JAM dua belas malam saat Cik Usin terbangun dan dia sangat terkejut melihat halaman yang terang benderang. Di bawah cahaya itu, Lila terlihat fokus merangkai sesuatu yang dengan cepat segera mengerutkan kening seorang pawang buaya.
“Agaknya kau mengerjakan hal penting?” tanya Cik Usin, atau panggilan kehormatannya sebagai Penakluk Buaya. Tiba-tiba ia merasa seakan sedang berada dalam keadaan yang belum pernah dialami dan dia agak kesulitan untuk mengungkapkannya. “Atau kau sedang membuat mainan?"
“Lengan Drone,” jawab Lila.
“Apa?”
“Lengan Drone.”
“Apakah itu sejenis perahu?”
Lila menggeleng. “Bukan. Pesawat terbang,” lalu ia menoleh. “Mudah-mudahan buku yang kubaca itu benar.”
“Apa?” Cik Usin menggulung kain sarung yang diselendangkannya kemudian mengitarkan kain itu ke pangkal leher. Sebelah kakinya dientak untuk makin mendekat namun seketika itu wajahnya berubah meringis sebab ujung lututnya yang menghantam tiang pintu. “Kau akan membuat pesawat?"
Lila tak lagi menoleh. “Ya. Tapi tanpa awak.”
“Bisa terbang?”
“Semoga saja begitu.”
“Ke langit?”
“Iya.”
Cik Usin berjongkok dan dia bukan saja sedang merasakan sesuatu yang aneh tapi juga sulit untuk dikatakan. Sesuatu yang lebih dari sekadar keajaiban atau semacamnya. Sesuatu yang membuatnya terkagum-kagum dan terus menatap gadis kecil di hadapannya. “Apakah pesawat itu sama seperti yang sering melintas muara?”
Untuk beberapa saat kedua anak beranak itu saling tatap. Tenggelam dalam sesuatu yang saling ditahan dengan berbagai hal yang menyesak di kepala tapi mereka tak tahu cara mengatakannya.
“Hanya sebesar anak buaya,” jawab Lila.
“Aneh sekali.”
“Aku mempelajarinya dari buku yang dikirim orang-orang kota ke sekolah.”
“Bagaimana mungkin kau bisa melakukannya?”
Lila tak menjawab dan kembali meneruskan pekerjaannya. Cik Usin terus mengamati tanpa berkedip dan sempat terbetik untuk membantu namun segera sadar kalau dia sedang merasakan semacam ketidakpercayaan yang membuat seseorang bisa menjadi ketakutan di waktu yang salah.
“Mungkinkah seperti televisi?” tanya dia pelan.
Lila mengangguk lagi dan saat itu ia sudah menghentikan semua kegiatan. Tatapannya yang kembali menoleh segera mendapati seraut wajah takjub atas pekerjaan yang baginya jauh lebih mudah dari menaklukan buaya. Waktu memang bisa mengubah segala hal dan semua itu terjadi sejak SDS Telukgedung mendapatkan sejumlah buku-buku penting. Itulah kali pertama Cik Usin merasa benar-benar menyesal tidak menyekolahkan anaknya sejak awal dan malam ini penyesalan itu terasa agak menyakitkan. “Otak Cik Usin tak sehebat ini,” katanya tapi Lila menjawab, “Bapak hanya tak biasa melakukannya.”
“Bukankah kau juga begitu?”
Malam dingin jatuh tanpa bulan. Sepi senyap merayap dalam gerakan tak terbaca. Sebagian orang biasa membayangkan kalau kesunyian itu hanyalah sebuah pengulangan atas putaran waktu sebelumnya, tak ada arti istimewa, kosong dan normal; namun bagi Cik Usin yang tidak berjalan di atas angin, kali ini semua terasa begitu lain. Ia mulai merenungkan kebenaran pendapat yang mengatakan kalau sejarah tak pernah memberi kekaguman bahkan hingga di usia pangkal limanya, kecuali saat ia sadar sudah membesarkan seorang calon teknokrat.
“Kau lelah?” Cik Usin menoleh dan segera mendapati anaknya sudah terlelap. Kegelapan melangkah sangat hening. Gemercik air dan cahaya terang secara bergantian mengabarkan keadaan waktu dengan tanpa penjelasan.
Lelaki itu tidak segera beranjak dan mulai mendapati kalau cahaya yang mengejutkan tadi berasal dari dua lampu neon yang berjuntaian di ujung atap. Dia lalu merunut kabel yang bermuara pada dua karung pelastik mengembung di pojok halaman lalu membukanya. Karung itu berisi ratusan batu baterai bekas dalam empat lapisan, berbalut kardus dan dikuatkan oleh ikatan tali pelastik. Seburuk dan setaktertata itu, kekuatan boklam neon tetap memancarkan cahaya amat terang hingga serangga malam beterbangan dengan riang di bawahnya.
Ujung paku yang dicabut dari halaman oleh Cik Usin ditusuk-tusukan ke hasil pekerjaan Lila untuk memenuhi rasa penasaran. Lelaki itu lalu membayangkan betapa satu tahun terakhir ini, dia merasa seolah baru mengenal gadis kecil itu sebagai perempuan kebanggaan. Dan selama itu pula mereka mulai membiarkan satu hubungan yang sangat mendalam, bahwa, Lila sudah mengubah jalan pikiran bapaknya dan itu lebih dari apa yang diperkirakan siapa pun.
Sebagai Pawang Buaya sejati, Cik Usin pernah mengatakan bila ia meninggal, dia tidak akan mewariskan ilmu kepawangan sebagai pilihan yang harus diambilnya dengan rasa sedih. Sebab buaya-buaya telah punah dan sebagai pawang tak lagi menarik perhatian banyak orang. Pada waktu itu Lila mendengarkan dengan saksama karena yakin ayahnya tidak sedang berbohong, dan itu pula yang mendorongnya mengacak-acak peralatan eletronik hingga semua isinya terburai.
Cik Usin sendiri tak pernah paham kalau menjadi Pawang Buaya adalah pekerjaan dengan segenap kecerdasan. Juga tak pernah sadar kalau Lila sudah memetik banyak pelajaran berharga atas hal yang ditunjukannya. Dari sanalah anak itu kemudian belajar bahwa, petarung sejati harus berani menjalani kehidupan yang tidak biasa. Petarung sejati tak boleh terbenam dalam kebosanan sebagaimana Anton Chekov saat ia menertawakan dirinya sendiri dan daun-daun.
Mendung yang tadi bergelayut ternyata benar-benar mengirimkan hujan beberapa menit setelah Cik Usin menutup kembali karung itu. Cukup deras untuk sekadar mengiringi lamunan lelaki muara dalam migrasi khayalan yang bergerak semakin jauh. Ia kemudian membangunkan Lila dan bocah itu segera terkesima setelah mengetahui hasil pekerjaannya sudah berpindah ke dalam rumah. Dia juga menyaksikan bagaimana mimik Cik Usin benar-benar tak peduli lagi dengan cuaca malam itu dan hanya tahu, hujan deras sudah kembali mengguyur rumah terapung mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Netty Wirawati
keren.. luar biasa,,serasa mengingat masa2 kecil yg dulu juga tgl d pedalaman dan sulit mendapatkan akses untuk sekolah. ..
tp dgn ke gigihan akhirnya bisa bergelar sarjana...👏👏👏👍👍👍
2020-12-14
0
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
smg rencana Lila bs mmbuahkn hsil🙏🙏
2020-12-12
0
ELI HERAWATI
Diksinya luar biasa, berbeda dengan novel lainnya ,👍👍👍
2020-12-08
2