Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore.
Waktunya mereka berlima berganti shift dengan karyawan lain. Shasa, Mini, dan Kelly sudah pulang terlebih dahulu, sedangkan Rianti dan Shinta memilih duduk di kursi yang ada di depan toko.
"Cape banget, ya. Rasanya semua skrup yang ada ditubuhku mulai rontok," keluh Rianti sembari memijit pundak dan menggoyangkan pergelangan kaki.
Shinta mendelik sekilas, heran akan ucapan Rianti yang tiba-tiba. "Emangnya situ mesin," celetuk Shinta. Kekehan ringan pun keluar dari bibirnya yang tipis. Membuat kedua ujung bibir Rianti turut tertarik. Sahabatnya yang terbilang agak centil itu pandai memperbaiki suasana hatinya. Entah itu sedang berkabut, berdebu bahkan ada badai sekalipun. Shinta selalu ada untuk mengobatinya.
"Hehehe ... habisnya aku capek, Shinta. Seharian berdiri itu bikin betisku pada melebar." Rianti berucap seraya mencubit pelan kaki di bawah lututnya. Memberikan bukti bahwa perkataannya benar.
"Untunglah tubuh kita ini diciptakan Tuhan, coba kalo terbuat dari mesin, pasti udah lama kita the end," ujarnya lagi. Mengembuskan napas lirih. "Ternyata nyari duit itu susah."
Shinta menghentikan kegiatannya yang sedari tadi memukul-mukul bahu. Menatap Rianti dengan pandangan tak percaya. Ternyata kamu juga pandai mengeluh ya. Padahal sudah enam bulan kita bekerja, dan baru kali ini kudengar kamu Seperti ini. Shinta tersenyum getir.
"Bener juga, sih. Padahal dulu waktu awal-awal kita kerja sama bu boss gak kayak gini. Tapi, semenjak pak bos yang pegang kendali ... begh, toko jadi rame pake banget." Shinta menarik setengah kedua ujung bibir. Wajah tampan si bos membanjiri ingatan. Membuatnya tak bisa menahan senyuman. Merekah, mengembang dengan sempurna.
Rianti menggeleng, tau isi kepala sahabatnya itu. Pasti lagi nge-halu. Haduh, Neng ... jangan cari penyakit ngapa?" Rianti membatin, diberi tau seperti apapun tingah Shinta tak akan berubah. Dan ketika ingin menasehati Shinta, tiba-tiba ponsel Rianti bergetar dan tertera nama 'ibuk' di sana.
"Assalamualaikum, Bu," sapa Rianti.
Waalaikumsalam, Ri. Gimana kabar kamu, Nak. Suara Dewi terdengar pelan di seberang telepon.
"Alhamdulillah sehat," jawab Rianti.
Oh iya, Ri. Hari minggu besok bisa balik Jogja, gak? Rencananya Ibuk mau bikin acara kecil-kecilan buat kamu. Gimana, bisa?
Rianti terdiam sejenak. Menekan-nekan bibir bawahnya. Bingung mau meng-iya-kan atau tidak. "Besok Riri nyoba izin sama bos dulu ya, Buk. Nanti Riri kabarin lagi."
Oh, ya udah. Nanti kabarin Ibuk ya. Kamu baik-baik di sana. Jaga kesehatan dan jangan macem-macem.
Mendengar nasehat sang ibu membuat Rianti sedikit merindukan sosok itu. Ia tarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. "Iya ... Ibu juga jaga kesehatan ya, salam untuk bapak. Assalamualaikum."
Rianti langsung memutuskan panggilan itu, memasukkan ponselnya kembali ke dalam ransel.
"Kenapa?" tanya Shinta yang keheranan melihat wajah Rianti yang sedikit berubah.
"Ibu nyuruh kita pulang, Shin. Katanya mau bikin acara kecil-kecilan untuk ulang tahunku. Kira-kira diizinin sama pak Haikal gak?" Rianti kembali murung.
"Mudahan ajalah. Kita 'kan belum pernah minta libur," jawab Shinta penuh harap.
Keduanya kembali membisu hingga akhirnya Haikal keluar toko dan melemparkan senyuman pada mereka. Senyuman yang membuat Shinta seakan lupa status dan usia.
"Mata, mata ... tolong dikondisikan." Rianti berkata seraya mencubit bahu Shinta. Mencoba menyadarkan sahabatnya yang sudah seperti orang terkena hipnotis.
"Eh, iya ... iya ...." Shinta terkekeh ringan.
"Emang kamu suka banget ya sama pak Haikal?" tanya Rianti penuh selidik. Padahal dengan paras Shinta yang cantik, ia bisa berkencan dengan pria manapun. Bahkan baru-baru ini ada seorang mahasiswa yang menyatakan cinta padanya. Tapi sayangnya di tolak mentah-mentah oleh Shinta.
"Ya sukalah, tapi bukan berati aku rela jadi pelakor," jawab Shinta seraya mengerucutkan bibir. "Aku itu penikmat ketampanan," sambungnya sambil berbisik. Takut ada yang mendengar gibahan-nya tentang si bos.
"Terus, kalo kamu gimana? Apa jangan-jangan kamu gak suka cowok?" Tatapan Shinta penuh selidik.
"Apaan sih. Siapa juga yang gak suka cowo cakep. Mata sama hati aku masih normal kalik. Cuma, cowok mana yang mau sama cewe jelek nan pendek kaya aku ini." Rianti kembali murung. Menundukkan pandangan seraya meremas-remas ranselnya yang berwarna hitam.
"Hust! Gak boleh ngomong gitu. Itu namanya gak bersyukur, walaupun kita tercipta pendek, tapi tetep aja kita masih diberi kesehatan dengan tubuh yang lengkap," ucap Shinta, menepuk pelan bahu sahabatnya itu.
"Lagi pula kamu itu cantik, kok. Hanya saja kamu jarang tersenyum. Coba deh, hidup itu jangan terlalu kaku, sering-seringlah tersenyum, karena senyum itu juga termasuk ibadah," jelas Shinta lagi. Menarik kedua ujung bibirnya. Berdiri menghampiri dan menggenggam kedua pundak kecil sahabatnya itu. "Inget gak, dulu waktu kita masih sekolah kamu pernah di tembak kakak kelas, itu membuktikan kalo kamu itu punya daya tarik tersendiri," kata Shinta sambil mencoba mengingat masa lalu mereka.
Rianti mengembuskan napas dengan kasar, menatap langit sore yang sudah berwarna jingga. "Ditembak sih ditembak, tapi gak ada kelanjutannya. Mereka semua semua ilang bagai ditelan bumi, bahkan Amir ...." Rianti berkata dengan suara bergetar. Matanya mulai berkaca dan tak lama bongkahan air terjun dengan bebas dari pelupuk matanya. Rianti sesenggukan, menutup wajah dengan telapak tangan.
"Jangan menagis dong. Kumohon ..." sesal Shinta. Ia tak menyangka perkataannya membuka kenangan pahit Rianti. Ia peluk tubuh kurus sahabatnya itu, menepuknya pelan. "Maafin aku ya ...."
"Gimana kalo kita jalan-jalan ke Mall." Shinta berkata setelah isakan Rianti mereda.
Rianti hanya menggangguk, mengambil helm dan langsung memakainya.
****
Disisi lain Kota Semarang. Tampak dua orang pria sedang duduk di ruang makan. Mereka adalah Mahendra Abbas dan anaknya, Ardi.
"Ayah sudah mengatur jadwal kencan untukmu nanti sore. Ayah harap kamu menyukai calon yang ayah pilihkan." Mahendra berucap setelah menenggak habis air putih di dalam gelas. Menatap intens putra semata wayangnya yang sedang menikmati makanannya.
"Tidak ayah, aku tidak mau," sahut Ardi singkat. Meletakkan sendok dan meraih gelas yang ada di dekatnya. Mendorong sisa makanan yang masih ada di dalam mulut.
"Sampai kapan kamu mau hidup sendiri?" Mahendra terlihat kecewa, manik matanya yang sayu menyiratkan kesedihan karena penolakan yang selalu anaknya layangkan. "Lupakan Stella dan lanjutkan hidupmu," tambah Mahendra lagi.
"Bukankah Ayah selama ini sendiri. Jadi biarkan aku sendiri, Yah." Ardi berkilah. Memasang wajah datar, menatap mata teduh ayahnya.
"Tapi, Ayah dulu punya kamu, Ardi.
Jadi sebisa mungkin ayah berusaha tegar demi kamu ...." Mahendra menghela napas panjang. "Mau, ya," bujuk Mahendra, membuat Ardi jadi tak enak hati dan akhirnya mengangguk setuju. Baiklah, ini hanya pertemuan biasa, batin Ardi.
Tak lama ponsel Ardi berbunyi, ada pesan masuk dan ada juga beberapa foto di sana. Pesan yang membuatnya menipiskan bibir.
Mahendra yang melihat kejadian langka itu juga ikut tersenyum, bukan karena Ardi menyetujui kencan buta yang ia atur, melainkan karena telah melihat kembali senyuman di wajah anaknya yang sudah lama hilang.
"Baiklah Ayah, aku pulang dulu. Nanti kirimkan saja alamatnya," kata Ardi sembil meraih kunci mobil miliknya yang ada di atas meja makan.
Ardi beranjak pergi menuju pintu keluar sambil sesekali melihat foto yang ada di ponselnya. Entah kenapa ia tidak henti-hentinya tersenyum, membuat para pelayan dan tukang kebun menjadi bertanya-tanya.
"Itu, den Ardi kenapa ya, Jum? Kok jalan sambil senyum-senyum gitu?" tanya Minah kepada Juminten, teman seprofesinya.
Juminten mengangkat kedua bahunya, sambil menggelengkan kepala. "Gak tau."
"Ya udah, yuk. Kita lanjut beres-beres di dapur, tuan besar dan den muda juga udah selasai makan," ajak Juminten kepada Minah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
pasti orang suruhan Ardi yg yg jadi penguntit Rianti..😂👍👍
2024-04-20
0
Qaisaa Nazarudin
Iya kenapa Rianti gak belajar make up sama Shinta,Shinta kan pandai make up..
2024-04-20
0
Qaisaa Nazarudin
😂😂😂Jangan sampai pak Haikal juga kecantol sama Shinta,bisa gawat nih..🤣
2024-04-20
0