Jogja.
Tiga tahun lalu.
"Mang, acara pembukaan Hotel Safira jam 7 malam, 'kan?" tanya Ardi kepada Udin yang sedang mengelap kaca mobil.
"Iya, Den," jawab Udin seraya menyingkirkan peralatan. Ia tau sang majikan akan mengendarai mobil yang baru saja ia bersihkan.
Melihat jam tangan, Ardi kemudian berkata, "Sekarang masih jam lima sore, jadi aku mau jalan-jalan dulu, Mang. Sumpek di dalam."
"Baik, Den."
Berkendara dengan santai, Ardi melajukan mobilnya menuju pantai yang tak jauh dari hotel. Sekedar jalan-jalan untuk membuang penat. Seharian di dalam ruang rapat membuatnya jenuh dan memerlukan suasana santai untuk mengisi kembali semangatnya.
Tak lama, sampailah Ardi di tempat yang dituju. Hamparan pasir putih dan deruan ombak yang membentur bibir pantai lumayan menghilangkan lelah yang Ardi rasa. Ia langkahkan kaki menyusuri tepian pantai, menikmati sunset sore yang hanya menyisakan warna jingga di cakrawala.
"Udah, Shinta. Cukup, aku basah ni."
Suara pekikan dan kekehan nyaring masuk ke indra pendengaran pria bersurai tipis itu. Menyisakan rasa penasaran yang teramat sangat. Ardi edarkan pandangan. Menyapu pantai dengan bermodal cahaya yang hanya tinggal sedikit dari sang mentari. Dan netranya pun menangkap sosok dua remaja yang masih berseragam putih abu-abu. Mereka sedang bermain dengan ombak. Tawa mereka begitu lepas hingga tanpa sadar Ardi melangkahkan kaki, mendekat, menghampiri kedua gadis itu.
"Oh Tuhan, Stella ...." Ardi meredam suara agar tidak memekik. Ia sadar Stella sudah lama meninggal. Hanya saja ia begitu bahagia, matanya pun mendadak berkaca-kaca. Betapa bersyukurnya dia setelah melihat salah satu siswi itu dari jarak dekat. Gadis berambut panjang yang terkucir ke belakang, begitu bersahaja nan mempesona. Sosok yang begitu mirip dengan Stella. Mulai dari hidung, mata, bibir hingga senyuman mereka pun sama persis. Hanya saja tubuh remaja itu tidak setinggi Stella.
Sungguh, Ardi ingin memeluknya, mendekap dan mencium sosok yang sudah lama tiada itu. Namun, ia urungkan niatnya hingga ia tau pasti siapa gadis berkucir kuda itu.
Hotel.
Ardi menipiskan bibir, berpuas hati. Ia tatap lekat selembar foto yang ada di tangan kanan. Foto yang ia dapat setelah meminta tolong pada beberapa orang suruhannya.
"Jadi, namamu Rianti."
*****
Mengingat kejadian itu, kegelisahan Ardi semakin meninggi. Ia pun keluar dari mobilnya sekedar menghirup udara segar. Namun, tanpa diduga, Rianti juga keluar dari toko. Ia menyeberang jalan dan menuju ke arah Ardi yang sedang berada di parkiran sebuah toko bahan bangunan.
"Mau kemana gadis itu? Apa yang ada di tangannya itu?"
Ardi menautkan alis. Rasa gugup mendadak menjalar ke seluruh tubuh ketika Rianti mulai berjalan mendekat ke arahnya. Lha ... lha kenapa dia ke arahku? Ardi membatin. Menahan kecemasan. Berpikir kalau-kalau Rianti telah menyadari kelakuannya selama ini--menguntit.
Jarak mereka semakin dekat.
Dua meter.
Satu meter.
Setengah meter.
Tanpa diduga, ada dua orang anak kecil berlarian mengelingi tubuh Rianti. Rianti yang susah payah menjaga keseimbangan akhirnya goyah. Ia berusaha berpegangan dengan sesuatu agar tidak terjatuh dan yang bisa diraihnya saat itu adalah dasi Ardi.
Brugh!!!
Kejadian yang begitu cepat. Hanya dengan satu kedipan mata, Rianti telah terlentang di tanah sedangkan Ardi berada di atasnya. Aish, sungguh memalukan.
"M-maaf, Tuan, bisakah Anda berdiri." Rianti mendorong pelan dada pria yang menimpanya.
Ardi tentu saja jadi gelagapan. Ia lupa kalau dirinya masih menindih tubuh kecil Rianti. Beberapa pejalan kaki bahkan memperhatikan mereka berdua dengan tatapan heran.
"Eh, iya ... iya .... maaf." Ardi langsung berdiri seraya mengulurkan tangan.
"Terima kasih," ucap Rianti setelah berhasil berdiri. Ia bersihkan pakaiannya yang terkena debu dan pasir kemudian mulai mencari di mana ember cat yang tadi ia bawa.
Jedder!
Serasa disambar petir. Rianti panik, jantungnya bertabuh bak genderang perang. Bagaimana tidak? Ember cat yang ia bawa telah mendarat tepat di kaca sebuah mobil.
"Oh, God." Ardi berdesis geram.
Rianti menundukkan pandangan, takut. "M-maaf, T-tuan, saya benar-benar tidak sengaja." Gagap, Rianti meremas-remas jemarinya.
Ardi memandang tubuh Rianti yang sedang gemetaran. Inilah kesempatanku untuk mendapatkanmu.
"Maaf katamu! Kamu kira dengan minta maaf bisa balikin kaca mobilku seperti semula!" bentak Ardi. Suaranya begitu menggelegar hingga membuat telinga Rianti berdenging sejenak.
"Saya benar-benar minta maaf, Tuan ..." Rianti berucap dengan suara bergetar. Jemarinya seolah mati rasa hingga ia berkali-kali memijitnya dengan kuat. "Saya akan membayar kerugian Tuan," imbuhnya lagi.
Ardi menarik sebelah bibirnya. Kau mulai masuk perangkapku, Rianti.
Memasang wajah garang, Ardi menatap penuh amarah pada Rianti yang masih menundukkan kepala. "Baiklah, kalau itu mau kamu. Kuberi kamu waktu sampai hari jumat nanti, dan segera hubungi aku kalau kamu sudah mendapatkan uangnya." Memberikan kartu namanya, Ardi kembali melanjutkan kata, "Tapi, kalau tidak, itu artinya kamu harus membayarnya dengan tubuhmu. Paham."
Rianti terkejut mendegar ucapan pria asing yang ada di depannya. Begitu banyak pertanyaan yang hendak ia utarakan, tetapi lidahnya seakan kelu. Ia hanya berdiri bagai patung hingga tanpa ia sadari, orang yang barusan memberinya ultimatum itu telah lenyap dari hadapan.
"Ah, apes banget, sih." Rianti tertunduk lesu. Ia ingin marah, ingin meluapkan kekesalan, tapi percuma. Semua sudah terjadi. Dan itu akibat kecerobohan dia sendiri. Dengan langkah gontai, Rianti berjalan menuju toko tempatnya bekerja.
"Ri, tunggu!"
Seseorang dari belakang menyeru namanya. Sosok laki-laki berkaos polos yang Rianti kenal bernama Zul, si tukang parkir di tempatnya bekerja.
"Kenapa, Bang?" Bernada lemah. Rianti rebahkan dirinya di kursi depan toko. Mengumpulkan tenaga serta nyawa yang ambyar akibat heel sialan itu.
Prihatin, Zul yang melihat kejadian itu merasa kasihan pada Rianti. "Jadi apa rencanamu?"
Mendesah panjang, Rianti rebahkan punggung di sandaran kursi. "Mau bagaimana lagi, Bang. Aku besok akan ke Bank buat ambil tabunganku," ucapnya sambil menunduk. Ia tidak menyangka, hasil jerih payahnya bekerja selama berbulan-bulan akan hilang dalam sekejap.
"Itu mobil mahal loh, Ri. Mobil itu merk Bentley Continental GT yang harganya aja 8 M. Kalo untuk perbaikan kaca mobil paling tidak butuh 500 juta," jelas Zul si tukang parkir.
"Apa?!" Rianti ternganga, keberanian jadi semakin menciut mendengar penjelasan dari Zul. Ke mana ia akan mencari uang sebanyak itu? Walaupun sudah minta bantuan orang tuanya pasti masih tidak akan cukup. Gila, aku bisa gila. Rianti mengembuskan napas. Terasa begitu berat, sesak, sakit yang begitu hebat.
Lagi, dengan langkah agak terseret, Rianti dorong pintu yang terbuat dari kaca itu. Tenaganya habis, bahkan untuk menjawab pertanyaan Shinta yang bertanya padanya saja, ia tak kuat.
Mendekati Rianti, Shinta menggoyang-goyang pundak sahabatnya itu. Ia heran sekaligus cemas. Tak biasa wajah Rianti muram. "Ri, kamu sebenarnya kenapa, sih?" protes Shinta. Entah sudah keberapa kali pertanyaan yang sama melayang dari bibirnya. Namun tetap saja, tak dijawab oleh si empunya nama.
Rianti mendadak melemaskan kaki dan terduduk dengan lutut menutup wajah. Ia bingung, bagaimana menyikapi masalah besar yang sedang menantinya. Ia hanya menangis, meraung di balik meja kasirnya. Situansi yang makin membuat Shinta dan teman yang lainnya hanya saling melontarkan pandangan, bingung.
Dengan terisak, Rianti menceritakan segalanya. Dari perintah Haikal hingga kesialan yang menimpa. Dan lagi, air mata Rianti yang sempat mereda kembali meluncur deras. Membuat Kelly dan yang lain hanya menguatkan dari lisan mereka. "Yang tabah, ya. Yang sabar, ya. InsyaAllah, ada jalan." Itulah kalimat-kalimat yang teman-temannya ucapkan.
Namun berbeda dengan Shinta.
"Sini kartu namanya," Pinta Shinta yang masih dalam posisi berjongkok.
"Untuk apa?"
"Kita cari info tentang orang ini."
Dengan bermodal nama dan handphone di tangan, Shinta mulai berselancar di internet. Mencari artikel apa saja tentang Ardi dan mencerna semua cerita itu.
"Oh my god. Ternyata dia duda, Ri."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Ida Lailamajenun
mimpi rianti jd kenyataan dibelit ular gede dikakinya.jodohnya orkay tuh 😀😀
2021-11-01
0
Bhebz
ternyata Duda wkwkwk
2021-06-18
0
Septy Cweet
hihihi.....dapat duren rii
2020-11-02
2