Perjalanan waktu lambat laun merambat naik Seperti halnya masa tumbuh kembang anak Nur. Prameswari bayi kecilku kini sudah berusia empat tahun. Memasuki usia balita dengan tingkahnya yang aktif dan bahasanya yang lancar dan gayanya yang ceplas ceplos membuat tetangga kanan kiri Nur yang mempunyai anak sepantaran dengan Prameswari kadang salah paham dengan apa yang di maksud.
Usia empat tahun, sudah pantas masuk sekolah play group, sekolah titipan untuk anak Nur, namun nyatanya Nur masih ragu untuk mendaftarkan Prameswari. Melihat tingkahnya sehari-hari di rumah.
Nur sedikit ragu dan semakin bingung saat mendapati Prameswari bertingkah aneh di rumah, tersenyum, kadang tertawa sendiri hingga tergelak, tak jarang berbicara sendiri serta bermain dengan riangnya serasa memiliki teman di sampingnya.
Pikiran Nur tertuju pada Srikanti. "Apa mungkin?" ucap Nur pelan. Tapi segera Nur tepis pikiran jahat yang tiba-tiba muncul.
Akhirnya Nur memutuskan untuk mengajarinya sendiri di rumah dengan perlahan dan yang Nur bisa. 'Toh, Nur juga masih lulusan SMA pikir Nur.'
Seperti pagi ini, saat sedang asyik memasak di dapur dan Prameswari duduk di samping Nur dengan kursi kecil yang biasa untuk duduk saat menemani Nur di dapur.
Mendadak Prameswari tertawa tergelak kemudian berujar. "Jangan begitu nanti ibu marah," ucapnya . Seketika Nur menoleh dan berjongkok mendengar ucapan Prameswari.
"Prameswari bicara dengan siapa?" tanya Nur penasaran, namun yang Nur tanya hanya menggeleng.
Nur kembali berdiri melanjutkan memasak.
Sedetik kemudian Nur mendengar Prameswari sudah tertawa terkikik, sambil berucap.
"Boleh," ucap Prameswari Sedikit mendekat kearah Nur sembari menyeret kursinya, kemudian menarik rok bawahan Nur.
"Bu ... mau kenalan sama temen Prameswari? Mendengar ucapan Prameswari Nur langsung menghentikan memasak.
"Teman siapa Prameswari?"
"Ada! Ibu mau kenalan?" ucapnya lagi.
"Teman Pram bilang, dia mau kenalan sama ibu!"
Nur diam beberapa saat. "Itu dia Bu berdiri di pojok kan dekat kaki ibu," ucap Prameswari lagi.
Seketika Nur menoleh ke arah yang di tunjuk Prameswari. "Siapa Nak? Nggak ada siapa siapa?"
"Ada Bu, nah senyumkan!" ucap, Prameswari.
"Mau kan Prameswari kenalin, dia itu yang tiap hari nemani Prameswari," sembari menunjuk ke arah samping Nur.
"Itu yang tiap hari menemani Prameswari setiap hari," ulang Prameswari berucap.
"Deg," terjawab sudah ketakutan Nur selama ini.
Seketika Nur mematikan kompornya, alat penggorengan Nur taruh begitu saja, mendadak pikiran Nur menjadi kongslet. Meraih tubuh Prameswari jangan macam-macam yo Nduk?" ucap Nur sambil berlalu keruang tengah.
Prameswari yang Nur gendong masih tertawa sembari meledek sosok yang entah di mana keberadaannya. Begitu tiba di ruang tengah dengan sedikit tergopoh Nur duduk, melihat tingkah Nur yang aneh, ibu langsung bertanya.
"Kenapa Nur?"
Tak menjawab pertanyaan ibu, tetapi Nur langsung duduk di samping ibu. Dengan heran ibu melihat, kemudian ibu langsung tersenyum kemudian menatap Nur.
"Lah, anaknya baik Nur, jadi ibu biarkan supaya prameswari ada temennya, kasian di rumah sendiri Nur! Kamu sendiri juga sibuk kerja.
Mendengar ucapan ibu, Nur langsung protes.
"Bu, saya ingin, Prameswari itu seperti teman temannya, agar dia bisa sekolah Bu! Kasian Prameswari," ucap Nur sedikit keras.
Sembari membenahi cara Nur duduk di kursi jati, ibu hanya diam mendengar ucapan Nur dan tersenyum, hingga sesaat kemudian.
"Lha ... Prameswari itu sudah menjadi takdir nya bisa melihat yang begitu-begitu Nur, nggak bisa di ubah nanti malah bisa-bisa berimbas ke anakmu Nur."
"Ya, tolong di usahakan Bu, kasihan," ucap Nur lagi.
"Ya, sudah besok ibu usahakan Nur, tapi ini tidak untuk selamanya Nur," ucap ibu.
Terhenti sejenak, kemudian menghisap rokoknya dan membuang asapnya berkali-kali.
Tatapan ibu kini menerawang jauh. "Nanti kalau Prameswari sudah berumur lima belas tahun apa yang menjadi kelebihannya akan kembali dengan sendirinya Nur, ibu hanya bisa melindunginya bukan menutup atau menghilangkannya."
"Sudah takdir Nur," ucap ibu sembari mengepulkan asap rokoknya lagi.
Nur termenung beberapa saat mengartikan ucapan ibu. "Ya, nggak apa-apa Bu, asalkan saat ini Prameswari bisa berbaur dengan teman-temannya Bu."
"Andaikan besar nanti dia pasti bisa mengendalikan," ucap Nur sedikit menghibur.
Melihat Prameswari kini sudah bermain-main
di ruang tengah sambil sesekali tertawa.
"Coba lihat Bu, kasian anak itu, Nur jadi takut Bu kalau nanti terus begitu," ucap Nur sembari menatap Prameswari.
Ibu hanya manggut-manggut, kemudian sedikit beringsut dan kembali mengambil rokoknya dan menyesap kembali kopinya, masih diam sambil sesekali tersenyum melihat tingkah Prameswari.
"Tapi, Ibu nggak jamin Nur, itu sudah jadi takdirnya Prameswari bisa lihat yang begitu-begitu."
Entalah, Nur tak ingin banyak berfikir untuk saat ini, paling tidak untuk sepuluh tahun kedepan Prameswari masih aman, bisa bermain dengan wajar bersama teman-temannya.
Melihat Prameswari berjalan ke kamar, sementara Nur kembali ke dapur untuk mengerjakan apa yang belum selesai tadi.
Hingga pukul tiga sore Nur baru selesai, mencuci semua peralatan dapur dan menyimpannya lagi dengan rapi. Berhenti sejenak di ruang tengah melihat Ibu tengah melakukan entah apa itu, hanya kepulan asap dupa yang sudah menyebar ke seluruh ruangan.
"Apa, lagi yang Ibu lakukan," mendengar ocehan Nur Ibu hanya melirik dan kembali melanjutkan ritualnya.
Memilih kembali ke kamar, untuk mandi. Setelah mandi, melihat Prameswari masih tidur tiba-tiba, Nur melihat Srikanti sudah duduk di sisi Prameswari sambil memandangnya dalam.
Nur sedikit berdehem untuk mengalihkan pandangannya ke arah Prameswari. Melihat Nur datang dan berdehem Srikanti langsung bergegas pergi dengan senyum tersungging.
"Terima kasih Srikanti," ucap Nur pelan.
Mendengar kata-kata Nur, seketika Srikanti langsung menghilang begitu saja. Bersamaan
terdengar suara adzan maqrib, Nur bergegas membangunkan Prameswari.
"Ayo, bangun maqrib Nduk," ucap Nur sembari menggoyang goyang tubuhnya.
Lama belum terbangun juga. Nur langsung mengangkatnya dan mengganti memangku tubuh Prameswari, tak berapa lama matanya mulai terkejab dan matanya trebuka lebar-lebar, menatap sesaat kemudian tersenyum.
"Prameswari shalat yuk," ajak Nur berharap Prameswari mau ikut, Nur hanya melihat Prameswari mengangguk kan kepalannya.
"Ayo ... ajak Nur sembari ke kamar mandi mengajarinya cara berwudhu.
Setelah shalat Nur melihat Prameswari masih menguap beberapa kali. "Masih ngantuk?" tanya pelan.
Tak ada jawaban hanya tubuhnya saja yang kemudian di rebahkan ke kasur, Nur kembali tersenyum melihatnya. Tak lama Nur pun kemudian ikut menyusul naik ke ranjang merangkul tubuhnya yang kecil sembari memandang wajahnya. Ini adalah wajah Mas Sipun dan sedikit mirip dengan kakek buyutnya. Sesaat hati Nur menjadi sedikit melo, tak terasa air mata Nur turun juga.
"Mas, maafkan Nur, kini semakin sesak dada Nur jika semua bukan keinginan Nur pasti Mas Sipun masih ada, bisa menggendong Prameswari mengajaknya kemanapun," ucap Nur lirih.
Hingga tengah malam Nur masih belum bisa memejamkan mata, Nur kemudian sedikit menggeser tubuh dan menyandarkan tubuh di sandaran ranjang. Tanpa sengaja, mata Nur tiba- tiba tertuju pada sekelebat bayangan di balik jendela kamar dengan sedikit takut Nur mencoba untuk bangkit dan melihat ke luar jendela, melongokkan kepala menoleh ke kanan dan ke kiri dan tiba-tiba bayangan itu sudah berdiri tepat di depan Nur.
Melihat sosoknya Nur sedikit tergagap dengan menyebut namanya.
"Mas- Mas, Si-Sipun," ucap Nur tergagap.
"Nggak mungkin, ini nggak mungkin, Mas Sipun sudah tiada, ini nggak mungkin ... teriak Nur histeris dan keras dan itu membuat Ibu langsung datang ke kamar.
"Nur ... panggil ibu, melihat Nur masih terisak dan duduk di bawah jendela kamar, hanya tangis yang terdengar kian menjadi.
"Nggak mungkin Bu ... ini semua nggak mungkin, kembali Nur berucap seakan tak percaya dengan yang Nur lihat dan hanya ini yang terus terucap dari mulut Nur.
Ibu melihat Nur seperti ini. "Nur ... tenang jangan seperti ini, lihat Prameswari dia juga bingung, melihatmu menangis seperti ini," ucap ibu lagi.
Ibu langsung memeluk Nur. "Maafkan ibu Nur
ibu terlambat menolongnya."
Tangis Nur makin menjadi. "Bu ... tak berapa lama Nur tak ingat apapun dan kembali pingsan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments