Setelah di nyatakan di terima di SMA. Pram merasa senang dengan kesibukan yang semakin padat. Kini Pram sedikit melupakan ritual cabut uban Simbah, yang selalu di sertai dengan menghafal berbagai macam doa. Benar kata Ibu mungkin kini Pram harus fokus ke sekolah.
Sebenarnya Pram juga penasaran kenapa Simbah melarang Pram dan ibu untuk berkunjung kerumah Simbah. Tetapi mengingat ibu pernah marah saat Pram mengutarakan niatnya akhirnya Pram memendam rasa penasarannya.
Hari pertama masuk sekolah membuat Pram semangat bertemu teman baru, Guru baru dan lingkungan baru. Semuanya baru.
Semuanya berjalan seperti biasa, hanya saja Pram masih sering melihat Mbak, Mbak yang memakai baju kebaya itu. Tetapi hanya sekilas dan pergi.
"Hai, sapa Rian." Seketika Pram menoleh.
"Pram, juga sekolah di sini?" tanya Rian.
Pram hanya mengangguk sembari tersenyum.
"Wah. Enak dong, punya barengan tiap berangkat sekolah," ujar Rian sembari menatap ke arah kelas.
"Yap betul," jawab Pram.
Seketika Pram langsung menyeret Rian.
"Kamu bawa teman?" tanya Pram tiba-tiba. Mendengar itu Rian langsung menutup mulut Pram.
"Sssttt ... jangan keras-keras."
"Rian juga tahu kalau kamu juga sering di ikuti."
"Ish, Pram nggak merasa," jawab Pram dan seperti berpikir.
"Oh ... Mbak-mbak itu, ibu bilang itu temen dari kecil malah."
Tak berapa lama bel berbunyi tanda masuk
"Pram sebangku ya? Pinta Rian.
"Nggak mau," jawab Pram cepat.
Benar dugaan Pram, ternyata hari ini Pram sudah di pindah posisi duduknya dengan Ndari.
"Hai, sapa Pram! Kenalkan aku Prameswari dan kau?" tanya Pram sembari mengulurkan tangannya.
"Aku Ndari," ucapnya sembari menjabat tangan Pram.
Ini awal Pram berkenalan dengan Ndari , waktu berjalan cepat tak terasa kini hampir tiga bulan Pram sekolah dan Pram tak pernah memikirkan hal yang aneh-aneh lagi .
Tetapi, pagi ini Pram kembali mencium aroma melati, memindai ke seluruh ruangan kelas.
"Ndar ... bau bunga melati nggak?" tanya Pram untuk memastikan.
"Jangan ngaco Pram," ucap Ndari sembari memukulkan bolfoin ke dahi Pram.
"Masih pagi, jangan ngomong aneh-aneh kesambet baru tau rasa kamu," ucap Ndari tanpa titik dan koma.
Mendengar keributan di bangku bekakang Rian menoleh dengan bahasa tubuhnya menanyakan. "Apa?". Tetapi Pram hanya membalas dengan menaikkan bahu tanda tak tahu.
Kini pandangannya sudah tertuju di sudut ruangan. "Nah kan Mbak itu lagi, pantes bau melati."
Merasa Pram melihat. Bukannya pergi malah tunduk memberi hormat, Pram langsung menunjuk dirinya, kini sosok itu mengangguk.
Ndari ternyata memperhatikan tingkah Pram.
"Pram, jangan aneh-aneh," ucap Ndari dengan suaranya sedikit tertahan.
"Bu Martha memperhatikan mu dari tadi," ucap Ndari mengingatkan.
"Emangnya kamu bicara dengan siapa?"
"Tuh ... yang di pojok! ucap Pram sembari menunjuk.
"Ruli maksudmu?" tanya Ndari lagi.
"Itu-itu, yang pakai ... belum selesai Pram berucap."
"Prameswari, Ndari fokus," ucap Bu Martha.
Pram langsung terdiam begitu juga dengan Ndari. Bel berbunyi tanda mapel terakhir usai,
berjalan perlahan menuju ke luar kelas.
Tiba-tiba Rian menarik Pram.
"Jangan pernah cerita ke siapa-siapa, apa yang kamu lihat dan jangan berbicara dengannya saat kamu didepan orang banyak Pram."
"Maksudmu?" tanya Pram ragu.
"Pram nggak sadar kalau sosok menjagamu Pram?"
"Tapi Ibu bilang ... belum selesai Pram berucap."
"Ah ... sudah ayo pulang, Pram sudah laper," ucap Pram sembari melangkah.
Kini Pram sudah mendahului langkah Rian.
"Pram duluan."
Sesampainya di rumah, Pram melihat ibu sudah datang. "Assalammualaikum dengan suara keras Pram."
" Waalaikumsalam balas Ibu. "Anak perawan suaranya, sampai terdengar di dapur."
Tak menjawab ucapan ibu, Pram hanya tertawa.
"Laper Buk, sembari membuka tudung saji.
"Ih ... masih belum berubah juga", ucap Ibu sambil berlalu lagi ke dapur.
Tak lama ibu ke dapur dan Pram yang sedang makan.
"Nur ... tiba-tiba terdengar suara Simbah memanggil, Pram segera menghentikan makannya.
'Tumben simbah datang, hampir satu minggu ini simbah tidak ke rumah, batin Pram berbicara.'
"Makan Mbah, tawar Pram saat Simbah sudah di meja makan."
"Kopi saja Pram, legi pait," ucap Simbah sembari duduk.
"Monggo Mbah?" ucap Pram sembari makan.
"Gimana sekolahmu, jangan main-main Pram! Sekolah yang pinter."
Bukan mendengar ucapan Simbah, tapi Pram malah sibuk menyuap nasi ke mulut dan dengan mulut penuh.
"Mbah, boleh tanya sambil mulut Pram terus mengunyah."
Ibu yang melihat ulah Pram. "Biasa habiskan dulu," ucap ibu sembari memukul bahu Pram.
" Silahkan kopi nya Mbah."
Setelah menerima kopi dari ibu, simbah menyesapnya sedikit. Tak lama, kemudian.
"Tanya apa?" ucap Simbah. Aku menoleh kearah ibu, berdiri mendekatkan wajahnya pada Simbah.
"Simbah, tahu nggak dengan Mbak-Mbak yang ... dengan mata Pram memindai seluruh ruangan."
"Nah ... itu, ya itu Mbah, Mbak-Mbak itu."
Mendengar ucapan Pram, Simbah hanya tersenyum.
"M ... bocah iku, pingin kenal?" tanya Simbah pelan.
Pram menggeleng. "Masak dari Pram TK dia terus mengikuti Pram terus."
Mendengar ucapan Pram kini Simbah yang ganti mendekatkan wajahnya pada Pram.
"Itu yang melindungimu, anaknya baik mau kenalan," ucap simbah sambil berbisik.
Rupanya ibu sedikit curiga dengan perbincangan kami. "Pram ... kenapa bisik bisik jangan main rahasia-rahasiaan, ibu nggak suka!"
Simbah langsung menyeruput kopinya dan Pram melanjutkan makannya.
"Bu ... jangan ajari Pram yang aneh-aneh lagi biar dia fokus sekolah Bu."
"Kau itu Pram! ucap Ibu marah."
"Ibu hanya melindunginya Nur ... ucap simbah mengelak.
"Pram, minggu bisa nggak, cabut uban Simbah."
"M ... bisa Mbah."
"Nur, minggu sesuk antar Prames ke rumah kamu juga ikut, Ibu mengundang kalian berdua, sudah waktunya Nur, biarkan Prameswari tau siapa dirinya."
Mendengar itu, ibu langsung melihat ke arah Simbah. "Kenapa sekarang Bu? Tunggu dia benar-benar siap."
Pram masih belum paham apa yang ibu dan Simbah bicarakan. "Andaikan dulu kamu mampu dan bisa Nur," ucap simbah sembari menatap ibu.
"Maksud ibu? Kini ganti ibu yang bertanya.
"Sudah lupakan Nur," ucap Simbah sembari menyesap kopinya, sesaat diam tak ada ucapan apapun.
"Prameswari, itu namanya Srikanti," ucap simbah tiba-tiba. Dia sudah mengabdi ke Simbah Pram dan keinginannya dia juga ingin mengabdi padamu.
"Bu, jangan racuni pikiran Pram Bu. Ingat yang terjadi padaku," ucap Ibu bersih keras.
"Karena kau menolaknya Nur, kau lari dari kodratmu trahmu dan warisan leluhurmu."
"Ingat siapa dirimu, sebenarnya kau paham itu Nur, kini sudah waktunya untuk Prameswari, jangan menghalangi ibu karena hanya Pram nanti yang bisa menolong kita."
Pram semakin bingung mendengar Ibu dan Simbah berdebat, sesaat kemudian.
"Jangan lupakan yang Simbah ajarkan, karena
tanpa belajar pun sebenarnya kau bisa Pram,
sembari mengusap kepala Pram."
"Sudah, Ibu pulang Nur, ingat siapa kau Nur ingat itu dan jangan coba-coba cari alasan untuk menghalangi Ibu, sembari menghabiskan tegukan terakhir kopinya dan menaruh gelasnya dengan kasar."
Dengan langkahnya Pram, menatap sosok Simbah, seukuran perempuan seperti Simbah termasuk orang yang tinggi besar dengan wajah yang cantik.
"Bu, ada apa?" tanya Pram bingung. Jika terus seperti ini, siapa Srikanti dan apa maksud dari perkataan Simbah Bu?"
"Biar Simbahmu yang menjelaskan semuannya Nak, Ibu sudah tak ingin berurusan dengan hal-hal itu lagi."
Pram masih bersandar di meja makan dengan piring masih di meja makan.
" Pram, buruan di cuci. ucap Ibu .Sekalian gelas Simbah! Ibu mau istirahat sebentar."
Pram langsung berdiri menuju tempat cuci piring dan menaruh di tempatnya dan saat Pram berbalik, Srikanti sudah berdiri di depan Pram.
"Jangan membuat kaget sana pulang kerumah Simbah, jangan membuat kaget seperti ini mbak ."
" Pram, bicara dengan siapa? Jangan buat ibu takut," ujar Ibu dari kamar.
"Ini Bu Srikanti," jawab Pram. Mendengar ucapan Pram, sesaat kemudian ibu sudah keluar dari kamar dan mendekat.
"Ini pram yang ibu takutkan jika kamu dekat dengan Srikanti, ibu pernah bilang apa! Jangan ngobrol dengannya," ucap ibu lagi.
Kemudian menarik tangan Pram.
"Srikanti pulang ke rumah Simbah, jangan memaksa ! Layani Ibu Sri, belum waktunya kamu mengabdi sama Prameswari," ucap ibu marah.
Mendapat penolakan dari ibu, Srikanti langsung menghilang, kini Ibu memeluk
erat sambil menangis.
" Pram, maafkan Ibu Nak !"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Sweet chicie💞
up
2022-02-17
3