Kini aku sudah bersama Ustadz Sakha dan Sapi, kamu berjalan ke arah barat , kebetulan saat ini sedang jam istirahat membuat para santri keluar dari ruangan.
"assalamu'alaikum Gus"
"waalaikumussalam" jawab kami bertiga walaupun salam itu hanya ditujukan pada Ustadz Sakha tapi mendengar salam itu harus dijawab, bukan?.
Banyak santri putri yang melihat kami dengan tatapan aneh , ya itu wajar bagiku. apalagi mereka juga melihat Ustadz Sakha dengan tatapan kagum, gak heran memang karena Ustadz Sakha sangat tampan.
"eh micin, kayaknya saingan kau banyak ini, tengoklah"
"hussst" tegurku sedangkan Ustadz Sakha yang berada didepan kami langsung menghentikan langkahnya hingga kami bersejajar.
"saya mendengar ucapan kalian" katanya lalu pergi lagi .
"loe sih"
"kok aku?"
"mulutmu singamu"
"harimaumu, somplak"
"ah sama aja"
ekhem
deheman itu membuyarkan kami "masih mau debat nih?"
Aku menggeleng "tidak Gus, maaf" ucapku seformal mungkin
"Gus?" tanyanya heran dan aku mengangguk
"jangan panggil itu, ana gak suka"
"tapi Abang kan emang Gus, apalagi ini wilayah Abang" ucapku pelan
Ustadz Sakha tampak diam sejenak sambil berfikir lalu ia mengangguk dengan tatapan kecewa, ada yang salah?.
Lalu kami membagikan kuesioner itu dan menunggu jawaban mereka langsung .
"assalamu'alaikum" sapa kami saat melihat tiga orang santri Wati sedang asik sarapan.
"waalaikumussalam" lalu mereka menoleh dan ada yang sampai tersedak sangking kagetnya. "eh Afwan Gus, kami tak lihat tadi"
Ustadz Sakha tersenyum, aku cemburu kenapa harus tersenyum?.
"hm begini, ana bisa minta waktunya antum sebentar?"
Mereka mengangguk "Afwan Gus, kalau boleh tau ada apa ya?"
"hm sebaiknya teman ana saja yang menjawabnya, silahkan Shazfa, Safia"
Kami mengangguk "terimakasih, Gus" aku sengaja menekankan kata Gus dan terlihat ustadz Sakha kembali tidak menyukainya, aneh ya.
"mohon izin ukhti, kami dari Uiversitas Abc saat ini sedang mengadakan penelitian dalam skripsi kami, apa kami bisa minta bantuan kalian semua?"
Mereka tersenyum sambil mengangguk, lalu kami mengucapkan "Alhamdulillah "
"apa yang bisa kami bantu ukhti?"
"Afwan, tolong isikan pertanyaan ini ya"
Mereka kembali mengangguk "na'am ukhti"
Saat mengisi itu, tiba-tiba ada yang memperhatikan aku dan Ustadz Sakha secara bergantian, aku yang sadar langsung melihat santri Wati itu "hmm maaf, ada apa ya?"
Santri Wati itu tampak gelisah lalu ia bilang "Afwan ukhti, hmm antum pacarnya Gus Sakha ya?"
jlebbbb
"hah???!" pekikku
"eh Afwan, maksudnya tunangannya?"
"what?" kataku lagi, sedangkan Safia tak dapat menahan tawanya.
Aku sama ustad Sakha saling tatap lalu aku melihat santri itu lagi "tidak, kami temenan saja. iyakan Gus?"
Namun jawabannya jauh dari ekspektasi ku "doakan saja yang terbaik, jodoh Allah yang mengatur"
Jawaban yang cukup bijak namun kenapa aku jadi deg-degan?
"semoga kalian berjodoh, kalian cocok sekali" puji santri itu lagi.
"aam----" belum sempat ustadz Sakha mengaminkanny aku langsung memotong
"emh maaf, sudah siap kah?"
"sudah ukhti"
"hmm baik, terimakasih ya"
"sama-sama"
Lalu kami berjalan mendekati santriwan yang terletak di balik tembok santriwati.
"kenapa gak di aamiin kan saja sih?" tanyanya disela kesunyian.
"kenapa harus di aamiinkan Gus? aku jauh dari kata pantas hihi" ucapku sambil ketawa hambar. ya, aku sekarang sudah terbiasa sebut diriku sendiri sebagai aku didepannya.
"eitsss udah udah, urusan rumah tangga di delay dulu okay?" kata Sapi tiba-tiba, aku mengangguk tanda setuju.
Tiba lah kami di pondok santriwan, Pesantren milik Abi ini memang berbagai jenis kelas, dari yang SD sampai kuliah pun juga ada. Saat ini didepan kami adalah santriwan yang tingkat SD, ada yang bermain bola, ada yang main kejar-kejaran dan lainnya.
Sapi heran melihat sekelilingnya, kok anak SD?.
"ehm, bang maaf ye, kok ke tingkat SD?"
"Afwan, kita jalan aja dulu, pondok santriwan ada dibelakang." kami pun mengangguk namun tiba-tiba
brugggggh
"aw!" pekikku saat terkena bola, tapi aku tidak jatuh kelantai, kemana aku terbang?
Aku merasakan ada tangan yang sedang memegangku, lalu aku meliriknya dan "astaghfirullah, maaf"
Aku terus memegang kepalaku yang memang sakit, hingga salah satu Satriawan datang untuk meminta maaf.
"Afwan Ning, Gus, ana tidak sengaja, Afwan"
Ustadz Sakha mengangguk "La ba'sa"
Tapi, anak itu tidak langsung pergi, iya masih menunggu jawaban dariku "Ning, Afwan"
Aku tersentak, berarti dia minta maaf denganku juga?.
"iya tidak apa-apa" lalu aku melihat ustadz Sakha tersenyum, kenapa dia?.
"terimakasih Ning"
Aku mengangguk, lalu saat santriwan itu mau pergi aku menahannya "tunggu!"
Sontak membuat anak itu menjadi berhenti dan berbalik arah, "iya Ning?"
Aku tersenyum "jangan panggil Ning"
Santriwan itu heran, dia melihat Ustadz Sakha mencari jawaban, namun yang dilihat hanya menggeleng.
"bu-------- bukannya..."
Aku menggeleng, dan anak itu menggangguk lalu pergi. Kembali lagi aku melihat raut wajah Ustadz Sakha dan benar saja wajahnya kembali kesal. Ah ternyata karena itu masalahnya. Aku melipat bibir bawah menahan tawa, ternyata seorang Ustadz juga bisa ngambek yang benar saja gara-gara aku tidak mau dipanggil Ning ia langsung sekecewa ini.
"ya sudah ayo" kata Ustadz Sakha setelah keheningan.
"sebentar Gus, Sapi mana? eh maksudnya Safia" sambil melihat kesamping.
Ustadz Sakha juga ikutan mencari namun tak kunjung berjumpa. kami menunggu nya lagi disini, lalu duduk di kursi meja tamu yang terletak di salah satu ruangan.
"dek" panggilnya namun aku tidak menyahuti walaupun aku tahu dia memanggilku
"teman" tetap tidak aku sahuti.
Ustadz Sakha menarik nafasnya panjang "Shazfa"
"ah em iya?"
"kamu kenapa?"
"saya? memangnya kenapa?"
"disini ga ada orang, ga usah formal kali . Abang ga suka kamu manggil Gus"
Aku tersenyum "tetap harus profesional dong, ini kan kawasan wilayah Gus Sakha"
"kamu marah?"
"enggak"
"apa ini karena tadi pagi?"
"maksudnya?"
"karena umi bilang kamu cocoknya dengan kakak Abang?"
"ha?"
"iya kan?"
"enggak"
"kenapa enggak?"
"karena saya sadar diri hahahah udah ah" kataku sambil mengambil ponsel untuk menghubungi Sapi
Tut Tut
Aku mencari nama sapi di kontak ponselku, setelah ketemu aku langsung menghubunginya tapi hasilnya nihil karena tidak di angkat, namun tiba-tiba
"assalamu'alaikum"
Aku melihat ke arah pintu, dan ternyata Sapi bersama satu orang lelaki.
"waalaikumussalam"
"wah hilang bentar satria di lupakan" godaku..
Lalu lelaki itu buka suara "Afwan Gus, tadi ukhti ini kesasar , ana hanya mengantarkan saja"
Gus Sakha berdiri lalu mengangguk "na'am, maaf sudah merepotkan Ustadz"
"ana pamit dulu"
"Sebentar Ustadz!"
"iya Gus?"
"Afwan merepotkan, bisakah Ustadz ke santriwan untuk mengatakan pada mereka suruh bersiap-siap? maksud ana untuk merapikan diri, karena insyaallah ukhti ini mau berkunjung untuk membagikan kuesioner, mereka semester akhir dan sedang membuat skripsi"
"oh begitu, baik Gus , ana kesana sekarang. Assalamu'alaikum"
"waalaikumussalam"
Sapi melihat lelaki itu sampai pergi.
"jagalah hati, jangan kau nodai jagalah hati Satria menunggumu" ucapku sambil bernyanyi namun lirik yang kuganti sedikit.
"apaan sih kau, tapi ganteng juga ustadz tadi" katanya sambil tersenyum.
"kholas, kholas, ayo pergi" kata Ustadz Sakha
"apa itu kholas bang?" celetuk Sapi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments