Setelah mendapatkan balignya, ibu kini lebih
over protec pada Prameswari, kini setiap pagi harus membantu ibu mencuci piring, kadang di ajari untuk memasak masakan sederhana.
Seperti pagi ini, saat Pram sedang mencuci piring, mendengar suara Simbah memanggil ibu. "Nur, Nur ... sembari menuju dapur."
Melihat Pram sedang mencuci piring, seketika kening Simbah sedikit berkerut.
"Ibumu mana Prameswari?" tanya Simbah.
Pram tak menjawab tapi langsung mengeringkan tangan untuk salim.
"Ibu masih ke pasar Mbah."
Mendengar jawaban Pram, Simbah langsung duduk dan mengambil sebungkus rokoknya, mengambil satu dan langsung menyulutnya.
"Minum kopi Mbah? Tawar Pram.
"Sudah, nggak usah Pram."
"Sini ... rambut Simbah gatel, mau minta tolong ibumu cabut uban, kamu bisa nggak Pram!"
"Ya, Prameswari coba Mbah, nanti kalau Pram mencabutnya terasa sakit, Mbah bilang."
Pram berdiri dan berjalan ke dapur mencari tempat duduk pendek terbuat dari kayu kemudian membawanya kedepan.
"Silahkan Mbah," ucap Prameswari sembari memposisikan duduk Simbah dengan nyaman.
"Sebentar Mbah habiskan rokok dulu," ucap Simbah sembari menghabiskan hisapan terakhir dan mematikannya.
Inilah awal dari cerita tentang Simbah dan awal mencari uban Simbah.
Setelah menghabiskan rokoknya simbah mencari posisi ternyaman, menggerai rambutnya yang panjang dan hitam. Begitu rambutnya terurai, tercium aroma melati, melihat beberapa bunga melati jatuh, Pram langsung memungut bunga itu dan menyerahkan pada Simbah.
"Mbah, ini bungannya di taruh di mana?"
"Sini saja Prameswari," ucap Simbah sembari menengadahkan tangannya untuk menerima bunga itu.
Kemudian mengambilnya dua dan memberikan pada Pram. "Ini, Prameswari selipkan di rambutmu."
Seketika aroma melati sudah tercium, harum yang lembut dan ngangeni.
Merasa keenakan Simbah yang duduk di bawah Pram kini mulai bercerita tentang hal yang sedikit aneh dan membuat Pram tak mengerti.
Saat hampir selesai tiba-tiba. "Ayo Prameswari, ikuti ucapan simbahmu ini dan hafalkan."
Pram tak tahu ini doa atau semacam mantra pikir Pram saat ini, tetapi tetap Pram mengikuti ucapan Simbah Rum.
Ibu yang baru datang dari pasar terkejut mendengar Pram mengucapkan kata-kata yang ibu tidak mengerti.
"Kau menghafal apa Prameswari?" tanya ibu sedikit heran.
"Nggak tahu Simbah, Pram di suruh menghafal ini," ucap Pram pelan.
"Dan kau sudah hafal?" tanya ibu lagi. Kemudian nampak wajah ibu tak suka dan sedikit marah.
"Ibu tolong, jangan ajari Prameswari yang tidak-tidak Bu."
Terdengar suara ibu sedikit keras dan sedikit marah. Simbah hanya menatap Ibu. "Anakmu saja sudah hafal biar saja!" ucap Simbah lagi.
"Lantas doa apa itu Bu?" tanya ibu Nur curiga.
Mendengar perdebatan Ibu dan Simbah, seketika membuat Pram bingung.
"Batalkan saja Mbah," ucap Pram pelan.
"Nggak bisa Prameswari, sekali kau menghafalnya itu akan merasuk ke jiwamu."
Mendengar itu ibu langsung marah. "Bu jangan ajari Prameswari yang aneh-aneh Nur nggak ridho," ucap ibu marah.
Bukannya Simbah berhenti malah kini memegang kepala Pram, sembari merapal mantra.
"Sudah lengkap, Simbah tak akan takut jika meninggalkannya sewaktu-waktu."
Tak berselang lama simbah berdiri.
"Sudah Prameswari."
Kemudian Simbah mengibas-ngibaskan rambutnya dan kembali menggelungnya dengan rapi.
"Terima kasih Prames," ucap Simbah sembari mengelus kepala Pram.
Simbah yang berjalan sampai di teras tiba tiba berhenti. "Jambumu wes gede Nur."
" Lha, apa ibu mau? Nggak, jawab Simbah
sambil terus melangkah hingga sosoknya hilang di balik pagar."
Selepas Simbah pergi perasaan Pram jadi tak enak. Bunga melati yang terselip di rambut Pram, tiba-tiba mengeluarkan aroma wangi yang samar-samar dan ini membuat Pram ingin menghirupnya terus dan terus.
Hari semakin mendekati gelap, senja sore mulai muncul membiaskan sinar kuning ke emasan, Pram masih duduk di depan jendela ketika ibu memanggil.
"Pram mau maqrib lekas tutup pintu dan jendelanya."
"Lekas ambil wudhu dan shalat."
Mendengar suara ibu berkali-kali akhirnya Pram bergegas masuk dan ambil wudhu.
Setelah shalat tiba-tiba aroma melati kembali tercium. "Hem ....wanginya," ucap Pram sembari terus mencium baunya.
Kini, sudah minggu kedua, Pram melakukan ritual cabut uban dan saat itu simbah memaksa untuk merapal mantra secara diam diam.
Seperti pagi ini. "Pram, sembari mulut Simbah mengunyah bumbu kinangnya, kemudian mengusap-usap sisanya di giginya terlihat nampak merah hingga mewarnai seluruh giginya dan bibir simbah. Pram melihatnya dengan penasaran. "Mau tawar Simbah."
" Nggak Mbah," jawab Pram.
Setelah mendengar jawaban Pram, Simbah langsung meludah.
"Ayo ... cabut uban Simbah."
Kini sudah memposisikan duduknya dengan nyaman seperti biasa, Simbah menggerai rambutnya dan kembali aroma melati sudah Pram cium.
"Pram ... tiba-tiba Simbah memanggil
dengan serius."
"Ya, jawab Pram sembari tangannya masih bergerak mencari rambut putihnya."
"Kamu, belum masuk sekolah?" tanya simbah lagi. "Masih minggu depan Mbah," jawab Pram enteng.
"Hem ... hanya itu yang terdengar."
"Mau tahu, kenapa simbah suka nginang?"
"Sebenarnya Pram juga penasaran Mbah.
"Simbah cerita ya? Bumbu kinangan itu isinya daun sirih, enjet, tembakau, bunga kantil dan gambir."
"Kenapa Simbah suka nginang?" Belum sempat simbah melanjutkan bicaranya ibu sudah datang.
"Sudah lama Bu?" tanya ibu pada simbah.
"Sudah tadi Nur, rambut Ibu gatal Nur, kini sambil menggaruk rambutnya .
"Sudah Pram, Simbah pulang dulu," ucap Simbah kemudian mengeluarkan sebatang rokok dan menyulutnya.
Beberapa menit kemudian wajah Simbah sudah berubah. "Nyapo kowe mrene? Hem ... kono lungo."
( Kenapa kamu kemari hem , sana pergi )
Pram dan ibu langsung terkejut saat mendengarnya. "Siapa Bu?" tanya Nur heran.
"Jangan buat Nur takut Bu."
Simbah masih diam dan terus menatap lurus kedepan, kemudian Simbah menghampiri
dan langsung menutup mata Pram.
"Sudah waktunya Pram."
Hanya itu yang Pram dengar bebarengan Simbah melepas tangannya.
"Nur...ibu pulang," sembari mengibaskan rambutnya dan menggelungnya kembali dan menyelipkan beberapa melati di rambutnya.
Berjalan keluar dan entah mengapa Simbah selalu menatap pohon jambu itu sambil berkacak pinggang kemudian berlalu pergi.
Ibu hanya menatap kepergian Simbah dengan tatapan tajam.
"Jangan pernah main-main dengan sesuatu yang belum kau pahami Pram, ibu sangat menghawatirkan ini, fokuslah dengan sekolahmu dulu, hanya ini keinginan ibu nak!"
Setelah berbicara seperti itu ibu kini hanya menunduk terdiam.
"Bu ... maafkan Pram, Pram sendiri juga nggak ngerti maksud Simbah Bu, maaf ..... ."
"Ibu menatap dalam bukan Pram yang salah tapi keadaan Pram, andai bisa memilih, ibu ingin menjadi orang biasa lahir dari orang biasa ," ucap ibu tiba tiba.
"Maksud ibu?" tanya Pram heran. Sudah
istirahat Pram, satu pesan ibu jangan memaksakan apa yang kamu tidak suka Pram.
Melangkahkan kaki ke kamar dengan berbagai pertanyaan di hati. 'Kenapa ibu berbicara seperti itu? Apa yang di sembunyikan simbah dan ibu.'
Menghempaskan tubuh Pram ke ranjang, siang menjelang sore yang panas, membuka sedikit jendela kamar, angin bertiup sepoi dingin membuat mata Pram terlelap dengan sendirinya.
Tiba-tiba Pram merasakan sukmanya keluar dari raga Pram, Pram bisa melihat tubuh Pram tertidur di kasur.
"Apa ini, Pram menjadi panik bagaimana Pram kembali ke raga, apa Pram sudah meninggal?"
Melihat tubuh Pram. Pram mendekat mencoba mensejajarkan sukma Pram dengan raga Pram, secara tiba tiba tangan Pram mulai bergerak, kini kaki Pram juga mulai bergerak.
"Apa ini?"
Begitu Pram sadar kepala Pram sedikit pusing dan nafas Pram sedikit tersengal, setelah bisa seutuhnya sadar.
"Ya Allah. Apa ini?"
Apa ini yang di maksud Simbah sudah waktunya. Kembali Pram penasaran dengan apa yang terjadi.
Kembali merebahkan tubuh Pram karena kenyataanya tubuh Pram seperti habis melakukan perjalanan jauh, capek dan pusing.
Terlelap hingga suara ibu terdengar membangunkan dengan menggoyang tubuh Pram.
"Pram ... Pram, bangun sudah hampir maqrib Nak!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Lee
My ice girl saranghae mampir lg kak..
2022-03-09
3
~🌹eveliniq🌹~
mulai nyicil nih salam dari find the Perfect Love dan cinta online
2022-02-20
3