Rentetan teror

Ada di mana aku? Kenapa mataku tertutup dan tanganku terikat? Ya tuhan tolong aku ... aku takut ... ayah ... ibu ... mas Ardi ... Shinta ... tolong aku ... tolong!!! Batin Rianti. Ia menggerak-gerakkan tangannya, mencoba melepaskan ikatan yang begitu kuat.

Tidak lama kemudian, pintu terbuka. Terdengar langkah kaki seseorang mendekat dan berhenti tepat di depannya. Rianti meronta-ronta, ia berharap orang itu mau melepaskan tangannya yang terikat.

Namun bukannya menolong, orang itu malah tertawa terbahak-bahak. Jantung Rianti menciut, jemarinya mulai mati rasa dan keringat dingin mengucur membasahi tubuhnya.

"Buka ikatannya!" Perintah orang itu, dan seseorang dari arah belakang mengikuti instruksinya.

Rianti membuka mata, dan memfokuskan pandangan kepada orang yang ada di depannya. Mata Rianti membelalak setelah tau bahwa yang datang adalah Ardi, calon suaminya sendiri.

"Mas Ardi! Mas, tolong aku. Mereka ingin menyakitiku ..." ucap Rianti sambil melihat kesekeliling. Ada empat orang pria bertubuh besar dengan menggunakan pakaian serba hitam di sana. Namun Ardi hanya terdiam dan terukir seringaian yang mengerikan di bibirnya.

"Mas tolongin aku Mas, tolong ..." rengek Rianti lagi. Mata Rianti mulai berkaca-kaca karena Ardi tak bergeming. Pria itu malah menarik kursi dan duduk berhadapan dengannya.

"Kamu memang gadis bodoh!!! Kamu pikir aku benar-benar ingin menjadikanmu istri? Tidak Rianti, tidak!!!" ungkap Ardi sambil memainkan ujung belati ke wajah pucat Rianti. Tak luput pula senyum devil masih melekat di wajahnya.

Rianti membisu dan tak bisa berkata apa-apa. Ia hanya menangis tanpa bersuara. Sesekali ia melirik belati yang menempel di kulit wajahnya.

"Kamu hanya gadis lugu yang ceroboh!!! Aku hanya ingin bersenang-senang saja denganmu, dan sekarang aku sudah merasa bosan. Bukankah wajar aku melenyapkanmu?" ucap Ardi penuh dengan penakanan.

Belati itu kini tepat berada di dada Rianti. Rianti menitikkan air mata, berharap dapat pengampunan dari pria yang dikiranya baik hati itu.

Ardi mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga Rianti.

"Selamat tinggal, sayang!!! ujar Ardi seraya tersenyum licik. Ia pun mulai mengayunkan belati itu tepat di jantung Rianti.

Arghh ...

"Tidak ... tidak ... tidak!!!" pekik Rianti namun matanya masih saja tertutup. Keringat mengucur deras dan membasahi tubuhnya.

"Ri ... Ri ... Ri ... bangun sayang, bangun!" seru Dewi seraya menepuk-nepuk pelan pipi Rianti. Ia begitu panik melihat sang anak tak kunjung bangun dari mimpi buruknya.

Beberapa kali ia goyang bahu Rianti namun sang anak masih juga berada di dalam mimpi. Hingga akhirnya ia pun membuka mata. Dengan cepat ia peluk tubuh sang ibu yang ada tepat di depannya.

"Buk, aku gak mau nikah. Aku mau batalin pernikahan ini. Aku takut. Orang itu ingin membunuhku. Dia itu psikopat, Bu," rengek Rianti secara beruntun.

Dewi melepaskan pelukan dan menatap mata anaknya lamat-lamat.

"Tenang sayang ... tenang. Itu hanya mimpi buruk. Tidak akan terjadi apapun padamu," terang Dewi mencoba menenangkan. Lalu kembali memeluk tubuh kecil Rianti.

Setelah beberapa saat, Rianti mulai tenang dan suara tangisannya pun mereda, Dewi kembali melapaskan pelukan dan memandang wajah pucat Rianti.

"Udah tenang sekarang?" tanya Dewi.

Rianti hanya mengangguk dan menghapus jejak air mata di pipinya.

"Kalau gitu cepat ambil wudhu, terus sholat subuh, udah jam lima, entar kamu kesiangan," perintah Dewi sambil menunjuk jam dinding yang berbentuk hello kitty.

Rianti hanya mengangguk dan langsung melaksanakan apa yang diperintahkan oleh sang ibu.

***

Hampir 3 jam Rianti mengurung diri di dalam kamar. Mimpi buruk semalam masih melekat kuat diingatan. Ia merasa gelisah dan berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya.

Apa karena telepon iseng kemarin sore ya? Perasaan ku jadi gak enak gini.

Rianti mengambil ponsel yang ada di atas kasur dan mencoba menghubungi Ardi, akan tetapi tidak ada jawaban. Berkali-kali mencoba, tetap juga tidak bisa terhubung. Ia akhirnya menghubungi Mahendra, calon ayah mertuanya.

"Assalamualaikum, Om. Ini Rianti, Mas Ardinya ada tidak? Dari tadi Riri telepon tapi tidak terhubung," tanya Rianti secara beruntun.

"Wa'alaikumsalam, Ardi lagi pergi ke pedesaan, katanya ada kegiatan kampus di sana. Kemungkinan lusa baru bisa pulang. Dia tidak bisa di hubungi bisa jadi karena tidak ada sinyal," terang Mahendra yang ada di seberang telepon.

"Kenapa? Apa kamu sudah mulai merindukannya?" goda Mahendra dan terukirlah sedikit senyuman di wajahnya yang sudah menua.

Rianti salah tingkah. Ia rutuki pertanyaannya yang to the point.

"Bukan begitu, Om. Ya udah deh ... Riri tutup teleponnya ya. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam," jawab Mahendra yang berada di seberang telepon.

Rianti merebahkan tubuhnya di atas kasur

Ah **** banget sih aku. Kenapa juga bertanya kaya gitu. Ahh ... aku malu. Malu banget ini, batin Rianti. Ia pun menutup mukanya sendiri dengan bantal. Berguling ke sana kemari dan tak henti-henti merutuki tingkah konyolnya.

"Mungkin benar kata ibuk, ini hanya mimpi buruk. Mimpi tidak akan mungkin jadi kenyataan. Lagipula apa yang bisa terjadi? Kalau aku saja di rumah terus," gumam Rianti.

Ceklekk.

Pintu terbuka dan ada sang ibu di sana.

"Nak, tadi penghulunya nelpon. Katanya kalian nikah gak bisa di hari minggu. Penghulunya ada keperluan, pernikahan kalian akan dipercepat jadi hari jum'at," ucap Dewi seraya duduk di dekat Rianti.

Rianti yang awalnya berbaring langsung bangkit dan mencoba duduk berhadapan dengan ibunya itu.

"Berarti 4 hari lagi dong, Buk," sahut Rianti. Rianti terlihat cemas namun mencoba tersenyum di depan ibunya.

Selang beberapa menit terdengar ada suara ribut-ribut di teras rumah. Rianti yang semula berada dikamar langsung menuju ke arah sumber suara. Betapa terkejutnya ia saat melihat sang kakak sudah terduduk di atas kursi roda.

"Kamu kenapa bisa jadi begini, Kak?" tanya Dewi yang setengah histeris sambil memegang perban yang ada di kepala, dan kaki anak sulungnya.

"Gak apa-apa, Bu. Tadi Eka cuma keserempet mobil. Beruntunglah ada Mas Irwan di sana," Jawab Reka sambil memaksakan senyuman.

"Perkenalkan nama saya Irwan Syahputra. Kebetulan saja tadi saya lewat di tempat kejadian," ucap Irwan seraya mengulurkan tangan.

"Terima kasih banyak, Nak," ucap Ady sambil menjabat erat tangan Irwan.

"Masuk dulu, Nak Irwan," imbuhnya lagi. Ajakan Ady pun di ikuti oleh Irwan, Dewi dan juga Rianti.

Di dalam rumah, Dewi tak henti-hentinya bertanya. Hatinya terasa sakit melihat anak yang ia lahirkan menderita luka-luka yang terlihat cukup serius.

"Kok bisa jadi begini sih Kak ... kamu beneran gak apa-apa?" tanya Dewi yang tak bisa menahan rasa khawatirnya.

"Gak apa-apa, Buk. Kata dokter cuma keseleo, jadi disuruh istirahat seminggu habis itu bisa kembali normal," ucap Reka mencoba menemangkan ibunya.

Melihat Reka yang seperti itu membuat perasaan Rianti kembali tidak karuan.

"Kejadian ini tidak ada hubungannya dengan telepon semalam, kan?" batin Rianti bergejolak.

Rianti melangkah menuju kamar meninggalakan keluarganya yang sedang berbincang dengan Irwan.

****

Terima kasih sudah mau baca cerita saya. Kalo berkenan di like dong karya receh ini. 😊

Terpopuler

Comments

Lia Wildan

Lia Wildan

seruuu

2021-10-31

0

Ciripah Mei

Ciripah Mei

apakah Ardi benar psikopat ah hanya author lh yg tau😀

2021-08-22

0

sherlycherry_

sherlycherry_

dari Chandra litania lanjut reka Irwan sekarang lagi baca Riri Ardi, ceritanya bagus Thor, semuanya saling terkait cerita

2021-03-20

0

lihat semua
Episodes
1 prolog (Revisi)
2 in the kost (Revisi)
3 kamu itu cantik (Revisi)
4 naksir si kasir (Revisi)
5 Stella (Revisi)
6 Pria es (Revisi)
7 Bronis (Revisi)
8 Jatuh tertimpa duren (Revisi)
9 Belum bisa move on (Revisi)
10 Coca-cola (cowo cakep, cowo idol) (Revisi)
11 Ketahuan (Revisi)
12 Tanggal jatuh tempo
13 Mendadak dilamar
14 Terima takdir
15 Duren sawit (duda keren sarang duit)
16 Bisikan
17 Niat terselubung
18 Luka terdalam
19 Awal mula teror
20 Rentetan teror
21 Kebohongan kecil
22 Kebohongan kecil namun berdampak besar
23 teror
24 Duren sawit dan Coca-cola ternyata masih satu keluarga
25 SAH
26 Katanya terbelah dua
27 Grogi
28 Tamu langganan
29 Hampir saja
30 Di gendong ala bridal style
31 Tercapai
32 Akhirnya
33 Firasat buruk
34 Si boss
35 Takut ketahuan
36 Kamu bukan malaikat
37 Stella atau Rianti
38 Curiga
39 Tante Yulia
40 Tipis
41 Rasain!
42 seperti vampir
43 Tentang Amir
44 Kesalahan
45 Ombak saksi cinta kita
46 Tau segalanya
47 Pemaaf tapi pendendam
48 Mencoba move on
49 Terciduk
50 Malu banget
51 Dianti
52 Say no to pelakor!
53 Hajarrr
54 Veno
55 Wedding
56 Gaun berdarah
57 Rahasia besar Ardi
58 Kebencian Rianti
59 Terluka
60 Mencari tersangka
61 Bumil
62 Retak
63 Percobaan pembunuhan
64 Siapa om itu?
65 Kemarahan Andra
66 Awal mula
67 Sandiwara
68 Usaha Ardi
69 Hukuman
70 Rindu
71 Ular berkepala dua
72 Amir lagi
73 Heru
74 Langkah pencegahan.
75 Patah hati
76 Sasa
77 Si bulgan dan si basi
78 Andra
79 Ngedate.
80 Perjuangan Ardi
81 Ingatan Rianti kembali
82 Tingkah Shinta.
83 Gara-gara film
84 Tak sesuai ekspektasi
85 Meloholic
86 Ujian Veno
87 Jadian
88 Bulan madu atau bulan-bulanan kamu
89 Gara-gara Hotman
90 Ngidam
91 Gagal nge-drama
92 Dilema Shinta.
93 Veno dan Shinta
94 Ngidam bagian ke dua.
95 Pernikahan
96 Happy ending, happy reading.
97 pengumuman penting
Episodes

Updated 97 Episodes

1
prolog (Revisi)
2
in the kost (Revisi)
3
kamu itu cantik (Revisi)
4
naksir si kasir (Revisi)
5
Stella (Revisi)
6
Pria es (Revisi)
7
Bronis (Revisi)
8
Jatuh tertimpa duren (Revisi)
9
Belum bisa move on (Revisi)
10
Coca-cola (cowo cakep, cowo idol) (Revisi)
11
Ketahuan (Revisi)
12
Tanggal jatuh tempo
13
Mendadak dilamar
14
Terima takdir
15
Duren sawit (duda keren sarang duit)
16
Bisikan
17
Niat terselubung
18
Luka terdalam
19
Awal mula teror
20
Rentetan teror
21
Kebohongan kecil
22
Kebohongan kecil namun berdampak besar
23
teror
24
Duren sawit dan Coca-cola ternyata masih satu keluarga
25
SAH
26
Katanya terbelah dua
27
Grogi
28
Tamu langganan
29
Hampir saja
30
Di gendong ala bridal style
31
Tercapai
32
Akhirnya
33
Firasat buruk
34
Si boss
35
Takut ketahuan
36
Kamu bukan malaikat
37
Stella atau Rianti
38
Curiga
39
Tante Yulia
40
Tipis
41
Rasain!
42
seperti vampir
43
Tentang Amir
44
Kesalahan
45
Ombak saksi cinta kita
46
Tau segalanya
47
Pemaaf tapi pendendam
48
Mencoba move on
49
Terciduk
50
Malu banget
51
Dianti
52
Say no to pelakor!
53
Hajarrr
54
Veno
55
Wedding
56
Gaun berdarah
57
Rahasia besar Ardi
58
Kebencian Rianti
59
Terluka
60
Mencari tersangka
61
Bumil
62
Retak
63
Percobaan pembunuhan
64
Siapa om itu?
65
Kemarahan Andra
66
Awal mula
67
Sandiwara
68
Usaha Ardi
69
Hukuman
70
Rindu
71
Ular berkepala dua
72
Amir lagi
73
Heru
74
Langkah pencegahan.
75
Patah hati
76
Sasa
77
Si bulgan dan si basi
78
Andra
79
Ngedate.
80
Perjuangan Ardi
81
Ingatan Rianti kembali
82
Tingkah Shinta.
83
Gara-gara film
84
Tak sesuai ekspektasi
85
Meloholic
86
Ujian Veno
87
Jadian
88
Bulan madu atau bulan-bulanan kamu
89
Gara-gara Hotman
90
Ngidam
91
Gagal nge-drama
92
Dilema Shinta.
93
Veno dan Shinta
94
Ngidam bagian ke dua.
95
Pernikahan
96
Happy ending, happy reading.
97
pengumuman penting

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!