Kring! Kring!
Jam Beker berbentuk hello Kitty terus berdering.
"Aduh apa sih! berisik banget!" Milka yang masih mengantuk dengan mata yang sayup bergerak ke arah jam beker itu lalu mematikannya.
"ahh 5 menit lagi." Milka kembali terlelap dalam tidurnya.
"Bibi, Milka mana belum bangun?" Tanya Ranti pada Minah, pembantu yang sudah hampir 30 tahun bekerja bersama keluarganya.
"Ia, nyonya sudah dibangunkan masih belum keluar." Ucapnya lalu berbalik arah menuju kamar Milka lagi.
Di depan kamar Milka, ia lalu mengetuk kembali pintu itu sambil berteriak memanggil tuan putri satu-satunya di rumah. Suara Bi Minah memanggil namanya Milka, terdengar sampai ke ruang makan.
"Non Milkaaaaa! Bangun Non, sudah jam 07.00 pagi. Tuan dan Nyonya sudah menunggu di ruang makan non." Teriak Minah, suara lengking dan keras miliknya memang unik dan tiada duanya.
"Bibi Minah, suaranya keras banget sampai ke kamar aku. Liat tuh Blacky sampai ketakutan gitu." Ia menunjuk kearah anjing PUG miliknya yang berada dibawah kolong lemari besi jati hitam. Ia lalu menutup pintunya dengan cara menempelkan kartu kamarnya pada ganggang pintu.
"Udah masuk aja, paling dia masih tidur." Dino membukakan pintu kamar Milka yang berada diseberang kamarnya. Ia dengan sopan mempersilahkan Minah untuk masuk.
"Bi, Milka masih tidur. Bi coba bangunin dia jangan sampai telat ke sekolah." Pinta Dino lalu menutup pintu kamar itu.
30 Menit kemudian,
"Mama, papa morning!!" Milka berlari menuruni anak tangga.
"Baru bangun tuan putri." Sambut Dino sambil meminum secangkir kopi buatan Siti, anak Bibi Minah. Ia dan Sari tumbuh bersama sejak kecil. Hubungan mereka sangat baik.
"Kak Dino, kenapa sih ngomongnya gitu. Aku itu bukan tuan putri lagi. Umur Aku udah 17 dan punya KTP." Ia menunjukkan KTP miliknya pada Dino.
"KTP aja bangga kamu, sudah sarapan." Ajak Dino.
"Mama, Papa makasih udah belikan tas ini untukku." Ia mencium kedua pipi Ranti dan Hendrik. Milka tersenyum sambil mengulurkan tangannya kepada sang Ayah, "Pa, minta uang jajan!" Pintanya dengan kedua matanya yang besar, rambut lurus terurai, hidung mancung dan bibirnya yang merah, membuatnya menjadi pusat perhatian dimeja makan pagi ini.
"Tuh kan Pa, Dino yakin dia baik karena ada maunya." Balas Dino. Milka langsung mencubitnya. "Sakit!" Balas Dino mengusap tangannya.
"Pa, gimana penampilan Milka hari ini?" Tanya Milka, ia sangat antusias karena hari ini pertama kalinya sekolah setelah kembali dari London.
"Cantik anak papa." Balas Hendrik, memuji anak perempuan satu-satunya.
"Hari ini aku harus cantik soalnya mau ketemu sama temen-temen baru. Aku tidak boleh tampil jelek" Balas Milka lalu merebut kue coklat dari tangan Ranti yang seharusnya diberikan pada Hendrik.
"Milka" Ranti menggeleng melihat sikap anak gadisnya kemudian mengambil roti yang baru.
"Eits!" Dino lalu mengambil roti itu dari tangan Milka.
"Bukan hak kamu gak boleh dimakan. Kami itu gak minta izin." Milka mulai kesal.
"Pagi ini, kamu buat roti sendiri sudah 17 tahun. dan karena kamu mengambil hak orang lain maka roti ini juga diambil yang lain." Dino memakan Roti itu.
" Milka, gak boleh marah!" Ucap Dino sebelum adiknya itu akan berkomentar.
"Kakak!" Teriak Milka kesal karena kakaknya terus menganggu dirinya.
"Milka jangan teriak-teriak!" Teriak Ranti melerai kedua anaknya yang mulai terlibat dalam pertengkaran. Hendrik hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tingkah kedua anaknya yang selalu ribut jika menyangkut makanan. Dino, sebagai kakak memang senang mengusili adiknya. Namun, jauh dalam hatinya, ia rela memberikan apapun untuk adik dan orang yang dia cintai. Ia sadar adiknya marah lalu memberikan roti coklat itu pada Milka.
"Gimana nanti kalau kakak belikan ice cream." Ajak Dino, strategi ini merupakan cara paling jitu dan mudah yang Dino lakukan agar Milka tidak marah lagi.
"Bareng Kak Naomi?" Balas Milka.
"Iya, boleh." Balas Dino.
"Dino, bagaimana hubunganmu dengan Naomi? Masih berhubungan kamu sama dia?" Pertanyaan Itu merusak suasana hati Dino.
"Hubungan aku dan Naomi baik-baik saja." Balasnya.
"Oh, baguslah jika kalian masih bersama." Balas Hendrik dingin jika menyangkut Naomi dan Dino. Ratih yang menangkap sinyal perasaan Dino yang tidak baik ikut mencoba mencairkan suasana.
"Dino, kapan Naomi main kesini? Mama udah gak sabar ajarin dia makanan kesukaan kamu." Ucap Ratih mencairkan suasana.
"Din, kapan kamu akan melamar Naomi, usia kalian sudah cukup untuk menikah. Kalian jangan menunda lagi." Tambahnya mencoba mencairkan suasana lagi.
"Belum kepikiran!" Jawab Dino langsung dingin.
"Ma, Dino pergi dulu ke kantor" Ia selalu menghindar dari topik pembicaraan ini. Dino termasuk sosok yang sangat sempurna meskipun dingin dan kaku. Ia memiliki hati yang hangat dan perhatian. Dia tidak banyak berkata namun ia melakukannya dengan perbuatan. Ia memiliki hobi melukis dan lukisannya akan dia jual dan diberikan ke panti asuhan di daerah Bandung. Tempat keluarganya tinggal dulu.
Ia sangat berbeda dengan sang adik yang extrovert dia adalah tipe yang sangat introvert. Bagi Dino keluarga adalah yang terpenting baginya. Tak heran, ia juga selalu memanjakan Milka. Ia tidak segan-segan untuk mengajar siapapun yang menyakiti Milka. Hal ini dibuktikan ketika Dino tidak segan mengeluarkan seseorang anak laki-laki dari sekolah Putra Bangsa. Sekolah paling elit milik keluarganya. Hal itu terjadi karena anak itu berani mengerjai Milka.
Tak hanya itu, Dino pernah masuk ke ruang BP karena ketahuan mengerjai salah satu teman kelasnya. Ia melakukan itu karena adiknya telah menganggu Milka, hanya karena berebutan mainan. Dino bahkan dengan tegas dan keras kepada setiap laki-laki yang ingin mengajak Milka pergi. Terkadang sikapnya ini yang membuat banyak perempuan kagum akan dirinya. Namun, ia tetap memilih Naomi.
"Ayo, Milka nanti kakak yang telat! Kamu langsung tunggu di dalam mobil ya!" Dino bergegas mengambil tasnya.
Tiba-tiba, Milka merasa sakit di kepalanya, sakit sekali, matanya mulai buram. Milka mencoba untuk tetap berdiri, ia meraba sekelilingnya dan mencari pegangan untuk dirinya namun dia tidak menemukan barang apapun untuk dipegangnya. Kepalanya semakin sakit dan dia akhirnya terjatuh karena tersandung pembatas ruangan antara ruang keluarga dan ruang tamu.
"Aduh!" Teriak Milka, Dino langsung menghampirinya, ia kuatir melihat keadaan adiknya itu.
"Milka" Teriak Dino.
"Cieee kakak perhatian sekali" Dino marah dan menegur milka.
"Milka gak lucu!!" Dino berdiri, mengambil kotak P3K, lalu mengobati kaki adiknya.
"kak tadi aku jatuh, soalnya kepalaku pusing, pandanganku buram." Keluh Milka sambil memeluk tangan Dino.
"Makannya jangan baca komik terus, kecapean kali, besok kita ke dokter, kakak temenin" Sahut Dino. Dalam hal akademis, Naomi berbeda jauh dari Dino yang selalu menjadi juara dikelas. Milka selalu menempati urutan 10 terbawah dikelas. Namun hal ini tidak menyulutkan api semangat Milka untuk sekolah.
"Kak, Senin depan aja. Minggu ini aku ada ujian piano kak dan kakak harus ajarin aku" Pinta Milka manja.
"Kamu, masih aja harus kakak ajarin." Dino lalu menawarkan dirinya untuk mengendong Milka di punggungnya.
"Kak, kalau aku dapat remedial pas ujian. Kakak harus ajarin aku ya seperti biasa." Ucap Milka.
"Ia, Milka." Balasnya.
...****************...
"Kak udah ya, sampai sini aja" Milka membuka pintunya lalu berlari menghampiri keempat sahabatnya, Tania, Angelica, Helena, dan Jasmine menungguku.
"Girls, gw balik" Milka membuka tangannya lebar-lebar dan memeluk mereka sekaligus.
"Hey, kalian jangan bandel, jangan nakal dan jangan ada yang masuk ruang BP lagi kayak waktu SMP dulu" Sapa Dino menitipkan adiknya yang manja pada teman-temannya. Tak lupa, ia juga menyapa satpam dan beberapa guru yang melewati pintu itu. Disekolah ia, sangat terkenal.
"Jangan lupa ujian yang benar." Pesan Dino sebelum pergi menuju kantornya.
"Huuu, kakak" Keluh Milka, Dino mengernyitkan dahinya memandang adik kecilnya, kedua tangannya diletakkan di kepala Milka.
"Jangan lupa makan siangnya dihabisin, minum vitaminnya, dan.."
"Jangan baca komik terus, aku udah tahu" Milka memotong pembicaraannya. Dino hanya tersenyum lalu memeluk adiknya seolah tak ingin berpisah dengan adik kecilnya yang manja.
"Ayo Milka." mereka menarik tangan Milka masuk ke gedung. Namun, tiba-tiba semua pandangan Milka menjadi gelap, tubuhku terasa ringan, dan aku jatuh tidak sadarkan diri.
Dino yang masih berada disitu, berlari mengendong adiknya masuk dalam mobil. Dia panik dan menyuruh Tania untuk menyetir mobilnya sedangkan dia duduk dibelakang menjaga Milka di pangkuannya. Dari hidung milka mengalir darah segar.
"Hallo, pa!!" Dino panik sambil mengelap keringat di wajah Milka. Bertapa kagetnya Dino, setelah melihat telapak nya penuh dengan darah Milka.
"Milka! Tania rumah sakitnya masih jauh ya?" Tanya Dino semakin panik
"Gak kak, setau ku udah deket, coba kakak liat yang sebelah kanan, aku sebelah kiri." Mereka berdua melihat ke kanan dan ke kiri mencari letak rumah sakit itu.
"Itu dia" Dino menunjuk sebuah bangunan menjulang tinggi di depan pertigaan yang akan berada didepan mereka.
"Macet, Tania, kakak turun sini aja" Dino keluar lalu mengendong Milka, badannya semakin lemas, dan mukanya juga semakin pucat. Ia berlari secepat mungkin menuju rumah sakit, air matanya mulai menetes tak kala melihat adik yang selalu digendongnya sejak kecil, harus berada dalam kondisi tak sadarkan diri, darah keluar dari hidungnya. Sekilas milka seperti orang yang sedang tidur meskipun dia tahu milka sedang tidak tidur.
"Dokter! suster! tolong adik saya!" Dino meletakkan Milka di atas tempat tidur pasien dan memegang tangannya yang dingin, mengosokan tangannya untuk menghangatkan tangan Milka.
"Milka, kamu jangan khawatir ya, kakak ada disini, temenin Milka, bentar lagi dokter kasi obat dan Milka pasti sembuh" Dino mengusap air mata yang menetes di pipinya sambil mengelus rambut adiknya. Saat dia menarik tangannya, beberapa helai rambut Milka tersangkut ditangannya. Dino tak kuasa menahan kesedihannya, matanya memerah, semakin digenggamnya tangan Milka.
"Gak milka, ini cuman rontok biasa, Milka gak sakit apa-apa."Dokter datang dan menyuruhnya untuk keluar. Diluar kedua orang tuanya langsung memeluknya. Dino menunjukkan, tangannya dengan beberapa helai rambut Milka. Spontan Tina menangis, dan memeluk suaminya, dari jauh Tania juga ikut menangis melihatnya.
"Kita harus lakukan pemeriksaan lebih lanjut, sekarang Milka bisa di pindahkan ke ruang rawat" Ucap dokter pada Dino, kemudian dokter itu mendekat pada Hendrik, "mudah-mudahan bukan hal yang kita takutkan, Hendrik" lalu menepuk pundak Hendrik pelan.
Mungkinkah hal itu juga terjadi pada adikku?
Dia masih terlalu muda untuk menerima semua ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments