"Bu, apa ada yang salah dengan Pram?" tanya Pram pelan.
"Loh, loh, ada apa ini? Pertanyaanmu kok jadi aneh," tanya ibu heran. "Bu, memang di rumah simbah ada apanya," tanya Pram lagi.
Ibu langsung duduk di depan Pram memindai wajahku. "Memang ada apa? Kini ibu balik tanya padaku.
Aku ceritakan semua yang terjadi di rumah Simbah tanpa aku tutup-tutupi dan ibu mendengarkan dengan seksama.
Seketika wajah ibu terkejut. "Pram ... "
Tak ada lagi percakapan, aku dan ibu hanya menghembuskan napas panjang.
"Pram ... Ibu kan sudah cerita sedikit tentang rumah Simbah dan untuk yang lainnya ibu belum bisa cerita, karena ibu tahu ini cerita yang panjang, tunggu hingga kamu siap."
"Tapi Bu. Kenapa Pram bisa lihat hantu?" tanya Pram lagi, berusaha mencari jawaban.
"Dari kecil Pram, biasakan dirimu dan yang harus menjawab semuanya Simbahmu Nak."
"Bu, saat ini bukan takut yang Pram rasakan, tapi rasa terkejut Pram Bu dan itu membuat Pram sungguh tak nyaman."
Mendengar ucapan Pram, Ibu Nur seketika terkejut.
"Kata Simbah itu sudah menjadi takdirmu," ucap ibu sembari tersenyum.
"Ayo mandi, apa kamu nggak sekolah?" ucap Ibu.
"Bolos ya Bu sehari saja," pinta Pram pada Ibu.
Mendengar ucapan Pram, ibu Nur tersenyum sembari mencium pipi Pram.
"Jangan kerumah Simbah Nduk, tempatmu di sini bukan di sana, biar nanti Simbah yang
menjelaskan semuanya."
"Bu, kenapa dengan rumah ini dan rumah simbah?" tanya Pram lagi.
Belum selesai Pram bertanya. "Jangan tanya yang aneh-aneh Pram!! Nanti kau akan mengerti dengan sendirinya," jawab ibu sambil berlalu pergi.
"Mandi Pram, sekolah," pinta ibu lagi.
Aku tak menjawab tapi langsung menghempaskan tubuh di ranjang.
Hari ini aku benar-benar tak ingin berangkat sekolah, hingga beberapa saat Pram melihat ibu Nur sudah berangkat ke pasar.
Dengan rasa yang masih penasaran, Pram segera mandi dan berjalan keluar. Serasa kaki Pram ada yang menutun. Tak terasa Pram sudah tiba di depan rumah Simbah, melangkah masuk ke halaman dan menuju teras. Dengan sedikit mendorong pintunya yang tak terkunci.
Pram berjalan masuk tanpa suara, mencari keberadaan simbah. "Aneh! Kemana perginya Simbah.
Masih berjalan mengitari rumah hingga sampai di kamar paling ujung, aroma dupa sudah menusuk hidung dengan sedikit mengintip Pram melihat Simbah tengah melakukan ritual entah apa itu. Ada beberapa sandingan, bumbu kinangan dan kembang aneka warna ada dalam satu tempat.
Masih dengan mengintip tiba-tiba angin berhembus, Simbah kemudian duduk bersila sembari memberi hormat, tak berapa lama nampak terlihat sosok yang sangat berwibawa.
Sosok laki-laki bersorban duduk di hadapan simbah. Seperti mengetauhi bahwa Pram sedang mengintip. Orang yang duduk di hadapan Simbah langsung mendongak menatap dan tersenyum. "Deg," tiba-tiba hati Pram merasa takut. Karena terkejut tak sengaja Pram menyenggol sandingan yang ada di samping di dekatnya.
"Piye, wes weruh bocah e !"
( Bagaimana sudah tahu anaknya ! )
Terdengar suara Simbah sedang berbicara dengan sosok berwibawa.
"Nek iso kawalen bocah iki, bar iki soyo abot lakune," Pram melihat Simbah kemudian tertunduk.
( Kalau bisa kawal anak ini , sehabis ini semakin berat jalannya )
"Karena, sudah terbuka apa yang jadi takdirnya," ucap sosok berwibawa.
Setelah mendengar ucapan sosok berwibawa Simbah menunduk hormat dan laki-laki itu pun menghilang.
Dengan lampu yang memang redup, tetapi Pram masih ingat dengan jelas wajah berwibawa itu. Kembali angin berhembus kencang meninggalkan aroma dupa yang langsung menusuk hidung.
"Apalagi ini?" ucap Pram pelan.
Pram langsung menggeser posisi berdiri dan hendak pergi. Namun Simbah sudah memanggil. "Pram ... dengan suara kerasnya.
"Masuk."
Dengan sedikit takut Pram masuk kedalam kamar Simbah. Menatap tajam tanpa berkedip, kemudian memukul kening Pram.
"Nyapo rene?"
"Bodoh!! Bocah di kongkon sekolah malah keluyruran rene." Kini Simbah sudah memasukkan kinangan ke mulutnya.
"Ayo bali percuma rene Simbah ra bakal cerito, ngenteni umurmu pitulas taun," ucap Simbah.
"Wes dang bali."
( Ayo pulang percuma kesini simbah gak bakal cerita , kalau umurmu belum tujuh belas tahun ucap simbah , ayo pulang )
"Mbah, siapa tadi?" tanyaku ngotot .
"Nggak usah dipikir Pram, nanti kamu tahu sendiri siapa dia, sekarang pulang sekolah!" pinta Simbah.
"Ish, sudah terlambat," jawab Pram.
"Dasar kau," sembari melempar kinang yang sudah di lumatkan.
"Mbah, panggil Pram." Kemudian Pram membisikkan sesuatu di telinga Simbah.
Setelah selesai berbisik. "Mbah Pram nggak mau Srikanti terus di dekat Pram, Pram tahu apa niatnya padaku."
"Kurang ajar bocah iku," ucap Simbah.
Sesaat kemudian Pram melihat Srikanti berdiri di ujung kamar.
Pram hanya tersenyum sinis ke Srikanti serasa Pram sudah siap tempur dengannya.
Simbah langsung mengusir Srikanti dengan tatapan nya. "Pulang Pram," bujuk Simbah.
"Mbah, ingat tujuh belas tahun itu dua minggu lagi," ucap Pram sembari berlalu.
"Mbah, Pram pulang."
Sedikit berlari hingga teras. "Anak ini," ucap Mbah Rum dengan menghembuskan asap rokoknya. Pikiran Simbah sudah mundur beberapa tahun silam mengingat awal pertemuannya dengan Srikanti.
Simbah flashback on
Setelah kematian suaminya yang tanpa sebab Simbah Rum sangat terpukul, apalagi Nur anaknya semata wayang masih kecil,
meskipun meninggalkan banyak harta dan warisan serta ladang yang luas cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
Masih dalam masa berkabung saat aku dan Nur berdiri di teras. Teras rumah ini,
yang bisa di katakan rumah punden dengan penghuni yang turun temurun. Namun, sayang semuanya meninggal tanpa sebab seperti mendapat kutukan atau apa hingga kini aku pun tak mengerti.
Meski di kenal sebagai leluhur pembuka desa tapi itu bukan jaminan, rumah yang sengaja di bangun besar dengan banyak kamar dan menyisakan satu kamar berdiri sendiri dengan tempat paling belakang.
Di sinilah aku mengenal Srikanti, arwah penasaran yang kutemukan termenung di kamar dengan baju kebaya lengkap serta ronce melati. Gadis ini mati bunuh diri di bawah pohon sawo sebelum aku jadi menantu di sini ini menurut ceritannya.
Dengan sedikit rasa kasihan yang aku punya, aku membantunya menyempurnakan arwahnya dengan sedikit mantra yang aku bisa saat itu dengan perjanjian dia akan jadi pendampingku dan seterusnya hingga anak cucuku kelak.
Dengan bantuannya aku bisa seperti ini sekarang, membantu menjaga Nur saat aku sibuk dan tanpa protes, namun aneh Nur bukannya menjadi anak yang aku inginkan
anak yang bisa meneruskan ilmu yang harus di embannya dan menjadi pengganti leluhurnya.
"Aku sedikit kecewa dengan ini, penolakannya dan selalu bilang. "Nur nggak bisa. "Nur nggak kuat Bu. "Nur takut Bu."
Hingga aku membuat perjanjian jika anakmu lahir tak peduli laki-laki atau perempuan maka dialah yang akan jadi penerusnya, meski mau atau tidak, aku tetap akan memaksanya.
Entalah hanya senyumannya yang tersungging saat itu entah setuju mau pun tidak.
Terus terang hatiku sedikit geram, hingga akhirnya akulah yang harus bertanggung jawab untuk memikul beban ini dan sedikit banyak Srikanti juga ikut andil dalam urusan ini.
Hingga akhirnya aku menjodohkan Nur dengan laki-laki sederhana, namun sangat mencintai Nur dengan sabar dan telatennya menghadapi Nur, menuruti semua keinginannya tanpa peduli itu harus dengan nyawanya. Laki-laki yang rela berjuang dan mati demi anak dan istrinya.
flashback end
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Lee
Q balik lg kak...
Ceritanya menarik ,hnya prlu ada prbaikan dlm penulisan dialognya ya ka biar bsa dibdain mna dialog mna natasi.
klo dialog itukn diawali tnda " dan diakhiri " lgi gtu.
2022-03-09
4