MENIKAH DENGAN TUAN SEMPURNA

MENIKAH DENGAN TUAN SEMPURNA

SEMINGGU SEBELUM PERTEMUAN

**Sudah dua pekan Ibu telah dimakamkan. Ayah masih duduk terpekur di kursi roda menatap kosong ke arah luar rumah dari jendela besar. Aku hanya bisa terdiam melihat Ayahku seperti itu. Secara perlahan aku mendekatinya.

"Yah ...." aku bersimpuh di kakinya. meletakkan kepalaku dipangkuan nya.

Perlahan aku merasakan belaian lembut tangannya. Seketika tangis ku pecah.

"Jangan menangis, Nak," ucapnya dengan suara bergetar.

Kamipun akhirnya berdua larut dalam kerinduan. Kami sama-sama** **merindukan sosok Ibu yang kini sudah tenang berbaring di keabadiannya.

 

Karena kecelakaan itu, Ayahku lumpuh hingga harus resign dari perusahaan. Karena tidak ada penghasilan tambahan terlebih Ayah harus melakukan therapist fisik dan ototnya. Lambat laun harta kami mulai berkurang.

Ayah mulai menjual rumah besarnya dan membeli rumah yang sedikit kecil. Untuk menambah pendapatan, Ayah membuka toko kelontong di depan rumah.

Sebagian keluarga besar menyuruh Ayah untuk menikah lagi. Tapi selalu ditolak. Aku salut dengan cinta Ayah.

Aku lulus kuliah dengan nilai semi cum-laude. Aku sangat bahagia. Tapi sebuah kejadian besar merusak kebahagiaan kami. Ayah sakit jantung dan harus operasi dengan biaya yang tidak sedikit.

Aku yang belum bekerja mulai panik. Aku menjual semua harta termasuk rumah. Tapi hasilnya tidak mencukupi untuk biaya operasi Ayah. Hingga salah satu mantan kolega Ayah datang menawarkan bantuan.

Om Suryo Laksono, begitu namanya. Menjanjikan Ku memberi uang secara percuma tapi dengan syarat yang cukup berat. Aku yang panik dan tak bisa berpikir selain kesembuhan Ayahku, menyetujui apapun persyaratan Om Suryo tanpa mengetahui apa isi persyaratannya.

Om Suryo melunasi semua pembiayaan operasi Ayah dan perawatan VIP. Operasi berjalan cukup lama sekitar hampir 1 jam. Aku langsung mendatangi dokter yang keluar dari ruang operasi.

"Bagaimana Ayah saya, Dok?" tanyaku cemas.

Dokter menghela napas panjang kemudian tersenyum. "Operasi berjalan sempurna. Pasien juga telah melewati masa kritis. Sekarang tinggal pemulihannya saja."

Akupun bernapas lega mendengar penjelasan Dokter. Tak lama, Ayahku keluar dari ruang operasi untuk dipindahkan ke ruang perawatan. Aku mengikutinya.

Dengan cekatan para perawat menyiapkan segalanya. Seluruh selang dan alat penunjang telah dilekatkan di dada Ayahku.

"Nona harap menjauh dulu ya. Biar kami bisa mengecek kondisi pasien dengan leluasa," ujar salah seorang perawat memberi perintah.

Aku mundur tiga langkah memberi ruang. Para perawat melanjutkan tugas mereka. Dokter datang mulai memeriksa Ayahku. Seorang perawat memberikan catatannya.

"Semua normal Dok. Tinggal menunggu pasien sadar," jelasnya.

Lima menit menunggu, akhirnya Ayahku sadar. Dokter langsung memeriksa, bertanya dengan apa yang dirasakan Ayahku sekarang. Setelah usai, barulah Dokter dan para perawat keluar.

Dokter bilang padaku sebelum keluar, jika kondisi Ayah baik-baik saja. Aku sangat lega mendengarnya.

"Ayah, apa kabar?" tanyaku sambil mendekati bangsalnya.

Aku duduk dengan menarik kursi dari pojok ruang perawatan. Memegang tangan Ayah yang dingin kemudian mulai menghangat. Ayah menatapku dengan mata berkaca-kaca.

Aku mencium keningnya. "Ayah, baik-baik saja," jawabnya pelan.

tok tok tok

Terdengar pintu diketuk. Tiba-tiba Om Suryo masuk tanpa disuruh. Ayah langsung tersenyum ketika melihat kedatangan Om Suryo.

"Mas ...," panggilnya dengan suara lemah.

"Sudah. Kau berbaring saja di sana. Aku hanya ingin lihat keadaanmu saja," ujar Om Suryo langsung mencegah Ayah yang hendak bangkit dari berbaring.

"Ada apa Mas tiba-tiba muncul di saat Aku seperti ini?" tanya Ayahku heran.

"Sudahlah. Tak usah kau berpikir banyak dulu. Nanti setelah kau pulih, baru aku jelaskan semua, termasuk Putrimu," jawab Om Suryo panjang lebar.

Ayah mengerutkan dahinya. Om Suryo nampak tak suka melihatnya.

"Kau ini keras kepala ya!?" ucapnya sedikit keras.

"Maaf ...," ucap Ayah lagi.

"Ya sudah. Aku lihat kau baik-baik saja. Nanti jika sudah di rumah, kau langsung menghubungi Om ya!" ujar Om Suryo kepadaku.

Aku hanya mengangguk. Kemudian Om Suryo pun pergi meninggalkan kami.

"Ada apa ini? Apa ada yang kau sembunyikan?" tanya Ayahku penasaran.

Aku hanya tersenyum. "Sudahlah. Yang penting sekarang Ayah sehat."

Ayah hanya mendengkus kesal. aku hanya tertawa melihat wajah Ayah yang mukai cemberut.

"Ih, Ayah ternyata lucu ya, kalau cemberut?" ujar ku sambil tersenyum.

Aku mencium tangannya takzim. "Aku hanya ingin kesembuhan Ayah. Itu saja."

Tak lama Ayah pun terlelap mungkin masih pengaruh obat bius. waktu berlalu dengan cepat. Akupun mulai ngantuk, perlahan akupun tertidur sambil** **duduk dengan kepala tertungkup di bangsal Ayah.

Seminggu di rumah sakit, kami kembali ke rumah. Beruntung Om Suryo lah yang membeli rumah dan segala isinya. Kemudian rumahku ini boleh ditempati lagi.

Semenjak Om Suryo datang ke rumah sakit. Beliau tak lagi memberi kabar. Akupun juga tak menanyakannya. Sebenarnya aku masih penasaran dengan persyaratan yang diajukan oleh Om Suryo.

Ayah belum mengetahui perihal rumah dan semua isinya ini sudah terjual. Aku sengaja belum memberi tahunya. Menunggu sampai kondisinya pulih.

Ting ... ponselku berbunyi.

Sebuah notifikasi pesan masuk. Aku membaca nama pengirimnya."Om Suryo". Dahi ku berkerut penasaran dengan isi pesannya. Belum aku sentuh gambar amplop pada layar Ayah berdehem.

Kegiatanku terhenti seketika. "Serius sekali kamu, Nak?"

Aku hanya tersenyum**. **Kikuk. Kemudian menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

"Ada apa? Kenapa dan kemarin kau sepertinya merahasiakan sesuatu dari Ayah?"

Aku masih tersenyum, bingung mau jawab apa. Walau akhirnya hanya keluar jawaban "Tidak ada apa-apa Ayah."

Ayah hanya mendengkus kesal. "Ayah tak suka dibohongi seperti ini."

Aku makin bungkam sedikit panik. Kubuka pesan dari Om Suryo tanpa membaca isinya dan langsung mengetik**.

(**Ayah, mulai curiga Om. Bagaimana ini? aku masih berat untuk memberitahunya)

Lama balasan dari Om Suryo. Aku mulai gelisah. Tatapan tajam dari Ayah seperti mau mengulitiku.

Ponsel Ayahku berdering. Ayah mengambil tak jauh dari jangkauannya.

"Halo ..."

"..........."

"Oh Mas Suryo. Maaf, aku tak melihat siapa yang meneleponku,"

"............"

"Alhamdulillah, Aku baik Mas."

".............."

"Baik Mas ... Aku mengerti. Aku menunggu penjelasanmu, Mas."

"............"

"Iya Mas. Assalamu'alaikum."

Ayah mengakhiri pembicaraannya dengan Om Suryo. Aku masih menunduk. Lalu teringat sesuatu.

"Ayah ... Aku lupa jika belum melengkapi formulir pelamaran kerja. Aku tinggal dulu ya Yah," ujar ku langsung berdiri dan meninggalkan Ayahku sebelum ia mengijinkan ku.

Setengah berlari aku masuk kamar. Menutup pintunya perlahan. Aku mengelus dadaku sambil menghela napas lega.

Kembali Kubuka pesan Om Suryo yang pertama belum kubaca.

(Weekend nanti Kamu dan Ayahmu datang ke rumah Om ya. ini alamatnya)

sederet kalimat berisi alamat lengkap Om Suryo.

(Pakai aplikasi mobil online. Nanti Om yang bayar setelah sampai rumah. Jangan lupa beri tahu dahulu sebelum Kau berangkat.)

Aku tercenung membaca pesan panjang darinya. 'Bossi sekali sih ni orang?: umpatku dalam hati.

Tapi ini semua demi Ayahku. "Hmmm ... tidur bentar ah. Ngantuk**."

Lalu akupun terlelap.

Terpopuler

Comments

Sandisalbiah

Sandisalbiah

hai thor.. ijin baca ya... 😉😊

2023-10-03

0

Elma Suryani

Elma Suryani

menarik

2023-06-09

0

🥀⃞🍾⃝ᴡͩɪᷞɪͧɴᷠɴͣ k⃟K⃠

🥀⃞🍾⃝ᴡͩɪᷞɪͧɴᷠɴͣ k⃟K⃠

🥤🥤🥤🥤🥤🥤🥤🥤

2023-06-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!