**Almira terjajar mengikuti langkah Panji. Sedangkan tangannya masih digenggam erat oleh Panji.
"Sudah lepaskan!" ujar Almira menarik tangannya.
"Diam! Ikut saja!" seru Panji tajam.
"Tidak!" Seru Almira tak mau kalah.
Tarik menarik tangan terjadi. Hingga Panji melepas genggamannya karena Almira yang menarik tubuhnya terlalu kuat,, nyaris saja ia terjatuh kebelakang jika saja Panji tak segera menangkap tubuhnya.
Beberapa saat mereka saling menatap. Ada detak memburu dan merinding disko. Almira membenahi berdirinya, lalu melepaskan diri.
"Terima kasih."
Panji hanya mengerutkan kening. "Kalau kau tak menarik tanganmu kan aku tak perlu repot seperti itu."
"Apa?!" seruku tertahan. "Siapa yang seenaknya menarik tanganku?"
Pria itu cuek lalu melangkah menuju teras atas. Almira hendak turun ke bawah menuju ayahnya.
"Mau kemana kamu?" tanyanya sedikit gusar. "Bukankah Papaku menyuruh kita tidak mengganggunya?!"
Almira terhenti, menghela napas pelan lalu berbalik lagi kini menuju tempat Panji berdiri.
"Ini teras atas dinamai kebun asmara ...."
"Aku tak bertanya," Almira menyela ketus.
Panji mengertakkan rahangnya menatap gadis yang memandang lurus ke arah bunga anggrek. Ketika baru saja Almira mau menyentuh bunga indah itu Panji berteriak memperingati.
"Jangan sentuh! Nanti rusak!"
Almira nyaris copot jantungnya karena terkejut. Memegang dadanya yang berdetak cepat akibat teriakan tadi.
Panji melirik dengan tatapan sinis. "Jangan sentuh. Mereka terlalu sempurna untuk kau sentuh."
Almira mendecis. Sifat arogan pria tinggi dengan guratan wajah tampan berkulit putih bersih. Almira melihat baju yang dikenakan pria itu. Semua bermerk dan elegan.
Rambut yang rapi juga klimis, Almira mengira pria itu menguras habis satu botol minyak rambut
'Kalau ada lalat, pasti binatang itu tergelincir jika hinggap di rambut itu,' pikir Almira sambil menahan senyum.
Wangi parfum channel 44 men limited edition menyeruak dalam penciuman Almira. Soft tapi begitu menantang.
Panji berusaha mencium parfum yang dikenakan gadis yang berdiri tak jauh darinya.
'Nggak kecium apa-apa. Apa iya dia nggak pake parfum?' pikir Panji.
Tiba-tiba Panji bergidik membayangkan ketiak gadis di sebelahnya itu basah oleh keringat Makin jauh khayalan Panji tentang ketiak yang ditumbuhi bulu lebat.
Panji nyaris menahan napas, ketika ia mengusap hidung dengan tangannya tercium aroma lembut. Buyarlah semua khayalannya.
'Oh ... pakai juga toh? parfum buatan mana nih?' tanyanya dalam hati.
Almira mengamati taman yang dijuluki Taman Asmara ini. Indah, sejuk dan cantik. terdapat gazebo dari bambu juga tempat panggangan. Sepertinya tempat ini untuk keluarga bercengkrama.
Almira merasa diawasi. Melirik netra yang menatapnya penuh selidik. Si empunya mata tersadar jika ia tengah dipergoki si empunya wajah.
Almira menghadap wajah tampan menantang. Mata Panji berkilat saat merasa ia ditantang dengan sorotan mata binar milik gadis berwajah bulat itu.
Panji berbalas menatap lurus tepat di manik gadis itu. Menjelajahi lekuk wajahnya dengan puas. Bulu mata lentik, hidung mungil tapi mancung. Alis berjejer laksana semut berbaris dan terakhir bibir merah muda alami tanpa lipstik. Menggoda.
Rambut Almira yang diekor kuda pun tak luput dari pengamatannya. 'Sempurna.'.
Almira hanya mendengkus. Ia akui wajah di hadapannya begitu memukau. rahang tegas berjambang, hidung mancung. Manik mata hitam dengan sorot mata tajam. Rambut ikal. Kulit putih bersih yang kini memerah karena terpapar matahari.
Almira tersenyum sinis. 'Pasti orang ini nggak pernah kena sinar matahari. Baru lima menit udah mau gosong aja tuh kulit'
Almira jengah bertatapan lama-lama. Tapi jika ia memalingkan wajahnya sekarang berarti dia mengaku kalah. Maka beralihlah pandangan menatap dada bidang di hadapannya.
Tinggi Almira hanya sebahu pria itu. Pikiran Almira melayang liar.
'Ah ... dada itu sepertinya enak untuk disandar' gumannya.
"Apa yang kau pikirkan?" sebuah suara ngebas membuyarkan lamunannya.
"Siapa?" tanya Almira. berusaha menutupi kegugupannya.
"Cis ... mesum" umpat Panji sinis.
"Ap-aaa?!" dengkus Almira.
Almira melihat benda bulat di pergelangan tangannya. Sudah hampir jam sebelas. Teringat sang ayah. Almita berjalan meninggalkan pria itu.
"Hei ... mau kemana?!" teriaknya.
"Ke Ayahku!" jawab Almira juga berteriak.
Almira menuruni anak tangga. Matanya langsung menangkap wajah ayahnya yang sedih.
'Apa Om Suryo sudah bilang semuanya ke Ayah?' tanyanya dalam hati.
Takut-takut ia mendekati ayahnya. "Yah ...."
"Sini Nak," ujar Anggono langsung merentangkan tangan dan menarik Almira dalam dekapannya.
"Maafkan Ayah, Nak," bisiknya dengan suara bergetar, "maafkan Ayah."
Almira menggeleng dalam pelukan ayahnya. "Tidak Yah. Ayah adalah segalanya bagi Mira."
"Kita pulang Yah?" tanya Almira.
"Jangan dulu ...," pinta Suryo tiba-tiba.
"Aku agak lelah Mas. Lagipula obat ada di rumah," ucap Anggono menolak permintaan Suryo.
Suryo hanya menghela napas panjang. "Baiklah. Biar Panji putraku yang antar. Titik!"
Anggono tak bisa menolak, ia pun mengangguk lemah. Suryo menekan tombol intercom di sudut ruangan.
"Panji turun! Antarkan Om Anggono dan putrinya pulang. Cepat!" perintah Suryo.
Tak lama Panji turun. Suryo menyuruh Panji mendorong kursi roda Anggono. Tak ada bantahan Panji menuruti semua perintah ayahnya. Bahkan hingga sampai rumah mereka. Panji membantu Anggono turun dari mobil dan mengantarnya hingga depan pintu.
"Terima kasih. Tidak mau mampir dulu?" tawar Anggono.
Panji langsung menggeleng. "Tidak Om. Saya masih ada keperluan lain."
Panji langsung pergi meninggalkan Anggono dan Almira. Mereka berdua pun masuk setelah mobil Panji menghilang dari halaman rumah.
Almira langsung mengganti baju ayahnya, kemudian membantunya berbaring di ranjang.
"Ayah istirahat dulu. Nanti bangunkan ketika adzan dhuhur ya," ujar Anggono kepada putrinya.
Almira mengangguk. kemudian mencium kening ayahnya.
"Mira ke kamar ya Yah" ujarnya yang dijawab anggukan ayahnya.
Sampai kamar Almira langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. menyingkap tas yang tersampir di bahu kemudian melemparnya begitu saja.
Bletak!
"Waduh ... ponselku!" teriaknya pelan.
Ia langsung bangkit dari rebahannya mengambil ponsel dari dalam tas. melihat layar yang sudah retak dari jaman SMA. Mengelusnya dengan hati-hati.
"Untung nggak hancur," ucapnya bersyukur.
Ia pun men-scroll layar ponselnya. Melihat adakah pesan masuk. Nihil. Ia pun menghidupkan internet. Mencek email. Matanya berbinar saat terbaca sebuah pesan seruel dari salah satu perusahaan yang dilamarnya.
Almira tersenyum gembira.
"Aku diterima kerja!" pekiknya. Tiba-tiba ia menutup mulut takut ayahnya terbangun.
Ia pun merasa gembira, lalu Almira bangkit dari ranjangnya. Membuka lemari pakaian, mencari yang pantas dan baik untuk wawancara dua hari ke depan.
*Pilihannya jatuh pada blus warna putih gading selutut dengan lengan panjang sesiku. Ia mencari gesper besar warna hitam untuk dipadu padankan. Ketika semuanya dapat. Almira menyiapkan sepatu pantopel hitam yang khusus disimpannya.
"Masih bagus. Tinggal disemir ajja," ujarnya pada diri sendiri.
"Aku siap kerja ... hahaha ...."
Almirapun kembali melempar tubuhnya di atas kasur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Sandisalbiah
semangat menyongsong hari baru Almira... dan semoga tuan dingin calon imam mu, hatinya gak sedingin saat jumpa pertama...
2023-10-03
0
Ayano
Kerja di kasur tuh tidur atau apa nih?!
Aku traveling jadinya 🤣🤣🤣
Traveling dia bakalan tidur lagi. Maksudku
2023-09-15
0
Ayano
Pengen gue jedotin ni anak 🤣🤣🤣
2023-09-15
1