Suara hembusan angin makin kencang dan berisik seakan memberi tanda akan ada sesuatu yang terjadi.
Simbah sudah melepas kinangannya dan meludah.
"Nur, Pram mendekatlah, kemudian
membaca sesuatu dan kemudian menuangkan sesuatu di dalam tempat ludah Simbah."
Menyiramkan di setiap sudut ruangan dan setelah nya menghentakkan kaki Simbah tiga kali di tanah, angin semakin kencang, suara daun sawo pun semakin berisik.
"Apapun yang terjadi jangan pernah ke luar dari rumah ini."
Kemudian Simbah maju beberapa langkah dan kemudian berkacak pinggang, masih dengan suasana yang rame angin masih berhembus kencang.
Melihat Simbah sedikit tersenyum.
"Mau menjajal ilmu leluhur kami ! Kini sembari tersenyum. Hadapi aku dulu," ucap Simbah.
Seketika hembusan angin sedikit tenang berganti suara berat dan besar.
"Huaw hahahaha ... tiba-tiba, muncul sosok menyeramkan dengan tinggi seukuran rumah bahkan lebih dan badannya penuh bulu serta matanya yang merah melotot, kini sosok itu menyeringai dengan hembusan napas yang kuat dan baunya yang anyir.
Simbah tersenyum sembari mulutnya komat kamit.
"Sengkuyungen aku," ucap simbah.
Hingga kemudian.
"Opo perlu mu mrene, kowe seng nglangar batas wilayah ku."
Sosok ini kembali mendengus kini sembari tertawa kencang.
"Huwahahaha ... aku nagih janji mu Rum .... "
"Janji opo aku karo awakmu hah !"
"Putumu," ucap sosok ini.
Sedetik kemudian Simbah mundur beberapa langkah.
"Janji opo, ojo sembrono anggonmu omong."
Simbah kemudian duduk sejenak.
"Aku ra tau ngikat janji karo awakmu."
Di tengah Simbah sibuk berbicara Pram dan ibu gemetar ketakutan .
Sedetik suasana hening.
"Pendampingmu iku seng ngikat janji karo aku, jare kiriman mu."
Simbah mendengus kesal sesaat kemudian mengambil tusuk konde dari emas yang di tusuk kan di rambutnya ,seketika rambutnya tergerai panjang hingga pantatnya meski kini sudah bercampur dengan rambut putihnya.
"Srikanti ... teriak Simbah, seketika mahluk yang besar itu tertawa.
"Huaw hahahah...."
"Tak enteni Rum, sok nek putumu wes umur pitulas taun, sukmane putumu dadi dewekku rogone duwekke Srikanti ."
( Tak tunggu nanti kalau cucumu sudah berusia tujuh belas tahun, sukmanya akan menjadi milikku dan raganya akan menjadi milik Srikanti)
"Ra ono perjanjian seng koyo ngunu ucap simbah."
( gak ada perjanjian seperti itu ucap simbah)
" Huaw hahaha, tanyakan pada pendampingmu. Aku ra bakal ngecolno, nggak bakal saweruhku ngawe jenengmu."
Lalu kembali angin bertiup dengan kencang.
"Ojo wani wani ngikari janji, gawe gantine tak jupuk nyawane bocah wadon seng wes umur pituh las taun, nek kowe ingkar Rum."
( Jangan berani berani ingkar janji , untuk gantinya , saya akan mengambil nyawa anak perempuan yang umurnya sudah tujuh belas tahun )
"Tak akan aku biarkan itu terjadi, tak ada perjanjian seperti itu lagi."
Kini angin sudah berhenti bertiup, Simbah kini sudah duduk di kursi tapi tangannya masih menggenggam tusuk konde nya.
Bibirnya sudah komat kamit.
"Srikanti ... kon mbalelo."
Kini Simbah sudah duduk bersila.
"Hm ... mau kemana kau Srikanti," ucap Simbah yang sudah mencabut sehelai rambutnya dan mengikatnya pada tusuk konde nya.
Melihat ini Pram sedikit ngeri melihat senyumnya .
Dengan kekuatannya Simbah memutar tusuk konde itu dan kini tusuk konde itu sudah berdiri tegak tanpa penyanggah apapun.
Sesaat kemudian nampak Srikanti sudah duduk di depan simbah.
Tatapan tajam di tunjukkan pada Srikanti
"Siapa yang menyuruhmu melakukan perjanjian hah!! Lancang kowe Srikanti."
"Kau lupa asalmu Sri, kau lupa siapa dirimu
kau menginginkan raga cucuku, jangan pernah kau berfikir untuk memilikinya lihat dirimu, derajatmu di bawahku Sri, aku manusia dan kau arwah penasaran," ucap simbah penuh emosi.
"Piye karepmu, kon tego marang putuku Sri."
Dengan sekali hentakan Simbah sudah membuat Srikanti tersungkur.
"Yo ... iki tempatmu di kakiku."
Tatapan Srikanti terlihat penuh amarah dan menyeringai dan tertawa dengan keras dan kemudian diam.
"Ya, ini permintaanmu Sri."
"Kembali kau ke asalmu Srikanti , kembali menjadi arwah penasaran."
"Dan tempatmu bukan di rumah ini lagi."
"Pergi !! teriak Simbah."
Seketika Simbah menancapkan tusuk konde ke tangan Srikanti.
Kabut tipis mulai turun menyelimuti rumah ini perlahan, semuanya tertutup hening dan sepi saat perlahan-lahan kabut itu menghilang, terjadi perubahan secara perlahan, wajah Srikanti yang tadinya cantik seketika berubah menjadi pucat pasi, rambutnya yang di sanggul kini tergarai, matanya melotot, dengan lidahnya yang menjulur dan ada lilitan tali di lehernya.
"Inilah kamu. Derajatku lebih tinggi dari kamu Srikanti."
"Pergi !!"
"Hahahaha ... tawa keras Srikanti. Aku akan menunggu waktunya tiba Rum. Aku akan menuntut balas," ucap Srikanti.
Sesaat kemudian Simbah mencabut tusuk kondenya.
Kini rambut Simbah tak lagi di gelung di biarkan tergerai, suasana makin hening dan sepi, hanya suara hembusan angin yang terdengar samar-samar.
Setelah semua kejadian ini selesai, Simbah langsung menoleh kearah Pram.
"Nur, Pram menginaplah di sini dulu," ucap Simbah.
"Simbah khawatir penghuni sawo akan mengusik kalian lagi," ucap Simbah.
Kini berdiri menghampiri Pram dan ibu.
"Pram berhati-hatilah, simpan ini."
Memberikan tusuk konde itu pada Pram.
"Simpanlah jangan pernah melepaskannya Simbah khawatir, jika Srikanti menganggumu benda ini akan bergerak, jika Srikanti ada di sekitarmu Pram ."
Sebentar kemudian kini simbah sudah menyatukan tusuk konde itu dengan kalung. Secara cepat Simbah sudah mengubah tusuk konde itu menjadi bandul karena bentuknya yang bisa di tekuk .
"Pakai Pram, Simbah khawatir akan dirimu," ucap Simbah kemudian memasangkan pada Pram dan mengikatnya dengan mantra.
"Mantra yang simbah baca tidak berpengaruh denganmu Pram."
"Sudah Nur bawa Pram tidur, Ibu lihat kau juga lelah."
"Tidur di kamarmu Nur," ucap Simbah Rum sembari menyulut rokoknya.
Melangkah dengan ibu ke kamar. Belum sampai ibu membuka pintu, Pram kembali bertanya pada Simbah.
"Mbah bagaimana jika Sri datang apa yang harus Pram lakukan."
Simbah tersenyum.
"Jika memang itu terjadi, kalung dan bandol itu yang akan menyelesaikannya sendiri," ucap Simbah sembari menghembuskan asap rokoknya.
Ibu kini sudah menarik masuk dalam kamar.
Di dalam kamar pikiran Pram sudah kemana-mana.
'Kenapa Srikanti membuat perjanjian palsu dan Pram yang jadi jaminan,' batin Pram berucap.
"Pram cepat tidur," ucap ibu.
Pram beringsut menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya di sisi ibu, tetapi mata Pram masih belum mau terpejam.
Melihat ibu sudah tidur, Pram segera turun dan berjalan ke luar, belum sampai kakinya menuju pintu.
"Ojo metu, dek kamar ae Pram."
( jangan keluar di kamar saja Pram )
Kini aroma dupa sudah menyebar ke seluruh ruangan kamar.
"Tidur jangan coba-coba keluar dengan cara apapun, masih belum aman," suara Simbah berbisik ke telinga Pram, padahal Simbah sedang duduk di ruang tamu.
"Ya, benar kata simbah, Pram harus istirahat."
Kembali berbaring disisi ibu dan mencoba memejamkan mata, memandang ibu yang kini sudah terlelap, memindai seluruh kamar.
'Kamar yang aneh pikir Pram.'
Pram berdiri melihat satu-satu perabot di kamar ibu tak ada yang istimewa, saat hendak kembali berbaring kini mata Pram melihat sosok di balik pintu namun bukan Srikanti.
Pram tak berusaha untuk melihatnya pandangannya kini beralih pada sebuah almari yang berdiri di sudut kamar, lemari kayu jati yang indah terdapat ukiran di sisi sudut atasnya.
Hingga pukul dua malam dini hari Pram baru terlelap, saat ibu mengingau. "Tidur Pram sudah malam."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Tini Nurhenti
s7 keren thor
2025-02-21
1
Winna
Part ini bagus.. kalo dirangkai jd film horor, dan sutradara nya joko santoso pengabdi setan pasti keren deh.. ✌️
2022-06-08
3
senja
ditukar apa sm Sri ya
btw kok bs ada perbedaan antara Sri n dua yg ikut Pram?
2022-03-14
2