Perjalanan waktu sangatlah cepat kini tanpa terasa sudah satu tahun sejak kelahiran Prameswari. Bayi yang sangat sehat, pipi gemul dengan rambut hitam nya serta sorot matanya yang tajam. Bayi yang sudah mulai pandai mengeluarkan kata-kata, tawanya yang keras dan memang tingkahnya sangat aktif.
Genap setahun Preswari sudah mulai bisa berjalan, gigi susunya sudah mulai berjajar rapi empat di atas dan enam di bawah.
Simbah Rum yang biasanya sangat semangat menjaga cucunya, kini sudah mulai tega untuk meninggalakan Prameswari untuk bepergian.
Seperti hari ini, masih pagi simbah sudah berangkat untuk keluar. "Nur, ibu akan pergi mungkin agak lama atau mungkin sampai malam," ucap Simbah sembari mencium cucu kesayangannya.
Mendengar ibu ijin pergi hingga malam membuat hati Nur sedikit resah. "Entalah ... perasaan apa ini, toh pada akhirnya ibu harus berangkat juga meski Nur mengutarakan keberatan."
"Belajar Nur, jangan takut, nanti ibu juga akan sering bepergian," ucap Simbah Rum sembari melangkah pergi.
Dari pagi sampai sore semua masih aman aman saja, namun tetap saja hati Nur semakin resah mendekati menjelang malam. Malam ini, tidak seperti malam biasa biasanya, selepas magrib Prameswari mulai nampak rewel dan menjadi cengeng, semuanya menjadi serba salah.
Tanpa di ketauhi apa yang jadi penyebabnya.
Tiba-tiba, Prameswari menangis dengan kencang, badanya panas dan matanya merah serta menatap tajam. Nur, yang sedari tadi sudah merasa kebingungan, masih mencoba menenangkan Prameswari. Berbagai cara, sudah Nur lakukan untuk menenangkan bayi prameswari. Namun, tetap sama bayi Prameswari masih terus rewel dan menangis, Nur masih berjalan mondar mandir di ruangan kamar sembari menggendong bayi Prameswari.
Di tengah kebingungannya. Tiba-tiba, angin berhembus kencang bersamaan menguarnya aroma melati yang segera menyebar ke seluruh kamar.
Sesaat Prameswari langsung terdiam dari tangisnya, kini matanya menatap sesuatu di sudut kamar, kemudian bayi Prameswari tertawa tergelak, seakan ada yang mengajaknya bermain. Melihat keanehan dari anaknya dengan sigap, Nur langsung mengeratkan pelukannya melangkah dengan perlahan dan hendak mengajaknya keluar kamar. Belum sampai menuju pintu tiba-tiba, pintu kamar tertutup dengan sendirinya serta mengeluarkan suara yang keras. "Jueder ... "
Nur, langsung mundur secara perlahan hingga tubuhnya menabrak tempat tidurnya.
Berdiri dengan rasa takut, ketakutan Nur semakin menjadi saat menyadari sang ibu tak ada di rumah. Di tengah-tengah ketakutannya tiba-tiba, terdengar suara. " Ojo metu soko kamar iki, neng kene wae."
( jangan keluar dari kamar ini , di sini saja )
Dengan aroma melati yang kini sudah kembali menusuk hidung. Angin kembali berhembus dengan kencang serasa ingin menghantam pintu kamar, hingga beberapa kali terdengar suara benturan antara angin dan daun pintu. "Braak, braaak ... hingga berulang kali.
Aroma melati kini makin dekat kearah Nur.
Kabut tipis perlahan mulai turun menyelimuti seluruh ruangan kamar sehingga menutupi tubuh Nur dan bayi Prameswari. Angin masih kencang dan sesekali masih menghantam pintu kamar, sesaat Nur melihat Prameswari seperti tak terusik dengan keributan yang Nur dengar. Dengan heran Nur menatap bayi kecil dalam pelukannya. "Ada apa ini?" ucap Nur pelan.
Semakin lama aroma melati semakin kuat dengan aroma khasnya, seketika Nur merasakan ada bayangan yang berdiri menutupi Nur dan bayi Prameswari. Lama ... hingga terdengar, samar-samar suara ibu yang sedang berbicara dengan seseorang. "Cepat pergi, jangan ganggu cucuku!" Apa minta saya pindah rumah mu hah ... "
Setelah ibu berbicara, tak lama angin masih bertiup dengan kencang, kemudian dengan sedikit perlahan menghilang di sertai dengan suara keras dan berat. "Huaw hahaha haha ..."
Tawa yang keras dan menyeramkan.
Seketika bayangan yang menutupi Nur dan bayi Prameswari perlahan menjauh, bersamaan menghilangnya kabut tipis secara perlahan-lahan, pintu kamar yang tadi tertutup kini perlahan terbuka dengan sendirinya.
Melihat semua kejadian ini seketika badan Nur serasa lemas, tubuhnya langsung oleng ke ranjang bersamaan dengan bayi Prameswari yang di raih dari Nur, sebelum ikut terjatuh bersama tubuh Nur.
Entah, berapa lama Nur tertidur atau pingsan
Nur juga tak tahu, yang jelas saat Nur terbangun ibu masih setia di kamar, duduk di kursi sembari memangku Prameswari, melihat Nur terbangun ibu langsung bangkit dan tersenyum.
"Sudah bangun Nur?" Mendengar pertanyaan ibu, Nur hanya mengangguk.
Dengan ragu Nur menatap ibu dan memberanikan diri untuk bertanya .
"Ada apa ini Bu, siapa tadi? Ibu menatap lekat sembari meletakkan bayi Prameswari di sisiku, ibu menjawab pertanyaan Nur.
"Itu yang ada di pohon sawo, coba-coba mau menyapa cucu ibu." Kini sembari menyulut rokoknya, tatapannya jauh memandang ke depan. "Untung Srikanti sudah ibu beritahu, jadi bisa melindungi kalian," ucap ibu tenang.
Seketika bulu kuduk Nur kembali meremang mendengar cerita ibu, melihat Prameswari sudah tidur dengan tenangnya.
Masih dengan heran, kembali Nur bertanya. "Siapa Srikanti itu Bu?"
"Hm ... iku rewang Ibu, yang ibu suruh jaga kamu dan Prameswari," kembali ucap ibu dengan tenang dengan menghembuskan asap rokoknya.
Kembali bulu kuduk Nur meremang. "Jadi, selama ini yang berbicara dengan ibu?" tanya Nur terputus begitu saja. Kemudian melihat ibu tersenyum.
"Ya, perempuan itu Nur! Jangan takut, Srikanti itu baik anaknya."
Setelah berbicara seperti itu, Ibu lalu berdiri mendekat. Entah, apalagi yang ibu lakukan pada Nur, setelahnya ibu menutup mata Nur dan merapal mantra yang Nur sendiri tak paham dan mengerti artinya. Hingga beberapa menit kemudian ibu membuka tangannya.
"Lihatlah itu yang namanya Srikanti," ucap ibu sembari menunjuk ke arah sudut kamar.
Kini jelas terlihat di sudut kamar berdiri seorang wanita cantik berkebaya, rambutnya di sanggul dengan hiasan ronce melati. Saat Nur melihat, sosok ini tersenyum menatap Nur, seketika aroma melati kembali tercium oleh Nur.
Nur langsung menoleh ke ibu, ibu hanya tersenyum menatap sembari tangan ibu meracik kinangnya. "Jangan heran Nur, itu memang penjaga untukmu dan Prameswari, mau tidak mau kamu harus menerimanya," ucap ibu dengan masih mengunyah kinangannya dan meludahkan di wadah yang sudah di siapkan ibu.
"Tidur Nur, sudah malam, jangan sampai kau tidak tidur," ucap ibu sambil berlalu keluar dari kamar Nur dan menutup pintunya.
Selepas ibu keluar dari kamar banyak pertanyaan yang menganggu benak Nur. 'Jadi selama ini, Nur dan Prameswari ada yang melindungi?' Antara percaya dan tidak tapi nyata jelas Nur melihatnya. Malam ini Nur membuktikan sendiri dan benar ada di rumah Nur sendiri.
Mata Nur masih belum bisa dipejamkan, hingga subuh menjelang. Ayam tetangga pun sudah mulai berkokok saling menyahut, membuat keributan sendiri, sedikit menguap.
"Huam ... sejenak Nur membaringkan tubuhnya di ranjang sembari tangannya masih memeluk tubuh Prameswari, akhirnya mata Nur terlelap juga saat subuh datang."
Entah, sudah berapa lama Nur tertidur mendengar panggilan ibu membangunkan dengan suaranya yang sedikit keras, membuat kepala Nur sedikit pusing, karena Prameswari pun ikut terbangun dan menangis.
Masih di atas kasur, Nur kembali sesekali menguap . "Huuaam, berkali-kali Nur menguap hingga ibu menatap dengan heran. "Masih ngantuk Bu," ucap Nur lagi.
"Kenapa Nur, semalam kamu tidak tidur?"
"Sudah ibu bilang tidur, karena pagi ini ibu juga mau keluar, kalau begini kan ibu nggak jadi keluar Nur. Sudah tidur dulu barang sejam dua jam," ucap ibu sembari mengganti baju Prameswari.
Mendengar omelan ibu membuat kantuk Nur seketika jadi hilang, terdengar tawa Prameswari membuat mata Nur langsung terbuka lebar. "Ibu, pergi saja, tapi tunggu Nur selesai mandi," ucap Nur sembari berlalu ke kamar mandi.
Tak berapa lama mandi Nur keluar dari kamar mandi. Nur samar-samar mendengar ibu sedang nembang lagu jawa, yang Nur sendiri tak tahu apa artinya yang Nur ingat hanya sedikit syair nya. Lagu lingsir wengi.
"Jadi yang selama ini ibu nembang dengan Prameswari ternyata lagu ini? Nur sedikit cemberut saat mendekat, tapi ini aneh saat Nur melihat yang nembang. "Deg," kini dada Nur terasa berdenyut kencang.
Dengan tatapan heran, Nur mendekati sosok ini, melihat Nur datang sosok ini sedikit menepi dan sedikit menjauh dari Prameswari.
"Mana Ibu, Srikanti?" tanya Nur tak sabar."
"Maaf, Simbah putri pergi karena ada urusan yang penting. Setelah membalas pertanyaan Nur kemudian Srikanti sudah menghilang.
Aneh pikir Nur. 'Ibu ini juga aneh kenapa pula Prameswari di titipkan ke Srikanti,' kembali batin Nur berucap lagi. Mengangkat Prameswari dari teras belakang menuju kamar.
Dengan gemas Nur mencium seluruh wajah Prameswari, kini Prameswari semakin tertawa keras dengan kakinya ikut di ayun-ayunkan.
Menatap Prameswari tersenyum, membuat hati Nur sedikit sakit, melihat senyum Prameswari sejenak Nur teringat pada suami Nur. "Mas Sipun," ucap Nur pelan .
Mengikis air matanya sesaat dan mencoba untuk menidurkan Prameswari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Daliffa
mampir baca Thor
2025-03-05
1
novita setya
kl ga slh sipun itu artinya merugi..itu jare mbahku loh
2023-03-12
1
Luwak white coffe☕
srikanti itu mahluk apa thor?
2023-02-19
2