"Kenapa Tuan Ardi yang terhormat kemari?" tanya Rianti sambil kembali duduk di kursi rotan. Ia masih marah, karena semalam Ardi meremas tangannya hingga ia meringis kesakitan.
Ardi tersenyum mendengar ucapan sarkas dari mulut manis Rianti. Ia mencoba duduk mendekati Rianti, tapi Rianti menjauh dengan menggeser tubuhnya ke arah kiri, namum lagi-lagi Ardi menggeser tubuhnya hingga Rianti tidak bisa menghindar lagi karena sudah berada di ujung kursi. Ardi mendekatkan wajahnya dan Rianti refleks menjauh dan menahan dada bidang Ardi.
Kenapa dada ini begitu keras? Gumam Rianti dalam hatinya.
Ardi tersenyum melihat perubahan warna pada wajah Rianti.
Di saat malu-malu begini ia benar-benar mirip Stella. Aku tidak sabar, ingin memilikimu seutuhnya. Aku merindukan mata ini, hidung ini dan bibir ini. Apapun akan aku lakukan demi mendapatkanmu.
Melihat tatapan Ardi yang kelihatan penuh nafsu membuat Rianti gugup dan mendorong tubuh pria itu hingga terjatuh kelantai.
"Apa yang Tuan lakukan!" ujar Rianti agak kesal.
Lagi-lagi Ardi merespon ucapan kasar Rianti dengan senyuman miliknya yang khas.
"Hey ... hey ... kenapa marah-marah? Bukankah seharusnya aku yang marah. Kau menyentuh tubuhku tanpa izin dariku."
Ardi sambil berusaha berdiri dan merapikan kemeja coklat yang ia kenakan.
Rianti terdiam, karena memang dia lah yang menyentuh dada orang itu terlebih dahulu.
"Untuk apa Tuan kemari?" tanya Rianti lagi. Ia berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
Ardi mencoba kembali duduk di sebelah Rianti menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dan sesekali membelai dan mencium aroma rambut si calon istri.
Rianti bergidik.
"Apa yang anda lakukan!!!" pekik Rianti.
Ia memandang tajam ke arah Ardi seolah siap memakannya hidup-hidup.
Orang ini benar-benar mesum!
Teriakan Rianti membuat Ardi terkekeh geli.
"Hahaha ... ayolah Ri ... jangan teriak-teriak. Aku tidak akan macam-macam padamu di siang bolong begini."
"Lalu sebenarnya apa mau Tuan?" Rianti mulai merasa kesal.
"Tentu saja untuk menemui calon istri yang aku cintai, dan calon ibu dari anak-anakku," jawab Ardi dengan percaya diri.
Rianti langsung meradang mendengar kata-kata yang menurutnya tidak masuk akal.
Sepertinya orang ini gila, mana mungkin baru bertemu seminggu yang lalu ia sudah bisa bilang cinta.
"Kenapa aku? Bukankah banyak wanita di luar sana yang bisa kau jadikan istrimu?" tanya Rianti dengan nada suara naik satu oktaf.
"Karena itu kamu, dan aku hanya ingin kamu. Kalau tidak mau, tidak apa-apa tapi bayar perbaikan mobilku," tutur Ardi tanpa basa-basi.
Rianti sontak terdiam. Ia tidak bisa beralasan karena memang kenyataannya tidak bisa membayar hutang.
"Tapi kamu tidak mengenalku dengan baik. Bagaimana bisa kamu menikahi orang asing? Bagaimana kalau suatu saat aku meracuni kamu?" tanya Rianti, berharap Ardi memikirkan kembali keputusannya.
"Sebelum kamu memutuskan untuk meracuniku, aku akan berusaha membuatmu tidak bisa hidup tanpaku," ucap Ardi seraya tersenyum licik.
Otak orang ini memang benar-benar sedeng, batin Rianti.
Rianti kembali terdiam. Ia seperti kehabisan kata-kata untuk mengubah keputusan Ardi.
"Apa itu yang di tanganmu."
Ardi menunjuk sebuah kotak kecil yang Rianti pegang.
"Ini kado dari bang Aan."
Rianti pun memperlihatkan liontin setengah hati itu kepada Ardi.
"Murahan! Aku bisa membelikan perhiasan yang lebih mahal dari pada itu. Bahkan kalau kau mau, aku bisa membeli seluruh isi toko perhiasan untukmu."
"Aku bukan cewe matre," ucap Rianti seraya membuang muka. Ia kesal akan sikap Ardi yang memaksakan kehendaknya.
Mereka berdua terdiam. Menatap langit yang sudah hampir sore.
"Bagaimana dengan pekerjaanku?" tanya Rianti memecah lamunan Ardi.
"Tidak perlu bekerja, aku mampu memenuhi sandang, pangan, dan papanmu. Aku tau kau itu gadis yang mandiri, tapi bisakah kau percaya padaku. Aku berjanji tidak akan membuatmu menderita," ucap Ardi dengan lembut.
Rianti memandang wajah pria yang ada di sampingnya
Pria tua ini seperti bunglon, berubah-ubah. Tadi begitu menyebalkan dan sekarang kenapa kata-katanya membuatku baper. Bahkan jantungku berdegup kencang.
Ardi menatap wajah Rianti yang sedari tadi memandangnya.
"Kenapa? Apakah kata-kataku membuat jantungmu berdebar-debar? Apakah kau sudah jatuh cinta padaku?" ucapnya penuh percaya diri.
Rianti terdiam, ia tertunduk malu seakan-akan terciduk setelah mengintip orang mandi.
Ardi memegang dagu Rianti dengan jari telunjuknya dan mengangkatnya perlahan hingga mata mereka beradu pandang.
"Aku tau kita baru saja bertemu. Kamu tidak mempercayaiku dan menganggapku sebagai pria tua yang sudah gila. Tapi tahukah kamu betapa tulusnya perasan sayang dan cintaku padamu. Akan aku buktikan bahwa aku adalah pria yang pantas bersanding denganmu. Berilah aku waktu untuk membuktikannya," ucap Ardi yang terdengar begitu tulus.
Rianti masih terdiam mendengar ungkapan hati dari pria tua yang mengaku mencintainya itu.
"Coba kamu lihat baik-baik, tidakkah menurutmu aku ini tampan, tinggi dan kaya. kekurangan ku cuma satu, aku sedikit tua darimu dan aku duda," ungkap Ardi dan terlihat senyum menyeringai dari bibirnya.
Tuh kan ... orang ini benar-benar seperti bunglon. Menyebalkan!
"Itu bukanlah satu tapi dua, duda dan tua itu berbeda jadi jangan disamakan," ucap Rianti sambil menepiskan telunjuk Ardi yang ada di wajahnya.
"Tapi akan aku buktikan bahwa menjadi tua dan duda itu bukanlah dosa, malah sebaliknya, akan aku buktikan kalau kau akan bisa mencintaiku."
"Anggap saja aku ini mesin ATM-mu atau Si Duren Sawit," imbuhnya lagi. Ardi merogoh saku celananya hendak mengambil sesuatu.
"Ini ambillah." Ardi memberikan kotak kecil berbentuk segi empat.
"Apa ini Tuan?" tanyanya keheranan seraya menatap lekat pada Ardi.
"Kado ulang tahun dariku." jawab Ardi seraya beranjak dari tempat duduknya.
"Lalu apa itu Duren Sawit?" tanya Rianti seraya mengikuti langkah Ardi.
"Duda keren, sarang duit," jawab Ardi sambil tersenyum.
Rianti yang baru pertama kali mendengarnya juga ikut tersenyum.
Perlahan pendapatnya tentang Ardi yang jahat dan arogan mulai sirna. Ia bisa melihat ketulusan dari pria yang lebih tua 14 tahun darinya itu. Ia sedikit merasa nyaman walaupun terkadang Ardi terlihat menyebalkan.
"O iya ... tolong jangan lagi panggil aku tuan. Kita akan menikah dalam beberapa hari, jadi panggil aku Mas."
Mendengar permintaan Ardi membuat hati Rianti terasa dikelitik. Ia tidak bisa menahan tawanya dan akhirnya tawanya pun pecah.
"Hahahah ... Srius minta di panggil Mas," ucap Rianti sambil memegang perutnya.
Melihat Rianti yang mentertawakan dirinya tidak membuat Ardi lantas marah. Ia malah tersenyum dan menghampiri Rianti yang masih sulit mengatur napas karena tertawa.
"Lalu aku cocoknya di panggil apa?" tanya Ardi dengan alis yang terangkat.
"Cocoknya di panggil Pak Dhe," jawab Rianti yang masih tidak bisa berhenti tertawa.
"Kalau aku Pak Dhe, berarti kamu itu Bu Dhe," jawab Ardi asal.
Cup!
Rianti mematung.
"Ini adalah jimat, biar kamu gak kualat, karena mentertawakan orang yang lebih tua itu gak baik," ucapnya seraya tersenyum puas.
Lalu Ardi pun berjalan pergi dengan senyum lebar di bibirnya, meninggalkan Rianti yang masih mematung di teras rumah.
****
Jangan lupa like komen dan vote nya gaes ...
Visual Shinta Author bayanginnya idol Tyuzu.
Visual Veno Damian Sanjaya Author bayangin Hyun bin. Heheh ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
France M Ati Balle
rianti dapat serangan maut 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-12-18
0
K2
tzuyu kan lebih cantik dri yang zi 😌
2022-04-15
0
Ida Lailamajenun
kisah adeknya lebih ceria,klu kakakny reka duh awal" ngilu bacanya Krn perlakuan Irwan ke reka.
2021-11-02
1