Berusaha menahan emosi. Ardi memutuskan pergi dari sana, berjalan menuju restoran yang ada di lantai atas. Dan tak memerlukan waktu lama, ia pun sudah berada di dalam restoran dan memilih duduk di dekat dinding yang terbuat dari kaca.
"Dasar bocah ingusan," rutuknya. Ia kepalkan tangan membentuk tinju. Ardi murka, ia marah melihat ada laki-laki lain yang mendekati gadis incaranya. "Awas kamu."
Dengan perasaan yang berkecamuk, Ardi mengangkat tangan, memesan segelas cappucino pada pelayan yang bekerja di sana. Ia benar-benar berharap segelas minuman yang mengandung gula bisa sedikit meredakan hati yang sedang tidak karuan. Tak lama, pesanan Ardi pun tiba. Ia nikmati minuman itu kemudian merogoh ponsel yang ada di saku celana. Membalas pesan dari sang ayah.
[Aku udah ada di restoran di lantai atas Mall Matahari. Tolong Ayah hubungi dia, aku gak mau nunggu lama.]
Pandangan Ardi menerawang jauh.
Ia menatap orang-orang yang berjalan ke luar restoran dengan wajah yang bahagia.
"Aku merindukanmu, Stella ..." desahnya lirih, mengembuskan napas yang terasa berat. Seakan ada batu besar yang menindih dada.
Stella, sosok yang ia kenal sejak duduk di bangku SMA. Sosok wanita yang membuat Ardi selalu gagal move on. Wanita yang pertama dan selamanya akan jadi yang utama. Karena kecantikan, kecerdasan dan wawasan yang dimiliki Stella, membuat Ardi betah bersamanya. Wanita dengan sejuta pesona yang tak pernah ia lihat di wanita manapun. Dari wajah hingga fisik hampir mendekati sempurna. Memiliki hidung mancung, pipi yang tirus, bibir yang ranum dan beralis tebal. Mirip keturunan orang arab. Hanya saja, gadisnya itu begitu berambisi akan pendidikan. Ia bahkan menolak lamaran Ardi dan memilih kuliah di luar negeri.
Ardi yang merasa takut kehilangan, mau tak mau akhirnya menuruti keinginan Stella.
Mereka kuliah bersama-sama dan mendapatkan gelar S1 saat umur keduanya baru 21 tahun. Setelah itu untuk mendapat gelar S2, mereka menggambil program Master by Coursework di Hongkong selama 2 tahun. Dan kembali melanjutkan program PhD di Denmark selama 3 tahun untuk menerima gelar S3.
Banyak lika-liku dalam hubungan yang bertahun-tahun mereka bina, namun keduanya bisa melewati semua itu dengan sangat baik, hingga akhirnya mereka pun melangsungkan pernikahan di Denmark yang hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat terdekat saja.
Setelah kembali ke Indonesia, Ardi sudah disibukkan dengan pekerjaan di perusahaan ayahnya dan juga mulai menjadi dosen Universitas Harapan di Semarang. Sementara Stella, memutuskan untuk menikmati perannya sebagai istri yang baru 2 bulan ini ia sandang.
Kehidupan rumah tangga mereka sangat harmonis. Ardi sangat mencintai istrinya, begitu juga sebaliknya. Ia tidak pernah bersedih atau marah. Dirinya akan senantiasa tertawa bila bersama istrinya itu.
Sore itu, Ardi sedang berada di kantor sang ayah. Ia sedang merencanakan pesta ulang tahun untuk dirinya sendiri. Dari menghubungi manager restoran hingga toko perhiasan. Ia lakukan itu semua demi istri tercintanya, Stella.
Kamu memang sesuatu sayang ... aku yang ulang tahun tapi aku lah yang menyiapkan segalanya. Ardi membatin. Memutar-mutar pulpen yang ada di tangan. Melirik jam yang terpasang di dinding. "Kenapa waktu begitu lama berputar?" sungutnya.
Di sudut lain di kota Semarang.
Sayang, kamu di mana? Kamu gak lupa dengan makan malam kita, 'kan? Tanya Ardi yang ada di seberang telepon.
"Iya, Mas ... aku lagi OTW, nih." Stella menjawab singkat. Berjalan keluar dari Rumah Sakit Harapan Bunda dengan senyum mengembang di wajah pualamnya.
Satu jam lagi kita ketemu.
"Iya, iya, bawel banget, sih."
Tersenyum, Stella pun memutuskan panggilan itu dengan wajah terkembang. Melihat kertas USG yang ada di tangan dengan mata berkaca-kaca. "Sehat terus, ya, Nak." Mengusap perut yang masih rata. Ia bahagia menerima kenyataan bahwa dirinya akan menajadi seorang ibu.
Stella masuk kedalam mobil online yang sedari tadi menunggunya. "Mas, nanti tolong berhenti di butik Olive, ya."
"Iya, Mbak," sahut si driver.
Setelah sampai di depan butik.
"Mas tunggu di sini sebentar. Saya gak akan lama," ucap Stella dan hanya direspon anggukan oleh si supir.
Stella masuk ke butik, memilih dengan cermat beberapa dasi untuk hadiah Ardi. Dan pilihannya berlabuh pada dasi berwarna coklat. Semoga mas Ardi suka, batin Stella. Ia raih selembar kertas yang berbentuk hati dan menulis sesuatu di atasnya.
"Mbak, tolong bungkusin dasi ini, ya. Sekalian dengan ini." Stella memberikan 1 lembar kertas USG, dan kertas kecil yang sudah ia isi dengan tulisan tangan.
Di restoran.
Wah ... wah ... wah ... aku sangat hebat, Stella pasti senang dengan kejutan ini. Kusiapkan makanan mewah nan romantis ini hanya untukmu, sayang ... dan bersiaplah malam ini kau akan ku makan ... ucap Ardi dalam hati.
Ardi sesekali merapikan peralatan makan yang sebenarnya sudah tertata rapi.
Ia meletakkan sebuket mawar merah, kotak perhiasan dan menghidupkan lilin.
"Semuanya sudah beres, 'kan?" tanya Ardi kepada Manager restoran.
"Sudah, Mas. Chef sudah menyiapkan segala sesuatunya dan pemain Saxophone juga sudah siap di atas panggung," jawab manager restoran dengan sopan.
"Baiklah, terima kasih. Saya yakin istri saya akan menyukai semua ini, terlebih lagi musik klasik Saxophone."
Handphone Ardi bergetar dan terlihat nama sang istri di layar ponselnya. Senyuman terkembang sempurna tatkala mengetahui bahwa Stella telah ada di depan restoran.
"Tunggu aku, sayang." Bergumam pelan, Ardi lambaikan tangan pada Stella yang ada di seberang jalan. Menarik full kedua ujung bibir sebagai simbol betapa bahagia dirinya. Namun sayang, nasib naas menimpa. Saat Stella mulai menyeberang, tiba-tiba ada kendaraan bermotor yang melaju kencang dan berhasil menabrak tubuh kurus Stella hingga terpental sejauh dua meter. Tubuhnya terhenti berguling setelah menghantam pembatas jalan.
"Stella!"
Seperti orang gila. Ardi menyeberang seperti telah kehilangan akal. Ia rengkuh tubuh lemah Stella yang sudah berlumuran darah.
"Ambulan! Tolong panggilkan ambulan!" teriak Ardi dengan suara yang bergetar hebat. Ia makin mengeratkan pelukannya. Dengan tangan yang gemetar ia rapikan anak rambut yang menutupi hampir seluruh wajah Stella.
"Sayang, bertahanlah ..." ucap Ardi lirih. Perasaannya semakin tak menentu ketika melihat darah yang terus-terusan keluar dari belakang kepala Stella.
Suasana di depan restoran sangat mencekam. Banyak orang berkumpul untuk menyaksikan kejadian berdarah itu.
Tidak lama, ambulan pun datang. Ardi dampingi tubuh Stella yang sudah mendapatkan pertolongan pertama. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya ia mencium tangan Stella. Berdoa dengan sungguh-sungguh agar tuhan menyelamatkan nyawa istri tercintanya. Tapi nasib berkata lain. Wanita malang itu meninggal dalam perjalan menuju rumah sakit.
Hanya satu kalimat yang dapat diucapkan Stella sebelum ajal menjemputnya.
"M-maafkan a-ku, dan b-berbahagialah."
Stella mengucapkan itu dengan terbata-bata. Kemudian mengembuskan napas terakhirnya diiringi tangisan pilu dari Ardi.
Di ruang kosong rumah sakit.
Ardi membuka kado yang istrinya siapkan.
Di sana ia melihat dasi coklat yang sudah bercampur dengan darah, selembar kertas USG yang mengatakan usia kehamilan sudah menginjak 4 minggu. Tangis Ardi kembali pecah, tidak menyangka orang yang di cintainya pergi untuk selama-lamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Aku jadi Heran kenapa dia malah milih Rianti,jauh dari tipenya..jangan jadi kan Rianti sebagai pelampiasan..Kasian deh Rianti..
2024-04-20
0
Lia Wildan
sedih thor
2021-10-30
0
Wullan Cahyo
berarti Dy suka Rianti karena mirip alm istri nya bukan emang bener cinta
sedih deehhh gue
2021-06-19
1