Di ruang TV.
Veno tengah duduk di sofa yang ada di ruang tengah. Ia mencoba beberapa kali memencet remot TV berharap bisa menemukan sesuatu yang bisa menghibur hati. Akan tetapi tidak ada yang menarik perhatiannya.
Merebahkan punggung ke sofa berwarna hijau menyala yang serasi dengan warna interior ruang tengah, Veno pun menata plafon rumah serta bergumam, "Aku bosan ...."
"Kamu kenapa?"
Terdengar suara seseorang dari belakang sofa.
Veno menoleh ke arah asal suara itu.
Ia melihat seorang pria yang sudah cukup tua dengan warna putih hampir disemua rambutnya, Baskoro Edi Sejagad.
"Eh Papi ... aku cuma merasa bosan aja," jawab Veno sambil meletakkan remot TV ke atas meja. Ia perhatikan dengan seksama sosok tua sang ayah yang tengah merebahkan diri di sebelahnya.
"Makanya kerja, kamu itu udah ketuaan untuk minta uang jajan sama Papi," gerutu Baskoro, "percuma kamu kuliah manajemen bisnis bertahun-tahun di luar negeri, tapi sama sekali tidak kamu gunakan. Apa gunanya semua piagam dan penghargaan yang sudah kamu peroleh selama ini," sambungnya seraya melirik piagam yang tertempel di dinding ruang keluarga.
Menggaruk tengkuk, Veno tersenyum kikuk. "Aku cuma belum siap aja, Pi."
"Belum siap terus. Sudah empat tahun kamu pulang ke Indonesia, tapi alasan kamu selalu saja sama. Apa harus nunggu perusahaan bangkrut dulu baru kamu siap? Atau, nunggu Papi mati?" ucap Baskoro dengan nada sedikit kesal. "Atau kamu mau balik lagi ke Amerika, tinggal bersama mami kamu. Membantunya mengurus perusahaan di sana?"
Mendengar ucapan itu sontak Veno langsung menggelengkan kepalanya. Sungguh, ia tidak ingin kembali ke Amerika. Tidak ingin tinggal bersama Maminya yang diktator, selalu memaksakan kehendak dan sama sekali tidak kenal ampun.
"Aku gak mau balik ke sana Pi ... aku udah tinggal sama mami sejak umur 10 tahun. Aku gak mau dikekang lagi, aku mau bebas."
Sesaat Veno langsung teringat kenangan lama. Di mana sejak kecil dirinya selalu dipaksa belajar, ikut les ini, dan les itu. Selalu dibawa ke pertemuan rapat, konferensi, bahkan ke pesta para petinggi perusahaan yang bahkan tidak ia kenal. Dirinya begitu menderita kala itu, disaat teman-teman seumurannya sedang asyik bermain, ia malah dipaksa belajar.
Aku benar-benar gak mau kembali ke neraka jahanam itu lagi! Veno membatin. Ia kepakan tangan seraya berpikir. "Baiklah, aku akan bekerja. Tapi beri aku waktu seminggu lagi," ucapnya lantas berlalu pergi.
Di kamar .
Veno mengembuskan napas yang terasa berat. Lalu menggempaskan tubuh di atas kasur dan melihat langit-langit kamar. Entah apa yang merasuki jiwa, tiba-tiba ia teringat wajah gadis vulgar yang ditemuinya kemarin di toko baju.
Wajah Shinta yang tersenyum begitu manis dengan cekungan lesung pipi membuat wajahnya tambah terlihat cantik.
Tanpa sadar Veno ikutan tersenyum.
Tapi cepat-cepat ia menampar pipinya sendiri.
Astaga ... aku sepertinya udah gak waras. kenapa aku mikirin gadis bau kencur itu? Ingat aku udah punya pacar. Pacarku Susi berkali-kali lipat cantiknya di banding gadis itu ... Aku juga bukan pedofil yang tertarik dengan anak kecil. Ayolah Veno, cepat kembali ke akal sehatmu.
Veno menjambak-jambak rambutnya sendiri, berusaha menyadarkan pikiran gila yang ada di otaknya.
"Aku ke tempat Susi sajalah," gumamnya lalu merogoh kocek untuk mengambil ponsel—berniat memberi tahu kekasihnya itu. Namun, tak urung ia lakukan dan berniat memberi kejutan.
Veno lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celana dan berdiri mengambil kunci mobil di nakas.
Hanya membutuhkan waktu 30 menit dari rumah Veno menuju ke rumah Susi. Ia terkejut melihat ada mobil BMW keluaran terbaru yang harganya cukup mahal.
Mobil siapa ini? Bukankah orang tuanya lagi pergi? Apa jangan-jangan Susi selingkuh? Veno langsung mempercepat langkahnya munuju pintu rumah Susi. Ia mencoba mengintip dari kaca yang sedikit tertutup gorden. Ia tersenyum lega, bahwa yang datang bukanlah seorang pria, melainkan seorang wanita yang menggunakan celana jeans dan hoodie berwarna hitam. Wanita itu kelihatan begitu cantik dengan tubuh tinggi, dan rambutnya yang sebahu. Sedangkan Susi sendiri menggunakan tank top berwarna hitam dan celana pendek selutut. Mereka terlihat serius membicarakan sesuatu.
Kamu begitu seksi Sayang ... Aku benar-benar ingin memakanmu. Veno tersenyum licik. Ia melangkahkan kakinya hendak mendorong pintu yang semula memang tidak tertutup rapat. Namun, Degh! Serasa di tersengat listrik, Veno kaku melihat pemandangan yang ada di depan mata. Ia melihat kekasih pujaan sedang mencium bibir teman wanitanya. Ciuman yang begitu rakus dan terlihat penuh nafsu.
Veno meradang melihat pemandangan yang paling menjijikkan di muka bumi ini.
Brakh!
Veno mendorong kuat pintu dengan tangannya. Matanya memerah, darahnya terasa mendidih dan jantungnya berdegup kencang.
"Susi Adinda Putri!"
Teriakan Veno yang membuat Susi menghentikan kegiatannya.
Wanita yang menggunakan hoodie hitam itu hanya terduduk santai di sofa, sedangkan Susi menghampiri Veno yang berdiri mematung di muka pintu rumahnya.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Susi santai seakan tidak melakukan kesalahan.
Veno terkejut mendengar kata-kata yang terucap dari mulut kekasihnya. Ia menatap tajam mata wanita yang ada di hadapannya itu.
"Kamu ... apa yang kamu lakukan!"
Susi hanya melirik Veno dan melipatkan lengan di depan dadanya. Ia seakan malas menjawab pertanyaan Veno. "Bukan urusan kamu."
"Kamu lesbi? Tapi selama ini kita kan pacaran?" tanya Veno penasaran dan berusaha meredam emosinya.
"Aku lebih mencintainya, sedangkan kamu hanya sebuah kebohongan agar orang tuaku tidak curiga," ungkap Susi.
Veno terdiam, pria berpenampilan kasual itu shock.
"Dan kemarin semua terbongkar, orang tuaku udah tau dan aku sudah dibuang. Jadi aku gak punya alasan lagi buat pacaran sama kamu," ungkap Susi dengan nada santai.
Sumpah, demi apa pun yang ada di muka bumi, Veno ingin berteriak bahkan memukul wanita itu.
"Tapi bisa-bisanya kamu membodohiku."
Suara Veno mulai melemah. Ia tidak menyangka wanita yang selama ini dikenal sangat baik dan santun ternyata menyembunyikan sesuatu yang sangat menakutkan.
"Kenapa? Bukankah kamu juga sama. kamu bahkan sering melakukan one night stand, jadi jangan sok suci. Kita ini sama-sama manusia hina, jadi jangan saling menghina."
Kata-kata Susi seakan menusuk jantung. Namun, memang benar, mereka memang sama-sama bejat.
"Tapi, aku sangat mencintaimu ... aku bahkan mencoba memperbaiki diri," ucap Veno seraya mengganggam tangan Susi.
"Maaf Veno, aku lebih memilihnya. Dan kami akan berangkat ke luar negeri besok."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
OMG SUSI LESBIAN KAH??😳😳😳
2024-04-20
0
Qaisaa Nazarudin
Semoga aja Veno yg dapat kejutan..Kalo aja Susi tau dia ini si pengangguran dan Cassanova,mana mau Susi sama Veno..
2024-04-20
0
Qaisaa Nazarudin
Astaga ternyata PENGANGGURAN..🤦🤦
2024-04-20
0