Mira berjalan sendirian. Waktu menunjukkan pukul 15.00. Almira merasa ia diikuti oleh orang asing. Merasa tak melakukan kesalahan. Mira mengabaikan instingnya itu.
Jalan cukup sepi, padahal ini adalah hari libur. Ia sengaja bangun agak siang dan meninggalkan apartemen yang ia huni bersama suaminya tiga hari ini.
Suami. Mendengar sebutan itu dalam hati Mira terkekeh hingga menyunggingkan senyum di bibir manisnya.
Ia ingat. ketika di hotel di mana mereka menghabiskan malam pertama. hal yang pertama kali diperiksa adalah keadaan dirinya. Almira tak merasakan kesakitan apapun. Terlebih di daerah intimnya.
Ia melihat tempat tidur di mana Mr. Perfect itu tidur. Sudah rapi dan ia tak ada di tempat. Menandakan bahwa ia telah pergi.
mendapatkan dirinya tetap utuh tak tersentuh, membuat Almira bernafas lega. Segera ia membersihkan dirinya. Lalu melakukan cek out. Sesuai perintah Panji. Suaminya.
Ck ... bahkan pria itu menulis pesan di atas tisu. beruntung Mira menemukannya sebelum petugas kebersihan kamar membersihkannya.
Almira hanya membayangkan hidupnya setelah pernikahan ini.
Seperti tadi pagi, Almira hanya menatap pria batu. Ah sepertinya tidak berlebihan jika ia mendapatkan julukan itu. Panji tak pernah mengajaknya bicara jika bukan hal penting.
Romantis? jauh ... sangat jauh jika hal itu dirasakan Mira semenjak menjadi istrinya. Bahkan makanan yang ia masak tak pernah mendapat pujian. Tapi setidaknya Mira bersyukur, Panji mau memakan masakannya.
Almira terhenti sesaat, instingnya bekerja. Lamunannya buyar seketika ketika ia melihat kelebatan orang seperti mendahuluinya berjalan.
Ia menatap jalan yang ia lalui. Sepi. Namun, ia memasang kewaspadaan penuh.
Tas kresek yang ia pegang berisi banyak cemilan. Tak ada barang berat yang bisa dijadikan senjata olehnya.
'Ah ... ayolah ... ini masih terlalu sore untuk bermain-main,' gumamnya dalam hati.
"Hai kau!" sentak seorang pria bertubuh tambun. Ia mengenakan kupluk hitam yang menutupi wajah. Hanya kedua matanya saja yang terlihat.
"Serahkan hartamu!" sentaknya lagi.
Almira tersenyum sinis. Entah mengapa ia tak gentar sama sekali. Almira sempat berpikir apa karena sudah terlatih.
Tiba-tiba pria itu merangsek ke depan Almira, merebut apa yang dipegangnya. Almira malah melempar plastik kresek yang dipegangnya jauh. Hingga pandangan penjahat itu teralih.
Set ... buk!
sebuah hantaman keras mengenai wajah penjahat itu hingga terhuyung. Pria itu menatap wanita yang tadi menghajarnya, telah menyiapkan kuda-kuda.
Sempat terbengong. Penjahat itu merasa malu dipecundangi wanita. Dengan gegabah ia menyerang wanita membabi buta.
Almira mulai menangkis setiap pukulan yang menyerangnya. Satu kesalahan Almira. Ia tak menggunakan celana panjang atau celana pendek. Rok span yang ia kenakan tak membuat ia bergerak leluasa.
Sepertinya penjahat mengetahui gerakan serba salah wanita di hadapannya itu. Dengan bekal apa yang ia ketahui untuk mengalahkan wanita yang bisa bertarung tapi salah pakai baju. Pria itu mulai memasang aksi.
Sebuah gerak tipu nyaris mengenai buah dada Almira, jika saja sebuah tangan tidak menarik tangan penjahat itu.
Hanya dengan satu kali tarikan. Penjahat itu dibanting keras ke tanah hingga bunyi 'gedebuk'. Almira terpaku. jantungnya berdetak cepat. Nyaris saja buah dadanya diremas oleh begundal tak tahu diri itu.
Entah mengapa. Seketika darahnya mendidih. Ia tak melihat pria yang menolongnya. Wajahnya beringas menatap pria yang mengaduh di tanah.
Jika saja pria yang menolongnya itu tak menarik pinggul dan memeluknya. Mungkin pria yang mengaduh di tanah habis diinjak-injak oleh Almira.
''Lepaskan aku! Biar aku bunuh dia!" teriak Almira.
Beberapa petugas datang langsung meringkus pria yang terbaring kesakitan di atas tanah.
"Terima kasih Pak Laksono. Maaf, atas pengamanan yang kurang ini," ujar seorang petugas.
""Urus dia. Dan perketat penjagaan di daerah ini. Ini sudah ke dua kalinya," ujar pria itu tegas.
Almira tercenung mendengar suara barusan. Almira menatap wajah yang terlihat tinggi di atas kepalanya. Mira hanya setinggi dada pria itu.
Terpesona. Itu kesan pertama Mira ketika melihat siluet wajah suaminya yang keemasan karena paparan senja.
"Panji ..."
Panji menunduk. Ia menatap wajah Almira yang polos tertegun memandangnya. Entah mengapa hatinya berdebar begitu cepat. Bahkan perasaan aneh menyelinap dalam relung hatinya.
Tubuh Almira dalam dekapannya terasa hangat. Entah mengapa Panji enggan melepasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Sandisalbiah
cinta dan gengsi itu musu abadi jd jgn coba di pertemukan kalau pengen hidupmu damai...
2023-10-03
0
Reeyantie
tanda2 mulai tumbuh nie
2021-08-10
0
Maya Astuti
Wah mulai bucin nie,,ternyata panji bisa bela diri
2021-08-09
2