Belum bisa move on (Revisi)

Hari yang cerah untuk jiwa yang lelah. Mungkin itulah syair yang tepat untuk menggambarkan keadaan Rianti sekarang ini. Wajah gadis itu kusut, matanya pun sayu. Terlihat jelas lingkaran mata yang sedikit menghitam.

Frustrasi? Ya, itu lah yang melandanya saat ini. Ia hampir tidak bisa memejamkan mata. Netranya selalu terjaga. Sementara otak, terus bekerja memikirkan bagaimana mendapatkan uang 500 juta dalam waktu singkat.

Mendesah panjang, Rianti sandarkan punggungnya di kursi besi di depan toko. Kata-kata 'bayar dengan tubuh' selalu terngiang-ngiang di telinganya.

Apa maksud dengan kata-kata itu? Ya Tuhan ... aku benar-benar takut. Bagaimana kalau dia menjualku? Memutilasiku? Atau, apa mungkin ia ingin aku menjadi istrinya? Atau gundiknya? Aku benar-benar belum siap ... aku baru 18 tahun.

Rianti terdiam memikirkan masalah yang terasa begitu berat.

Aku gak bisa minta tolong bapak, pasti bapak akan mengambil pinjaman Bank, menjual rumah dan semua tanah miliknya ... trus bagaimana nasib adik-adikku kelak? Mereka pastinya memerlukan banyak uang. Astaga, aku rasanya bisa gila.

Rianti mengurut pelipisnya yang mendadak nyeri, dadanya terasa sesak dan kepala pun mulai berat. Bingung, memikirkan jalan keluarnya.

"Tenanglah, Ri. Gak akan terjadi hal yang buruk, kok," ucap Shinta mencoba menenangkan. Ia tau kalau sahabatnya itu banyak pikiran bahkan hampir tidak tidur semalaman. Namun, Shinta juga tidak bisa membantu. Ia ingin memberi tahu paman dan bibinya tapi dilarang oleh Rianti, sebab menurut Rianti, paman dan bibi Shinta juga memerlukan banyak biaya untuk bang Andra yang ada di luar negeri.

Shinta mendekati Rianti dan memeluknya, berharap pelukan hangatnya dapat menenangkan. Namun percuma, yang terdengar adalah desahan putus asa yang semakin sering.

Tanpa diduga, dari kejauhan tampak seseorang mendekati mereka. Seseorang yang terlihat lumayan keren dengan celana jeans hitam serta kemeja lengan panjang berwarna coklat tua.

"Davin ...." Shinta mengerjap keheranan. Pasalnya penampilan Davin berbeda kali ini. Terlihat sedikit lebih dewasa. Berbanding jauh saat ia menggunakan seragam sekolah. "Kamu ngapain ke sini," lanjut Shinta.

"Aku ke sini karena merindukan kekasihku," jawab Davin yang sudah berdiri di belakang kursi Rianti.

Shinta tersenyum kecil, sedangkan Rianti masih saja diam tidak merespon godaan Davin. Karena merasa diabaikan, Davin mulai memberanikan dirinya. Ia perlahan menundukkan punggung, mensejajarkan pandangan mereka. "Bukankah kau juga merindukan aku, Sayang ...." Davin berbisik kemudian meniup pelan leher jenjang Rianti.

Gila, sungguh lancang. Rianti yang awalnya terdiam sontak berdiri dan menatap nyalang pria yang berada di belakangnya. "Apa yang kau lakukan!" Riati bergidik. M3ndapat bisikan sensual itu membuat pori-porinya meremang, geram.

Davin tersenyum. Melihat wajah marah Rianti membuatnya gemas. Ia cubit pipi gadis itu dengan berani. "Kau begitu cantik kalau lagi marah-marah."

Menepis tangan Davin, Rianti masih mengeluarkan tatapan tak suka. "Kamu gila, Davin. Tolong pergi dari sini!" Rianti berkata seraya memalingkan wajah ke sembarang arah. Otaknya sudah terasa lelah dengan masalah kaca mobil, ditambah dengan tingkah menyebalkan dari Davin membuatnya begitu meradang. Ia tatap kembali wajah Davin yang tersenyum. "Jangan pernah panggil aku sayang, aku bukan pacarmu!" imbuh Rianti lagi dengan suara yang masih tinggi. Ia kesal, kesal sekesal kesalnya. Andai bukan keponakan Haikal. Mungkin sepatu sudah melayang ke pipi remaja labil itu. Namun, lagi-lagi kemarahan Rianti seperti angin lalu untuk Davin. Remaja itu pun hanya tersenyum dan mengedipkan matanya sebelum pergi.

"Dasar anak setan," umpat Rianti tatkala punggung Davin sudah hilang dari pandangan. "Bocah gila," lanjutnya lagi.

Menggelengkan kepala, Shinta kembali menggiring Rianti untuk duduk. "Sabar ... sabar, dengan kamu marah-marah kek gini gak bakalan nyelesein masalah. Biarkan aja si Davin. Jangan diambil peduli, ya." Shinta berucap pelan. Ia tepuk kembali punggung lemah sahabatnya itu. Berharap kemarahan dan kesedihan Rianti terobati.

Waktu pun menunjukkan pergantian shift. Semua karyawan yang bekerja pagi telah keluar dari toko. Terkecuali Kelly, gadis itu menunggu kehadiran Rianti di depan meja kasir.

"Kamu pacaran sama Davin?" tanyanya yang memang penasaran.

"Gak," jawab Rianti singkat, tanpa melihat Kelly.

"Tapi, semua karyawan bilang kalau kalian pacaran."

"Cuma gosip." Tegas. Rianti berucap penuh penekanan. Ia gusar dan malas bila disangkut pautkan dengan Davin.

****

Di sebuah kafe di dekat kampus.

Seorang pria berkemeja lengan panjang dengan kacamata minus tengah fokus menatap gelas kopinya, ia seperti sedang memikirkan sesuatu dengan begitu serius. Saking seriusnya, ia tak sadar kalau seorang wanita melangkah mendekat. Wanita yang terlihat seksi dengan dress berwarna merah menyala membalut tubuhnya.

"Boleh saya temenin, Pak Ardi?" tanya gadis berbaju merah itu.

Menganggkat wajah, Ardi turunkan sedikit kacamata kemudian kembali menatap isi gelas yang sudah hampir habis. "Maaf, saya sedang menunggu seseorang," jawab Ardi tanpa ekspresi.

"Saya temenin sampe orang itu dateng, boleh? Nanti kalo orang yang Bapak tunggu tiba. Saya janji pergi, deh." Merayu, wanita itu dengan tak tau malu menarik kursi dan hendak merebahkan bokongnya. Namun sayang, Ardi yang sedari awal risih akan kehadirannya dengan tegas berucap, "Pergi, saya gak mau diganggu."

Asli, serasa dikerumuni semut tak kasat mata. Wajah wanita yang bernama Jessika Iskandar itu memerah dan berdenyut karena malu. Baru kali ini ia ditolak mentah-mentah. Bahkan para pengunjung kafe menatapnya dengan pandangan yang ia sendiri bisa menebaknya. Pandangan mencemooh.

Sabar Jessi ... masih ada kesempatan lain, batin gadis itu.

Dari arah pintu kafe.

Tampak seorang pria berkaus putih dengan jaket kulit masuk dan berpapasan dengan Jessika. Netranya menatap minat pada gadis yang berselisih padanya itu. Siulan menggoda pun dengan lantang keluar dari bibir yang mengerucut. "Cantik," gumamnya pelan. Namun, tak lama, tatapan penuh hasrat itu buyar tatkala Ardi memanggil namanya dengan lantang. "Veno, sini!"

Melangkahkan kaki. Orang yang bernama Veno itu langsung merebahkan diri di kursi yang terbuat dari stenlis. "Kenapa dia? Kamu tolak, ya?" cecarnya.

Berdecak, Ardi malas menanggapi. "Jangan dibahas." Ardi merebahkan punggungnya diri di sandaran kursi. Menatap serius sosok yang baru datang itu. Sosok pria tinggi tegap beriris hitam pekat. Veno Damian Sanjaya. Sepupu satu-satunya.

"Kamu ke mana aja? Kok lama banget," ucap Ardi mengalihkan pertanyaan.

"Sorry, tadi lagi macet."

Menilik dengan seksama, Veno mulai penasaran akan sikap Ardi yang selalu saja dingin pada setiap wanita. Seolah begitu nyaman dengan predikat duda yang disandangnya. Mengabaikan hukum alam bahwa lelaki memerlukan sosok wanita untuk menjadi pelabuhan hati. Untuk mengistirahatkan diri dari lelahnya bekerja. "Kamu masih belom bisa move on?"

Lagi, Ardi hanya berdecak, malas merespon pertanyaan Veno. Dirinya memilih mengalihkan pandangan ke arah luar jendela. Teringat kembali sosok Stella yang masih lekat di ingatan. "Bagaimana aku bisa move on, No. Makin aku berusaha ngelupain dia. Makin aku gak bisa." Tampak sejejak kesedihan di netra Ardi yang sepekat jelaga. Mengingat kenangan lama membuatnya kembali menarik napas panjang.

"Jangan terlalu berlarut dalam kesedihan. Aku yakin Stella pun pasti ingin kamu bahagia. Lupain dia, masih banyak cewe lain yang mau sama kamu." Veno berucap pelan. Prihatin akan nasib malang sepupunya itu. Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya memang memerlukan tekat dan tenaga yang kuat untuk sekedar melupakan. "Emangnya kamu mau cewe yang seperti apa?"

"Seperti Stella."

Gila, Veno tak habis fikir dengan jawaban Ardi. "Mana ada sih orang yang mirip, kecuali Stella ada kembarannya," ujar Veno yang mulai serius menanggapi perkataan sepupunya itu.

"Ada kok, aku udah liat. Dia cantik, persis Stella." Tanpa diduga. Wajah murung Ardi seketika mengembang. Menyisakan tanda tanya di benak Veno.

"Serius? Kamu jangan bercanda."

Masih dengan senyum mengembang. Ardi malah berdiri dan memakai ransel laptop yang ada di sebelahnya. "Ini ada titipan dari mami kamu. Katanya dia akan kembali ke Indonesia dua minggu lagi," kata Ardi seraya mengangkat sebuak kotak yang ada di bawah kolong meja.

Menggaruk pelipis, Veno menatap penuh tanya pada Ardi. "Kapan kamu ke sana?"

"Seminggu yang lalu."

Sepeninggal Ardi, Veno menatap titipan sang mami berukuran sedang yang terbungkus rapi itu. Mendadak ia merasa kesal dan menepisnya ke arah samping. "Kanapa balik ke sini, sih."

Tak berapa lama, Suara notifikasi chat masuk ke ponselnya. Suara pelan yang mampu berimbas pada raut muka Veno. Pesan singkat yang mampu mengubah aura kesal Veno berubah menjadi bucin.

[Yang, jemput aku, yah. Aku lagi bete nih.]

Terpopuler

Comments

Lia Wildan

Lia Wildan

veno kayaknya playboy nih

2021-10-30

0

Norhalidah Hanom

Norhalidah Hanom

masih muter mutet

2021-07-16

0

Alan Andreva

Alan Andreva

menyimak..

2020-09-17

2

lihat semua
Episodes
1 prolog (Revisi)
2 in the kost (Revisi)
3 kamu itu cantik (Revisi)
4 naksir si kasir (Revisi)
5 Stella (Revisi)
6 Pria es (Revisi)
7 Bronis (Revisi)
8 Jatuh tertimpa duren (Revisi)
9 Belum bisa move on (Revisi)
10 Coca-cola (cowo cakep, cowo idol) (Revisi)
11 Ketahuan (Revisi)
12 Tanggal jatuh tempo
13 Mendadak dilamar
14 Terima takdir
15 Duren sawit (duda keren sarang duit)
16 Bisikan
17 Niat terselubung
18 Luka terdalam
19 Awal mula teror
20 Rentetan teror
21 Kebohongan kecil
22 Kebohongan kecil namun berdampak besar
23 teror
24 Duren sawit dan Coca-cola ternyata masih satu keluarga
25 SAH
26 Katanya terbelah dua
27 Grogi
28 Tamu langganan
29 Hampir saja
30 Di gendong ala bridal style
31 Tercapai
32 Akhirnya
33 Firasat buruk
34 Si boss
35 Takut ketahuan
36 Kamu bukan malaikat
37 Stella atau Rianti
38 Curiga
39 Tante Yulia
40 Tipis
41 Rasain!
42 seperti vampir
43 Tentang Amir
44 Kesalahan
45 Ombak saksi cinta kita
46 Tau segalanya
47 Pemaaf tapi pendendam
48 Mencoba move on
49 Terciduk
50 Malu banget
51 Dianti
52 Say no to pelakor!
53 Hajarrr
54 Veno
55 Wedding
56 Gaun berdarah
57 Rahasia besar Ardi
58 Kebencian Rianti
59 Terluka
60 Mencari tersangka
61 Bumil
62 Retak
63 Percobaan pembunuhan
64 Siapa om itu?
65 Kemarahan Andra
66 Awal mula
67 Sandiwara
68 Usaha Ardi
69 Hukuman
70 Rindu
71 Ular berkepala dua
72 Amir lagi
73 Heru
74 Langkah pencegahan.
75 Patah hati
76 Sasa
77 Si bulgan dan si basi
78 Andra
79 Ngedate.
80 Perjuangan Ardi
81 Ingatan Rianti kembali
82 Tingkah Shinta.
83 Gara-gara film
84 Tak sesuai ekspektasi
85 Meloholic
86 Ujian Veno
87 Jadian
88 Bulan madu atau bulan-bulanan kamu
89 Gara-gara Hotman
90 Ngidam
91 Gagal nge-drama
92 Dilema Shinta.
93 Veno dan Shinta
94 Ngidam bagian ke dua.
95 Pernikahan
96 Happy ending, happy reading.
97 pengumuman penting
Episodes

Updated 97 Episodes

1
prolog (Revisi)
2
in the kost (Revisi)
3
kamu itu cantik (Revisi)
4
naksir si kasir (Revisi)
5
Stella (Revisi)
6
Pria es (Revisi)
7
Bronis (Revisi)
8
Jatuh tertimpa duren (Revisi)
9
Belum bisa move on (Revisi)
10
Coca-cola (cowo cakep, cowo idol) (Revisi)
11
Ketahuan (Revisi)
12
Tanggal jatuh tempo
13
Mendadak dilamar
14
Terima takdir
15
Duren sawit (duda keren sarang duit)
16
Bisikan
17
Niat terselubung
18
Luka terdalam
19
Awal mula teror
20
Rentetan teror
21
Kebohongan kecil
22
Kebohongan kecil namun berdampak besar
23
teror
24
Duren sawit dan Coca-cola ternyata masih satu keluarga
25
SAH
26
Katanya terbelah dua
27
Grogi
28
Tamu langganan
29
Hampir saja
30
Di gendong ala bridal style
31
Tercapai
32
Akhirnya
33
Firasat buruk
34
Si boss
35
Takut ketahuan
36
Kamu bukan malaikat
37
Stella atau Rianti
38
Curiga
39
Tante Yulia
40
Tipis
41
Rasain!
42
seperti vampir
43
Tentang Amir
44
Kesalahan
45
Ombak saksi cinta kita
46
Tau segalanya
47
Pemaaf tapi pendendam
48
Mencoba move on
49
Terciduk
50
Malu banget
51
Dianti
52
Say no to pelakor!
53
Hajarrr
54
Veno
55
Wedding
56
Gaun berdarah
57
Rahasia besar Ardi
58
Kebencian Rianti
59
Terluka
60
Mencari tersangka
61
Bumil
62
Retak
63
Percobaan pembunuhan
64
Siapa om itu?
65
Kemarahan Andra
66
Awal mula
67
Sandiwara
68
Usaha Ardi
69
Hukuman
70
Rindu
71
Ular berkepala dua
72
Amir lagi
73
Heru
74
Langkah pencegahan.
75
Patah hati
76
Sasa
77
Si bulgan dan si basi
78
Andra
79
Ngedate.
80
Perjuangan Ardi
81
Ingatan Rianti kembali
82
Tingkah Shinta.
83
Gara-gara film
84
Tak sesuai ekspektasi
85
Meloholic
86
Ujian Veno
87
Jadian
88
Bulan madu atau bulan-bulanan kamu
89
Gara-gara Hotman
90
Ngidam
91
Gagal nge-drama
92
Dilema Shinta.
93
Veno dan Shinta
94
Ngidam bagian ke dua.
95
Pernikahan
96
Happy ending, happy reading.
97
pengumuman penting

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!