permainan

"Ada yang liat milka gak?" semua orang yang ditanya menggeleng dan tak memberikan kejelasan mengenai keberadaan mereka bahkan sahabatnya pun tak tahu dimana dia. Aduh milka mana sih dicariin gak ada, nanti kalau ketemu ngomel. aku mencari setiap sudut sekolah dan menemukan dia ada di perpustakaan dengan seseorang yang baru aku liat. Dia sangat perhatian pada milka dan sepertinya memiliki perasaan untuknya.

Hatiku menjadi panas, apa sih yang dipikirkan milka? apa dia coba untuk membuatku marah? siapa cowok itu? tadi dia marah-marah karena aku dekat dengan karina, tapi apa bedanya dia. Dia juga dekat dengan lelaki itu tanpa bilang kepadaku. aku gak membiarkan ini terjadi. Awas!

"Milka!! apa yang kamu lakukan? siapa nih cowok!! pacar kamu yang baru? Milka kamu itu masih jadi pacar aku, ingat! setia dong!" Bobby lalu memukul cowok itu. Cowok itu langsung kabur karena takut pada Bobby.

"Bobby cukup, kamu tuh yang keterlaluan, kamu yang gak setia, kamu yang mulai duluan deket sama karina!" milka meninggalkannya dan mengejar cowok itu

"Milka dengerin aku, kamu ngomong apa? deket apa? kamu tuh kenapa sih selama 6 bulan kita pacaran semua baik-baik aja, kamu gak suka aku gimana? ngomong dong! jangan marah dan bilang kalau aku selingkuh! itu gak bener milka!" Bobby terus bicara sementara milka tak menggubrisnya.

Bobby menarik tangan Milka dan mendorongnya ke tembok. Dia mengangkat kedua tangan Milka, "Aku gak suka, kalau aku ngomong kamu gak denger, aku gak suka sama karina, jadi kamu gak perlu cemburu, kamu itu satu-" sebelum selesai bicara Milka memutuskan Bobby.

"Aku liat kamu sama Karina berpelukkan di parkiran 2 minggu yang lalu" Milka mendorong Bobby dan berlari meninggalkannya.

"Milka kamu gak bisa putusin aku gitu aja,kamu gak suka aku berteman dengan dia, aku janji bakal jauhi dia, aku gak mau putus Milka!!" teriak Bobby terpukul dengan keputusan Milka.

Hatiku terasa tersambar petir, dengan mudahnya dia mengatakan ingin putus denganku, apa yang salah denganku, aku tak melakukan apapun yang bisa menyakitinya, aku tidak pernah mengkhianatinya. Aku mencoba mencegahnya, menggenggam kedua lengannya, aku tahu dia merasa sakit, tapi ini satu-satunya cara untuk membuatnya mendengarkan aku. Dia bilang aku berpelukan dengan orang lain? Karina ?? dua minggu yang lalu? dia pasti salah paham

"Milka sebenarnya waktu itu aku cuman.."

"Stop Bobby, aku gak mau denger lagi, karina bilang kamu mengajaknya jalan, itu maksud kamu"

"Apa!!! Karina bilang gitu"

Untuk pertama kalinya dia menghempaskan tanganku dan pergi begitu saja, aku hanya bisa memandangi tangan ini yang baru saja menyentuhnya. Aku tahu dia menangis tapi apa salah aku, kenapa dia memutuskan aku, jalan bersama karina? gila!!!.

"milka, kamu ingat wish kamu, kamu mau jadi pacar aku, jadi kamu harus percaya bukan orang lain, milka kamu yang suruh aku untuk lebih terbuka kepada semua orang, tapi kenapa kamu jadi begini milka! milka!!!"

Aku terus memanggil namanya, dia tak menoleh, dia benar-benar ingin putus denganku, Gak aku gak bisa terima ini, aku gak mau putus dengan Milka. Tapi rasanya sakit, hati aku sakit, sakit banget, dia cinta pertama aku dan putusnya sesakit ini. Gak aku gak mau berakhir seperti ini. Aku harus mencari tahu semuanya.

"Hey, Karina apa yang kamu bicarakan ke Milka, lo bilang gw ajak lo jalan? maksud kamu apa? kamu mau membuat hubunganku hancur? iya?, ikut gw dan jelasin ke milka kalau lo yang di sana bukan gw, gara-gara lo gw diputusin milka lo tahu gak?" Bobby membawa karina pada Milka, namun cewek yang paling dicintainya itu tidak mempercayainya lagi dan menuduhnya bersinergi untuk membohonginya. Bobby geram, "Oke, kalau kamu mau putus oke, tapi harus kamu tahu aku tidak pernah bersama dengan karina, aku hanya menyukai kamu, dan kamu!" Bobby pergi dari kelas itu.

Aku gak bisa berada disini, terlalu sakit untuk hatiku mengingat dan menerima semuanya, aku benci kamu milka, kamu mempermainkan hatiku dan mencampakkan aku begitu saja. Bobby mengendarai mobilnya dan pergi meninggalkan sekolah itu sementara milka juga sedih namun mendapat penghiburan dari teman-temannya.

Seminggu berlalu dan Bobby tidak masuk sekolah, bangkunya selalu kosong, teman-teman mencarinya untuk mengajaknya bermain basket atau memintanya untuk mengajari mereka. Milka merasa kehilangan dan mencoba mencari tahu hingga akhirnya diketahui Bobby memutuskan keluar dan pindah ke Bandung. Penyesalan menghampiri Milka, kenapa kamu harus ninggalin aku Bob? aku tahu aku salah, aku nyesel bob! ucapnya. Air mata terus mengalir di pipinya, teriakannya memanggil nama Bobby membuat semua orang yang ada dikamar mandi takut dan keluar.

"Bodoh ya Milka, padahal cowoknya itu suka banget sama dia" kata cewek-cewek yang asik ngerumpi dikamar mandi

"Iya, bahkan lo ingat gak waktu, Milka dihukum suruh nyapu daun di taman, Bobby bantuin kan, eh malah dapat hukum buat bikin rangkuman 9 bab, dia ampe gak dengerin waktu pelajaran" ucap salah satunya

"oh iya, waktu si milka sakit di UKS, dia itu sengaja ke ruang radio terus nyalain lagu kesukaan Milka dan akhirnya dihukum juga, eh malah diputusin" tambah yang lain

"Udah, biarin aja, yang penting gw berhasil bikin mereka putus, gw bohongin aja tuh si Milka, diakan polos, terus dia gak percaya lagi sama Bobby, eh putus deh. Ini sebabnya kalau Bobby berani nolak gw, Karina" ucap karina bangga

Apa Karina bohong??? bobby bener?? milka kamu gimana sih? gak bisa percaya sama bobby kamu kan pacarnya. Milka cuman menelepon bobby namun tidak aktif diluar jangkauan terus dan terus

"loh kok kosong sih!" ucap milka, dia mulai merasakan sakit kepalanya lagi, aduh kenapa lagi nih kepala ku sakit sekali. Semuanya jadi berbayang gini. "Tolong-tolong!" Milka pingsan dikamar mandi dan dibawah ke rumah sakit. 

Terkadang mendengarkan penting jangan pernah berspekulasi hanya dengan apa yang kita liat dan dengar, tapi bertanya pada orangnya langsung adalah hal terpenting meskipun hasilnya apa yang dikatakannya bohong atau jujur. Tetapi setidaknya kita gak akan pernah menyesal untuk mendengarnya.

Terpopuler

Comments

Har Har

Har Har

Si Dino Redflag banget...

2024-04-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!