Nur terkejut saat ibu memanggil dengan keras.
"Ayo Nur, lekas masuk," ucap ibu lagi.
Dengan sedikit terkejut Nur menatap ke arah ibu, memasuki rumah semua masih pada tempatnya rapi dan terawat.
Meletakkan tas besar yang Nur bawa, melihat satu persatu barang yang Nur tinggalkan.
"Sudah bersih Nur. Setiap minggu ibu menyuruh orang untuk membersihkan rumah ini."
"Cepat, kau rapikan dulu tasmu itu, biar Prameswari dengan Ibu."
Memasuki kamar yang lama Nur tinggalkan. Hati Nur sedikit bergetar, ingatan Nur kini kembali ke masa-masa di mana Nur dan Mas Sipun masih bersama.
Nur flashback on
Menikah dengan Mas Sipun merupakan hal terindah untuk Nur, meski awal menikah Nur di jodohkan. Tetapi entah mengapa dengan sabarnya Mas Sipun bisa membuat Nur jatuh hati hingga mendengar Nur hamil.
Suami Nur, Mas Sipun tertawa bahagia di cium nya seluruh wajah Nur hingga berkali-kali, masih Nur ingat apa yang di ucapkan saat itu. "Terima kasih Nur."
Semakin hari Mas Sipun makin memanjakan Nur. Apa pun keinginan Nur, selalu di turuti
tidak ada penolakan dan semua di usahakan agar semua kebutuhan Nur dan keinginan Nur terpenuhi.
Masih Nur ingat hari itu, saat kehamilan Nur menginjak usia enam bulan. Entah, mengapa Nur menginginkan buah sawo di depan rumah ibu. Dengan senyum merekah Mas Sipun menuju rumah ibu. Saat Mas Sipun minta ijin untuk mengambil buah sawo itu tiba-tiba ibu marah.
"Jangan ambil buah sawo itu, beli saja di pasar," ucap Mas Sipun menirukan ucapan ibu. Mungkin sudah menjadi jalannya, Mas Sipun tak menghiraukan peringatan ibu.
Saat ibu pergi dengan nekat Mas Sipun mengambil dua buah sawo yang ada di depan rumah ibu. Dengan senyum terkembang Mas Sipun menghampiri Nur di dapur, saat itu Nur masih memasak sambal ikan teri dan pete.
Menyerahkan dua buah sawo pada Nur. "Beli di mana Mas?" tanya Nur saat itu. Sembari menerima pemberian Mas Sipun.
"Nggak beli Nur, wong Mas mengambil di depan rumah ibu."
"Bilang tanya Nur lagi. "Ya, tidaklah pasti nggak boleh sama ibu."
Kini tangan Mas Sipun sudah membelah buah sawo itu.
"Ayo," ucap Mas Sipun sambil tangannya menyuap ke mulut Nur. Menerima suapan Mas Sipun dengan tersenyum Nur memakannya.
"Terima kasih Mas," ucap Nur lagi.
"Masih mau lagi? Ini tinggal satu," kembali Mas Sipun berucap.
"Sudah buat nanti saja," jawab Nur menimpali.
Tiba-tiba dengan tergesa ibu masuk dalam rumah dan langsung menuju ke dapur dan kemudian mengambil buah sawo itu.
"Suamimu itu memang tidak bisa di kasih tahu Nur," sembari mencari sesuatu.
"Mana satunya," ucap ibu.
"Maaf Bu, sudah Nur makan jawab Nur.
"Mati aku," ucap ibu, lalu bergegas pergi membawa satu buah sawo yang masih utuh.
Melihat itu Mas Sipun langsung gemetar
"Gimana ini Nur? Melihat suami Nur gemetar dan ketakutan.
"Maaf Mas, seketika Nur langsung berlutut sembari menangis.
"Maafkan Nur Mas," ucap Nur lirih.
"Sudah-sudah Nur, jangan begini, ayo berdiri jangan begini," ucap Mas Sipun sembari mengangkat dua tangan Nur.
Setelah kejadian ini, hari ini Nur dan Mas Sipun gelisah hingga menjelang malam, secara tiba-tiba tubuh Mas Sipun panas, keringat mulai membasahi tubuhnya dan sesekali wajahnya terlihat ketakutan dengan sesekali mengusap keringatnya. Melirik jam sudah tengah malam, ingin mengabari ibu tapi Nur takut.
Masih saja mengusap tubuh Mas Sipun yang berkeringat dengan sesekali membaca doa yang Nur bisa. Entah, karena capek akhirnya Nur tertidur di sisi ranjang sembari duduk menghadap tubuh Mas Sipun.
Hingga Nur terbangun esok pagi saat salah seorang tetangga ibu berteriak memanggil Nur.
"Nur ... bangun. Nur ... teriaknya lagi. Cepat kerumah ibumu."
Nur yang masih belum sadar, kalau Mas Sipun sudah tidak ada di ranjang. "Mas ...!!" teriak Nur, ke penjuru rumah tapi tak mendapat sahutan.
Kembali terdengar suara di depan. "Nur ... cepat datang kerumah ibumu." Teriak seseorang di depan.
"Cepat Nur!!" ucap suara seseorang.
"Sebentar, jawab Nur bingung."
'Mungkin Mas Sipun sudah sampai di rumah ibu,' pikir Nur sembari melangkah ke luar.
Berjalan dengan tergesa pergi ke rumah ibu.
Sesaat Nur berhenti dan mengatur napas. Secara tiba-tiba perut Nur juga terasa kram, sembari meringis Nur kembali berjalan.
Memasuki pelataran rumah, melihat warga sudah berjubel. Dengan heran segera mengurai kerumunan warga dan mencari jalan.
Kenapa hati Nur berdetak kencang. Saat warga sudah menyingkir, Nur melihat ibu sedang duduk di depan sebuah jasad.
"Bu ... sapa Nur kemudian, ibu masih diam dan menunduk."
Langkah Nur makin mendekat. "Nur, tetap di situ jangan mendekat," ucap ibu.
Ibu masih belum mau beranjak dari duduknya, Nur yang sudah tak sabar, tak lagi menghiraukan ucapan ibu, kini Nur langsung menerjang melangkah maju.
Melihat siapa yang tergeletak di depan ibu dengan posisi terlentang di bawah pohon sawo Nur bagai di sambar petir. Bibir Nur seketika kelu dan tubuh Nur lemas.
"Mas Sipun ... teriak Nur." Hanya itu yang Nur ingat, selanjutnya Nur sudah tak sadarkan diri.
Nur terbangun saat hari sudah sore, seketika tangis Nur menggema keseluruh kamar saat ibu dengan sedikit terisak memberitahukan bahwa suami Nur, Mas Sipun telah pergi mendahului.
Ibu hanya mengambil napas panjang dan sesekali mengusap kepala Nur.
"Maafkan, ibu terlambat menolong suamimu Nur dan buah sawo yang Nur makan harus di ganti dengan nyawa suamimu."
Tangis Nur kembali pecah, merutuki semua kebodohan dan penyesalan di dalam hati Nur, karena Nur penyebab kematian Mas Sipun.
Masih dalam tangis Nur, kembali ibu berbicara. "Nur, suamimu ibu makamkan di bawah pohon sawo," ucap Ibu dan hanya itu yang Nur dengar.
Dan sejak saat itu penyesalan Nur terus mendera batin, hingga Nur putuskan untuk tinggal di rumah ibu untuk menghormati jasadnya.
flashback end
"Nur ... panggil ibu, Nur yang masih dalam lamunan sedikit terkejut dan menoleh.
"Lho, kok malah melamun, ayo cepet Nur
jangan melamun saja."
"Prameswari," teriak ibu dari kamar.
Melihat Prameswari muncul dan tersenyum hati Nur sedikit lega. "Rupanya Prameswari kerasan ya Bu?"
"Kalau disini mesti krasan Nur, juga nggak rewel nanti ibu akan sering-sering kemari Nur, jaga Prameswari baik-baik sekolahkan yang bener sesuai dengan keinginanmu."
"Oh, ya, setelah ini kamu jangan ke rumah ibu dan juga prameswari, doakan saja suamimu dari rumah Nur, ingat pesan ibumu ini, jangan kesana kalau ibu tak mengundangmu kesana."
"Sudah, ibu pulang yang hati-hati," ucap ibu sembari berjalan keluar.
"ya, Bu," jawab Nur. Kini menghantar ibu hingga pintu rumah. Nur kembali ke kamar untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda, memandang Prameswari sejenak dan tersenyum.
"Ini semua demi kamu Nak," ucap Nur sambil Nur mengelus wajahnya.
Nur tersenyum melihat Prameswari tenang
dan sudah bermain di atas ranjang, sembari membereskan baju ke dalam lemari pakaian sesekali Nur melirik Prameswari yang sedang bermain dengan tenang.
Angin sore berhembus cukup tenang dan sejuk. Udara seperti berganti. Tiba-tiba Prameswari tersenyum saat melihat Simbahnya datang, melihat ibu tersenyum lalu masuk ke dalam rumah.
"Gimana Nur, Prameswari sudah tenang?" tanya ibu sembari melihat cucunya.
"Sudah Bu, Prameswari sudah tidak rewel seperti kemarin," ucap Nur sembari tersenyum.
"Ya, sudah kini Simbah sudah duduk di ruang tamu. Mau minum kopi Bu? tawar Nur.
"Nggak Nur," jawab Simbah seperti biasanya. Kemudian duduk sembari menyulut rokoknya. Tak berapa lama, setelah rokonya habis.
"Ibu pulang Nur," ucap Ibu sembari melangkah keluar. Langkahnya seketika terhenti kemudian menatap pohon jambu yang tumbuh di halaman rumah Mas Sipun, menatapnya sesaat kemudian ibu kembali melanjutkan langkahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Kristiana Subekti
Pohon jambunya ada penunggunya pasti 🤭🤭🤭
2022-06-09
3