Sesuai janji Pram pada Simbah. Pram dan Ibu berangkat ke rumah Simbah. Sembari berjalan Ibu bercerita bahwa Pram dan ibu sudah lama tidak berkunjung.
"Saat itu kira-kira umurmu masih empat tahun Pram."
Pram mendengarkan dengan seksama, karena tak ingin ada hal yang terlewatkan, hingga tak begitu lama kami sudah datang.
"Ini Pram rumah Simbah dan ini pertama kalinya kamu kesini Pram, hampir sepuluh tahun lebih kamu tak kemari."
Memasuki halaman rumah, Pram memindai setiap sudut, hanya ada dua pohon sebelah kanan pohon mangga dan sebelah kirinya pohon sawo. Hingga ibu menarik tangan Pram menuju pohon sawo.
"Pram ... sini, ini makam Bapakmu," ucap ibu.
"Kita kirim doa dulu ya! Sebelum masuk!"
Pram hanya mengangguk, akhirnya Pram tahu keberadaan makam Bapak, membaca doa di undukan tanah yang sedikit kering dengan rumput liar yang terlihat baru tumbuh, surat Al Fatiha dan surat Yasin Pram panjatkan.
Belum selesai Pram membaca surat Yasin. Tiba-tiba angin berhembus sedikit kencang, dedaunan pohon sawo bergerak, tertiup angin mengeluarkan suara berisik. Seakan tak rela surat yang Pram baca terdengar jelas. Sehingga bunyi dedaunan menyamarkan suara Pram dan ibu saat membaca surat Yasin.
Mengucapkan kata amin sebagai penutup doa, secara tiba-tiba dedaunan juga ikut berhenti bergerak.
Ibu tersenyum menatap. "Ini awal Nak," ucap ibu sambil mengajak berdiri.
Kini tatapan Pram tertuju pada rumah Simbah, rumah yang besar dengan halaman yang luas.
Bangunan rumah yang besar dengan sedikit kuno dengan model pintu kupu tarung terbuat dari kayu jati.
Melangkah menuju teras melewati batu bata yang di tata rapi untuk jalan menuju teras rumah.
Mengetuk pintu beberapa kali namun tak ada sahutan, hingga salam yang Pram ucapkan pun tak mendapat jawaban.
Ibu menarik lebih dekat kemudian mendorong pintunya. Begitu pintu terbuka langkah Pram tiba-tiba terhenti, ada sesuatu yang janggal dan aneh yang seketika membuat bulu kuduk Pram langsung meremang.
Ibu yang melihat langsung merengkuh tubuh Pram. "Jangan takut ini rumah Ibu," ucap Ibu pelan.
Berjalan ke halaman belakang, kini Pram melihat Simbah tengah duduk sambil bersila. Tak menjawab salam kami, tapi tatapan matanya kini tajam, hingga beberapa saat.
"Assalammualaikum suara Pram dan ibu bersamaan, tak ada jawaban hanya terdengar kata. "Hem."
Melihat Simbah sudah mengganti posisi duduknya Pram dan Ibu kemudian meraih tangannya untuk salim.
Mata Pram kini melihat di sudut ruangan. Pram melihat Srikanti sedang berdiri sambil tersenyum padaku.
"Ra usah di wasne Pram!" ucap simbah.
( gak usah di lihat Pram )
Melihat Srikanti menatap dan tersenyum lalu menghormat secara takzim, Pram seakan terhipnotis kemudian tersenyum melihatnya.
"Ck ... ucap Simbah seakan keberatan Pram tersenyum ke Srikanti."
"Bunga atine Srikanti kae", ucap Simbah sambil melangkahkan kakinya untuk duduk di teras belakang.
"Nur ... sudah pulang, biar Pram di sini," ucap Simbah lagi.
Pram mengikuti Simbah hingga teras belakang.
"Di sini Mbah?" tanya Pram.
"Hiya di sini saja, dingin."
Tak lama kemudian ibu juga berpamitan untuk pulang.
"Ibu pulang dulu Pram, hati hati !! Setelahnya ibu sudah berlalu pergi.
Simbah masih terlihat sibuk dengan rokoknya, mengepulkan asapnya beberapa kali dan langsung di matikan begitu saja.
Mengambil posisi duduk ternyaman seperti biasa, setelah Simbah menggerai rambutnya. Simbah memberi dua bunga melati pada Pram, Simbah tak banyak bicara hari ini.
Sekilas nampak bayangan Srikanti mendekat dan tak berapa lama Simbah sudah mengakhiri cabut ubannya.
"Sudah Pram," ucap Simbah seketika sambil berdiri. Kini rambut Simbah di biarkan tergerai panjang hingga mencapai pantatnya.
Melangkah ke kamar membiarkan Pram sendiri, di ruang tengah, sepi ... hanya itu yang Pram rasakan.
Terdengar samar-samar percakapan di kamar.
"Piye ... opo seh kurang mantuku kae !! Saiki kon jauk siji mane? Ra iso janjine biyen cukup mantuku kae."
( Bagaimana ....apa masih kurang menantuku itu ! Sekarang kamu minta satu lagi ? Nggak bisa dulu janjinya cukup menantuku saja )
"Saiki putuku mbok jauk pisan? Serakah awakmu."
( " Sekarang cucuku kau pinta juga ? " serakah kau )
Setelahnya terdengar suara tawa keras
dan kembali sepi.
Pram segera menuju asal suara, melihat Simbah duduk sembari mengepulkan asap rokoknya.
Pemandangan yang aneh menurut Pram. Masih dengan terkejut, ketika Simbah tiba-tiba sudah berdiri di pintu kamar.
"Kok, belum pulang Pram?"
Pram langsung meraih tangan Simbah Rum untuk pamitan.
"Mbah Pram pulang dulu !! Pamit Pram pada Simbah Rum."
"Hati-hati Pram", ucap Simbah sembari mengekorku hingga teras.
"Pram sesuk-sesuk yen ra di undang Simbah ra usah mrene."
( Pram , besok besok jika simbah tidak memintamu jangan kesini )
Pram hanya tersenyum dan mengangguk saja.
"Assalammualaikum wr , wb.
Melangkahkan kaki ke halaman tiba-tiba Pram merinding, badan Pram serasa menolak sesuatu yang ada di halaman, perut Pram terasa mual dan kepala Pram jadi pusing, keringat dingin mulai keluar.
Merendahkan tubuh sesaat untuk mengambil posisi jongkok menahan perut Pram agar tak muntah.
Merasa tubuh Pram lemas, Pram diam untuk beberapa saat dan sedikit terkejut saat. Tiba-tiba Pram melihat Srikanti sudah ada di depannya.
Melihat Pram jongkok. Simbah yang melihat langsung tergopoh menghampiri, mengusap punggung Pram tiga kali dan langsung membawa berdiri dan masuk kerumah.
Pram tak mengingat setelahnya, Pram hanya merasakan tubuhnya lemas. Seketika Pram membuka mata, yang Pram lihat hanya Srikanti duduk di sisi Pram, menatap dan tersenyum.
"Simbah mana Mbak?" tanya Pram. Tak menjawab hanya tunduk hormat dan tersenyum.
Kembali Pram mengedarkan pandangan ke seluruh kamar, terlihat suram dan dingin, serta bau sesuatu yang menusuk hidung.
Pram segera bangun dan mendudukkan tubuh di ranjang, masih terasa lemas tapi keinginan Pram untuk pulang sangat kuat.
"Srikanti Pram pulang, tak ada sahutan tapi sosok ini mengekorku, hingga sampai teras. Sosok ini berhenti dan tiba-tiba muncul kabut tipis yang menutupi tubuh Pram.
"Jalanlah. Aku melindungimu, karena dirimu belum sempurna kau masih belum bisa menandinginnya," ucap Srikanti. Pram sedikit terkejut mendengar Srikanti berbicara.
'Di rumah Simbah ini semuanya jadi aneh,' ucap batin Pram.
Hingga sampai di luar halaman kabut tipis perlahan menghilang melihat Srikanti masih mengekor hingga sampai rumah.
Sampai di rumah ibu langsung menyambut Pram, sesaat mengkerutkan keningnya. "Kenapa ?" tanya ibu heran.
Pram hanya menggeleng, melihat ke luar.
"Kau di kawal Sri?" Pasti ada sesuatu yang terjadi," ucap ibu dan langsung mengajak Pram masuk ke rumah.
"Terima kasih Sri, pulang saja jaga Simbah," ucap Ibu kembali mengusir Srikanti dan
memang saat Pram melihat Srikanti langsung tidak ada.
"Pram ... panggil ibu. Ada apa? Mana Simbah?" tanya ibu bertubi.
"Cek ... pasti Simbah mu tak benar-benar menjaga Pram," ucap Ibu dengan tatapan menerawang jauh.
"Siapa yang tak menjaganya Nur ... suara Simbah tiba-tiba mengejutkan Pram dan Ibu.
"Simbah sengaja meninggalkan Prameswari di rumah, toh masih ada Srikanti," ucap simbah membela diri.
Melihat ke arah Pram sembari tersenyum
"Sudah Simbah duga, pasti sosok ini menyapamu."
Ibu yang mendengar ini langsung menunjukkan rasa tidak sukanya.
"Ibu, jangan macam-macam Pram masih belum bisa Bu ... "
" Itu pemikiranmu Nur, ini masih awal," ucap Simbah meyakinkan dirinya.
Mendengar pembicaraan Simbah dan Ibu, Pram semakin tak mengerti apa yang mereka perdebatkan.
"Aku mandi Bu, sudah jangan membicarakan hal-hal yang tak Pram mengerti," ucap Pram sembari meraih handuk yang tersampir di depan kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments