Setelah mengucap salam Nur langsung masuk, sembari menutup pintu. Melihat Srikanti masih berdiri di halaman memandang ke arah Nur.
'Pulang Srikanti, bilang pada ibu kami baik baik saja,' usir Nur dalam hati. Secara tiba-tiba Srikanti sudah menghilang.
"Bu, ke ayunan yuk," ajak Prameswari.
"Nggak boleh bohong! Kini kata-kata itu Prameswari balikkan kepada Nur.
"Ya, ayo. Tetapi ingat di ayunan saja nggak boleh jauh-jauh," ucap Nur.
"Ibu kedalam dulu Prameswari."
Begitu Nur keluar, Nur sedikit terkejur melihat Prameswari tengah berbicara sendiri, dengan heran Nur berjalan mendekat. Saat Nur semakin mendekat perasaan Nur sedikit lega, karena melihat Prameswari tengah bermain-main dengan anak tetangga sebelah rumah.
Nur sengaja duduk di antara mereka, mendengar cerita dua anak kecil yang tengah berceloteh dengan ramai. Sembari mendengarkan mereka Nur teringat akan ibu. 'Kenapa ibu jarang datang mengunjungi, kenapa hanya Srikanti yang sering datang, ingin menengok tapi ibu melarang dengan keras. Banyak pertanyaan yang ada di hati Nur, tapi semua seperti tak terpecahkan.'
Menjalani hari-hari dengan kebiasaan yang sama hingga tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Kini tak terasa Prameswari sudah berusia lima belas tahun dan sudah lulus SMP, akhirnya waktu yang Nur takut kan datang juga. Melihatnya tumbuh menjadi remaja cantik meski kulitnya sedikit coklat dengan posturnya yang sedikit tinggi dari teman-teman sepantarannya.
Mengingat hal ini hati Nur sedikit was-was dengan ucapan ibu, namun semakin Nur khawatir itu membuat Prameswari semakin bertanya-tanya dengan rasa ke ingin tahuannya, hingga Nur memutuskan untuk sedikit tenang dan memendam semuanya.
Semenjak Prameswari menginjak usia lima belas tahun hampir tiap hari, ibu mengunjungi melihat kondisi Prameswari. Senyum ibu selalu tersungging lebar saat melihat ulah Prameswari yang sangat tomboy. Saat ini ibu melihatnya sedang bermain sepak bola dengan teman laki-lakinya di kampung.
Sembari menggeleng.
"Gimana Nur, anakmu itu perempuan tapi petrak," sambil memutar kinang nya dan meludahkan nya.
"Opo Prameswari nggak sekolah Nur?"
"Sudah ujian Bu, tinggal menunggu pengumuman kelulusan," jawab Nur pelan.
"Hem ... Ibu terdiam tapi tatapannya masih melihat cucunya di halaman.
Berdiam sejenak kini tatapannya beralih ke pohon jambu, seperti menakutkan sesuatu.
"yo wes, ibu pulang! Melihat tingkah anakmu petrak seperti itu Ibu jadi khawatir Nur," kembali ibu berucap.
Bergegas berjalan menuju halaman. "Prameswari Simbah pulang, cepat mandi Nduk sudah sore," ucap Simbah Rum sembari berjalan.
"Ya ... Mbah jawabnya dengan napasnya yang tersengal. Melihat tingkahnya tak urung Nur ikut memanggil.
"Prameswari ... teriak Nur dari dalam rumah.
"Pulang!! sudah sore sebentar lagi maqrib," teriak Nur lagi.
Sesaat melihat Prameswari sudah menghentikan permainannya, sedikit berlari masuk ke teras dan kemudian masuk rumah.
"Eee ... ucap salam dulu," sembari Nur menarik tangannya.
"Assalammualaikum," ucapnya begitu saja.
"Mandi yang bersih di gosok semua badannya pakai sabun Pram, terus shalat ibu tunggu," omel Nur lagi.
Tak berapa lama melihat Prameswari sudah berganti baju mengambil mukena dan sajadahnya.
"Berrrr ... dingin Bu," sembari memakai mukenanya, setelah beberapa saat setelah selesai shalat, melihat Prameswari sudah hendak berdiri. "Prameswari panggil Nur."
Mendengar panggilan Ibunya Prameswari tak jadi berdiri dan kembali duduk di sisi ibunya.
Nur menatap sejenak wajah yang mulai tumbuh remaja.
"Sudah besar, mau masuk SMA! Ibu minta kurangi main sepak bola dan permainan lainnya, malu nanti kalau Prameswari sudah balig, masih main yang seperti itu? Ingat pesan ibu ini."
Hanya mendengarkan sesaat dan kembali berdiri," sekalian nunggu isya Pram!"
"Sebentar Bu, mau minum haus," ucapnya dan segera berlalu. Hingga tak lama terdengar pintu luar di ketuk.
"Pram ... coba lihat siapa yang datang."
Mendengar langkah kaki menuju ruang tamu.
"Bu ... ada Mas Rian," ucapnya sambil mendekat.
"Rian siapa Prameswari?"
"Itu, yang rumahnya di ujung jalan. Nur sedikit terheran lalu bergegas ke muka. Melihat tak ada siapapun Prames pun sudah menghilang. "Kemana anak itu?" ucap Nur.
Beberapa saat melihat ibu datang dengan tersenyum. "Anakmu Nur, yah mene sek dolan."
( anakmu jam segini masih main )
"Di mana Bu? Itu di ujung jalan," ucap ibu.
"Srikanti wes tak suruh menjaga," ucap ibu sembari duduk.
"Minum kopi Bu? Tawar Nur.
"Nggak Nur, cuma mau nengok Prameswari.
"Bu. Nur minta tolong, jangan dekat kan Srikanti dengan Prameswari, Nur kok merasa takut Bu!"
"Ibu lebih takut kalau dia berhubungan dengan pohon jambu itu Nur!" ucap Ibu tiba-tiba.
"Memang ada apa Bu?" tanya Nur bingung.
"Jangan bikin Nur ketakutan."
"Sekarang umurnya Prameswari itu sudah lima belas tahun Nur, seperti yang ibu bilang
ibu tidak bisa terus terusan melindunginya
sedikit demi sedikit semua pasti terbuka dengan sendirinya."
Setelah berbicara ibu kini sudah menggaruk kepalanya. "Duh, sepertinya uban Ibu semakin banyak Nur, gatalnya?" ucap ibu masih juga menggaruk kepalanya.
"Apa mau di petani Bu, di cabut ubannya."
"Nggak usah Nur. Sudah. Ibu mau pulang besok- besok saja," ucap Ibu sembari keluar ke teras, berhenti sejenak memandang pohon jambu.
Dari luar halaman nampak Prameswari melenggang masuk. "Bocah mbetik nek ngunu baru gelem mulih," ucap Ibu.
"Mbah Rum pulang Prameswari," ucap Ibu bertepatan dengan suara adzan isya, sesaat kemudian tubuh Pram tergetar.
"Ayo masuk isya an," ajak Nur sambil menarik tangan Prameswari.
Melihat sekilas di halaman.
"Kenapa ibu tiba-tiba sudah pergi!! Lalu ... ah ... apa ini hanya pikiran Nur saja."
Panggilan Prameswari keras dan tiba-tiba mengejutkan Nur.
"Bu ... "teriak Prameswari dari kamar mandi.
"Ada apa? suaranya sampai terdengar di teras!"
Menunjukkan sesuatu di balik celananya .
"Habis apa tanya Nur tak sabar? Nggak kemana- mana cuma duduk sama Rian."
"Sini," sembari Nur menyodorkan pembalut ke arahnya, memberi tahu bagaimana cara memakainya, sampai setelah semua selesai.
"Prameswari nggak usah shalat dulu," ucap Nur. Prameswari hanya mengangguk tanda mengerti.
Kini Nur menariknya untuk duduk di sisinya.
"Ibu penasaran, apa di kampung kita ada anak bernama Rian, Prameswari?"
"Ada Bu, itu anak baru pindahan dari kota sebelah, rumahnya di ujung jalan dan bagus."
"Memang sudah berapa lama kenal?"
"Sudah seminggu, anak-anak juga kenal!"
"Hem ... ya sudah, ibu cuma heran kok baru tahu ada temenmu yang namanya Rian."
"Oh, ya Prameswari mulai sekarang nggak boleh main sepak bola dan yang lainnya, harus di rumah, ingat Prameswari sekarang bukan anak-anak lagi sudah jadi gadis remaja dan sudah balig," ucap Nur sembari menatapnya.
Melihat reaksinya Nur sedikit tersenyum
"Jadi penasaran seperti apa jika Prameswari di suruh diam di rumah."
Esok harinya setelah mendapat ultimatum dari Nur Prameswari benar-benar ada di rumah duduk tenang menonton TV, ke kamar dan kembali lagi seperti itu.
"Bu ... Prameswari bosan. Mendengar hal itu Nur tersenyum.
"Harus di biasakan Prameswari."
"Apa Prameswari ke rumah Simbah Bu?" Mendengar itu Nur langsung berdiri.
"Nggak boleh jangan sekali kali kau kesana," ucap Nur dengan amarah.
"Memangnya. Jangan membantah," bentak Nur seketika.
Mendengar bentakan ibunya Prameswari berlari ke kamar, melihat itu Nur sedikit menahan gejolak hatinya, apa yang Nur khawatirkan akhirnya.
Menatap jauh lurus ke depan, memang apa yang di sembunyikan ibu dari Nur rasanya semakin lama semakin rumit pikir Nur.
Nur berjalan menuju kamar Prameswari, mengintip sejenak. Melihat Prameswari tidur dengan tengkurap, memilih kembali menutup pintu kamarnya.
"Ya, ternyata ikatan darah sangatlah kuat seperti itulah Mas Sipun jika sedang marah."
Kembali dengan kegiatan Nur yang belum selesai dengan sedikit melamun hingga.
"Aduh, kini tangan Nur yang tergores pisau.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Permata Bulan
next thor👍
2022-01-07
3