Suara derap sepatu yang membentur lantai terasa jelas masuk ke indra pendengaran. Membuat Rianti mau tak mau menyudahi mimpi dan kembali ke dunia nyata. "Jam berapa sekarang?" Suara serak Rianti menghentikan aktifitas Shinta yang sedang merias diri.
"Jam enam," jawab Shinta tanpa melihat Rianti. Ia masih asyik menatap diri di cermin, menjepit bulu matanya menggunakan ayelas curler.
"Hmm ...." Membetulkan posisi, duduk sebentar sekedar mengumpulkan tenaga, kemudian mulai berjalan dengan sempoyongan menuju kamar mandi dengan handuk yang sudah terkalung di leher.
Lima menit berselang. Rianti keluar dengan wajah segar.
"Cepet amat mandinya, Neng."
"Ngapain di sana lama-lama, aku bukan kamu loh ya, yang betah lama-lama di kamar mandi. Mandi aja udah kaya orang lagi semedi," celetuk Rianti santai.
Shinta hanya tersenyum kecil, mendengar ledekan dari sahabatnya itu sama sekali tidak membuatnya sakit hati. Ia pun kembali melanjutkan aktifitasnya, merias wajah biar terlihat lebih cantik.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Rianti sudah siap untuk berangkat kerja. Ia sudah rapi dengan seragam kerja yang pas di tubuh dan rok hitam selutut. Manis, ditambah riasan wajah yang natural, membuatnya terlihat lebih cantik. Tidak lupa juga ransel hitam kecil menempel di punggung, tempat menyimpan mukena, peralatan make up, dompet, handphone, dan tak ketinggalan pula pembalut, jaga-jaga kalau tamu bulanannya datang.
"Ayo kita berangkat, aku udah siap, nih," kata Rianti yang sudah berdiri di belakang Shinta.
"Tunggu bentar, aku sisiran dulu," jawab Shinta tanpa menoleh ke arah Rianti. Menyisir rambut panjangnya yang tergerai kemudian meletakkan bando berwarna pink di atas kepala.
"Oke. Yuk, kita berangkat," ajak Shinta sembari tersenyum, terlihat jelas lesung pipi yang makin menambah kecantikannya. Shinta lalu meraih tas di atas meja, kemudian menghampiri Rianti yang berada di belakangnya.
Melihat wajah cantik dan ceria sahabatnya itu juga berimbas pada ekspresi Rianti. Bahagia, itu yang Rianti rasa.
Tiba-tiba Shinta hentikan langkah. "Ya salam, aku lupa pake parfum," ujar Shinta sembari menepuk jidat. Ia keluarkan botol parfum dengan cepat dari dalam tas dan menyemprotkannya dari kepala hingga kaki. Membuat ruangan mendadak dipenuhi aroma stroberi.
Astaga, ni anak ribet banget sih, mau kerja aja udah kayak mau pergi kondangan. Rianti membatin dengan perasaan agak dongkol. Memencet hidung, tak sanggup menghirup parfum yang begitu menyengat.
Shinta yang menyadari perubahan sikap dan ekpsresi Rianti, tersenyum kikuk. Ia rangkul cepat bahu temannya itu seraya menjawel hidungnya. "Udah ... jangan cemberut, entar cantiknya hilang dipatok ayam."
"Beghh ... pribahasa dari siapa itu?" Masih memasang wajah cemberut, Rianti perlihatkan ketidaksukaanya.
"Hehehe ... dari aku dong," sahut Shinta cengengesan, memonyongkan bibirnya sedikit, membuat Rianti tak tahan menahan tawa lebih lama.
Pertemanan yang terjalin sudah dari kecil membuat mereka menjadi nyaman dan aman bila bersama. Walaupun perselisihan selalu ada, tapi tetap tidak bisa menggoyahkan hubungan yang sudah terjalin. Pribadi Rianti yang penyabar dan Shinta yang supel membuat keduanya saling bergantung antara satu dan yang lainnya.
"Yaudah, yuk kita berangkat," ucap Rianti setelah mengunci pintu, menggandeng lengan Shinta dengan erat, dan berjalan saling melempar senyuman. Lupa bahwa beberapa detik yang lalu sempat berselisih.
Kost tempat mereka tinggal adalah kost khusus putri, terdiri dari 6 pintu, dan bisa diisi 2 orang di setiap kamar. Pemilik kost adalah seorang wanita paruh baya bernama Anita. Janda baik hati yang selalu melemparakan senyum ramah pada siapa saja.
Tibalah mereka di depan garasi.
"Pagi ini kamu aja yang bonceng aku, ya. Aku lagi gak enak badan," pinta Rianti, menyerahkan kunci ke telapak tangan Shinta yang sudah terbuka.
"Emangnya kamu kenapa? Sakit?" Shinta menyentuh dahi Rianti dengan punggung tangan. Perasaan was-was menghantuinya seketika itu juga. "Gak panas, kok," tandasnya lagi, mengernyitkan dahi.
"Ya enggak lah. Aku 'kan gak demam." Rianti mendengkus kesal, menjauhkan tangan Shinta dari wajahnya. "Ayo, berangkat sekarang."
Di sepanjang perjalanan, Rianti yang duduk di belakang Shinta terlihat sedikit resah. Pikiran berkecamuk tatkala teringat dengan mimpi buruknya semalam. Dalam mimpinya, ia dikejar ular yang sangat besar dan melilit kaki kirinya. Dirinya berteriak histeris, meminta pertolong pada orang-orang yang melihat, tetapi parahnya, satu pun tidak ada yang mau membantu.
Rianti bergidik ngeri. Semoga mimpi itu tidak menjadi nyata, gumam Rianti dalam hati.
Sesampainya di toko, Shinta buru-buru memarkirkan motor dan membuka helm, mengambil sisir yang ada di dalam tas dan menyisir rambutnya yang agak berantakan karena tertiup angin.
"Udah cantik belom?" tanya Shinta dengan wajah sok imut.
"Udah cantik, kok." Rianti megangguk mantap.
"Ya udah, ayo kita cepet masuk, aku udah gak sabar mau lihat wajah tampannya pak Haikal," bisik Shinta, cengengesan dengan rona wajah yang telah berubah.
Rianti mendelik kesal, tanpa ragu mencubit perut Shinta dengan kuat. "Jangan aneh-aneh." Rianti memperingati temannya dengan nada menggeram dan mata yang sudah melotot tajam.
"Aku juga tau kali. Dia udah punya istri. Aku 'kan cuma mengagumi ketampanan dan pesona pak Haikal, gak lebih," kilah Shinta. Mengusap perutnya yang terasa panas. "Lagian siapa juga yang mau jadi pelakor. Cowok tampan dan lajang di luaran sana bejibun," jelasnya lagi.
"Nah, itu kamu tau." Rianti memutar bola matanya malas. Tak habis pikir, bisa-bisanya dia menyukai suami orang. Rianti kembali membatin, kesal akan tingkah polah sahabat baiknya yang tak masuk akal sama sekali.
Mereka pun berjalan menuju meja kasir masing-masing, sibuk menyiapkan segala sesuatunya. Dari mengecek mesin kasir, mengelap meja dan lainnya. Ditoko baju ini ada 3 karyawan lainnya. Ada Shasa yang bertugas menjaga pakaian pria. Lalu Mini di bagian pakaian wanita, dan terakhir Kelli di bagian Sepatu dan sandal.
Jam dinding menunjukkan pukul 7 tepat.
Seseorang masuk kedalam toko dengan senyum mengembang. Membuat Shinta menghentikan kegiatannya sekejap, menatap minat pada sosok itu. Matanya berbinar dan ujung bibir tertarik lebar. "Tampan ...." Shinta menggumam pelan.
Ya, dia adalah Haikal. Pria tampan nan gagah berusia 33 tahun. Sosok pria yang dikagumi oleh Shinta.
"Pagi semua ...." Haikal menyapa semua karyawan dengan ramah. "Awali pagi hari ini dengan senyuman, dan berikan senyuman terindah kalian untuk para pelanggan," ucapnya kemudian.
****
Tanpa Rianti dan Shinta sadari, sedari tadi ada sesosok pria misterius yang mengikuti mereka. Mengawasi mereka dari seberang jalan, sesekali mengambil foto tanpa izin dari mereka.
Dert dert dert.
Pria misterius itu merogoh kocek dan menjawab panggilan itu.
"Siap, boss."
"Iya sudah saya laksanakan. Foto juga sudah saya kirimkan."
"Oke."
"Iya, saya mengerti."
Pria itu pun langsung memutuskan sambungan telepon, men-starter motor kemudian berlalu pergi melintasi jalanan yang masih lenggang.
Sementara di dalam toko. Rianti terlalu asyik dengan pekerjaannya, tidak sadar bahwa ada seorang pria paruh baya yang juga mengambil fotonya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
꧁🦋⃟⃟ ˢⁿ᭄𝔎𝔄𝔉𝔎𝔄𝔎꧂
bru bca blum thu alur nya, semangat author nulis nya
2022-09-30
1
Lusia Tanti
tambah penasaran.....siapa ya pengagum
2021-07-24
1
Lusia Tanti
pengagum rahasia 😄😄😄
2021-07-24
1