Setelah ibu mengigau mengajak untuk tidur Pram memilih membalikkan tubuhnya. Tidur menghadap Ibu, memindai wajah Ibu sejenak.
'Ibu sudah terlihat sedikit berumur tapi masih cantik,' ucap batin Pram.
Pram kemudian merangkulnya sembari menarik selimut dan mencoba memejamkan mata, seketika perasaaan Pram terasa tenang dan damai.
Secara perlahan akhirnya kantuk Pram pun datang juga, entah pukul berapa Pram tertidur.
Hingga pagi menjelang saat ibu membangunkan Pram. Dengan sedikit ekstra akhirnya, Pram akhirnya terbangun juga, saat Ibu melihat Pram menggeliat.
"Huam, masih ngantuk Bu! ucap Pram.
"Sudah siang Pram."
"Ayo lekas pulang," ucap Ibu sembari melipat selimut yang kami pakai.
"Nggak masuk sekolah, ya Bu?" ucap Pram.
Tak menjawab Ibu langsung melihat sembari melotot, kini duduk di depan Pram dan menatap Pram sembari tersenyum.
"Jangan keseringan membolos Nak, jangan menelantarkan sekolahmu, Ibu sudah bilang berkali-kali."
Tak ada percakapan lagi, Pram dan Nur langsung beranjak keluar kamar, begitu sampai di ruang tengah, kami melihat Simbah sudah duduk di kursi kesayangannya.
"Mau pulang Nur?" tanya Simbah.
"Hiya Bu, Pram juga harus sekolah," ucap Ibu, lalu salim pada Simbah begitu juga dengan Pram.
Simbah melihat Pram dengan tersenyum lalu sedikit mendekat.
"Sekolah seng pinter, wes tenang Simbah, ake seng njogo awakmu," ucap Simbah sembari melenggang ke dalam.
"Ees dang mulih Nur, tutupen lawange."
( sudah , cepat pulang Nur , tutup pintunya )
Setelah menutup pintu Pram dan Ibunya bergegas pulang, hingga sampai tikungan Pran berhenti sejenak lalu menggandeng ibunya.
"Ini Bu, rumah Rian, ada kan?"
Setelah melihat rumah Rian ibu tersenyum tanda mengerti.
"Ayo Pram," ucap Ibu sembari menarik mengajak untuk cepat pulang.
Hingga tiba di depan rumah, kami menghentikan langkah dan sedikit terkejut
"Ada apa?" ucap kami sembari menyibak kerumunan warga.
Pram dan Ibu terkejut.
"Kenapa jadi begini Bu?" ucap Pram bingung.
Saat melihat ada ratusan burung sriti terbang di atas rumah.
"Dari kemarin malam itu Nur," ucap salah satu tetangga.
"Jumlahnya juga makin bertambah banyak," ucap tetangga ku yang lainnya.
"Mungkin mereka mau cari tempat tinggal baru atau ada hal mengerikan yang akan terjadi," ucap seorang di dekat Pram.
Mendengar ini tiba tiba bulu Pram meremang.
"Gimana Bu? kita panggil Simbah ya, biar pram yang panggil," ucap Pram lagi.
"Jangan kemana-mana Pram!" kini ibu sudah mencekal tangan Pram erat, takut kalau kalau Pram meninggalkannya.
"Kita tunggu saja Pram," ucap Ibu.
"Jangan kemana-mana," ucap Ibu lagi.
Pram sedikit terkejut saat melihat burung itu makin bertambah banyak dan mengelilingi atap rumah terkadang terbang rendah dan kadang hanya terbang tak beraturan.
Entalah kini Pram sudah duduk bersila.
Mungkin tubuh di hadapan ibu tapi sukma Pram kini sudah melangkah keluar dan sudah masuk dalam kerumunan burung sriti.
Seperti di komando burung ini memberikan isyarat pada Pram bahwa ada leluhur kami yang sedang berkunjung, Pram hanya mengangguk tanda mengerti dan seketika mereka berangsur pergi secara perlahan.
Pram sedikit bergetar saat sukma nya kembali ke raga, ibu yang melihatnya langsung memegang lengan Pram semakin erat.
"Pram !! Aku nggak kenapa-kenapa Bu, mungkin ini efek dari ngantuk," jawab Pram singkat.
Suara para tetangga mulai ramai. "Lihat burungnya mulai pergi secara berkelompok."
Memang benar burung sriti berangsur-angsur menghilang.
"Pram burung sritinya sudah pergi," ucap Ibu lagi.
Warga yang berkumpul pun satu persatu pergi, kini tinggal Pram dan ibu. Kami merasa sedikit lega, akhirnya Pram dan ibu bisa masuk dalam kerumah.
Ibu yang sedang membuka pintu sedikit terkejut karena secara bersamaan ada burung Sriti yang ikut keluar dari dalam rumah, melihat itu seketika Pram merunduk untuk menghindarinya.
"Bu ... suara Pram memanggil."
"Sudah Pram kamu kesiangan dan sudah terlambat jangan berangkat sekolah."
"Sejak kejadian aneh ini, kamu sering nggak masuk sekolah Pram!! Ibu bingung," ucap Ibu sambil berlalu ke dapur.
Pram yang melihat ibunya sedikit marah mengekornya ke dapur, merangkul tubuhnya.
"Maafkan Pram Bu ... ucap Pram merayu."
"Mandi gih! Setelah ini istirahat saja, banyak tenaga yang kamu keluarkan sembari mengelus kepala Pram."
Setelah mandi Pram malah tidak tidur, karena teringat akan buah jambu yang Pram tandai kemarin.
Menuju keluar, berdiri di teras. Pram sedikit tersenyum ternyata buahnya sudah mulai ranum dan belum matang betul. Mungkin siangan sedikit fikir Pram lalu kembali masuk ke rumah.
Duduk di ruang tengah, menyalakan televisi, menonton berita hingga berganti chanel berkali-kali dan itu masih membuat Pram bosan. Hingga beberapa kali mengganti posisi duduk Pram berbaring, berselonjor dan sungguh membosankan.
Belum lagi Pram melangkah keluar, Pram melihat Simbah datang, kini sendiri tidak dengan Srikanti pendamping Simbah.
Pram langsung menghampiri begitu Simbah sampai di teras dan meraih tangannya untuk salim.
"Mana Ibumu Pram?" tanya Simbah.
"Di dapur Mbah, masak."
"Simbah ngunjuk kopi?" tanya Pram pada Simbah.
"Ya, legi pait Pram !" Aku mengangguk kemudian berlari kedapur.
"Bu, Simbah mau kopi legi pait," ucap Pram sama ibu.
Setelah berbicara dengan ibu, Pram kembali kedepan, sekilas melihat Simbah tengah duduk sambil menyulut rokoknya.
"Kok ra sekolah Pram?" tanya Simbah.
"Gimana mau sekolah Mbah, di rumah tadi pagi banyak burung sriti jumlahnya banyak sekali."
"Opo hiyo Nur?" tanya simbah lagi.
Tak menjawab pertanyaan Simbah, kini Ibu memberikan kopinya.
"Ini mbah kopi nya! ucap Ibu, kini ibu ikut duduk di samping Pram.
"Bener Bu, Nur dan Pram sampai nggak bisa masuk ke dalam."
Simbah menghembuskan asap rokoknya lagi
"Hem ... ra opo-opo, leluhurmu ngendangi nginguk seng bakal peneruse," ucap Simbah sembari mengusap kepala Pram.
Memandang Pram sekilas lalu menyesap kopinya seteguk dan tak berapa lama meminumnya sekaligus.
"Nur ... Simbah bali," ucap Simbah sambil melangkah keluar.
Masih pukul sebelas siang saat Pram mulai duduk di teras, masih termenung sendiri memikirkan apa yang terjadi.
"Hai , kok melamun."
Aku langsung menoleh ke asal suara
"Hee, kamu ! Bolos juga tanya Pram."
"Hem, hanya itu yang Pram dengar .
"Kenapa ?" tanya Pran sembari menatap wajah Rian.
"Entalah, hari ini kok kayaknya capek apapun rasanya bosan," jawab Rian .
"Ceritalah mungkin itu membuatmu lega."
"Pram, melihat Rian hanya menggeleng.
Beberapa saat kemudian kami sama-sama terdiam, hingga mata Pram melihat buah jambu.
"Rian, kau tahu ada buah jambu yang Pram tandai dan mulai ranum sini," ajak Pram.
Kini Pram sudah menarik tangan Rian.
"Lihat, yang itu, awas kalau kau nanti diam-diam memetiknya," ucap Pram lagi dengan nada mengancam.
"Hahahaha ... mana mungkin berani Pram !" Aku sendiri juga nggak suka buah jambu.
"Syukurlah, jadi Pram bisa makan sesuka hati."
"Memang kamu nggak pernah metik buahnya Pram?" tanya Rian lagi.
"Nggak, tetapi kenapa sekarang baru terpikir ya!"
Rian menatap Pram lekat.
"Apa? Lihat-lihat," ucap Pram sedikit ketus.
"Heran saja pohon ini loh sudah lama di sini, kemana saja Mbak," ucap Rian menggoda Pram.
"Mau teh anget atau air murni," tawar Pram sembari melangkah ke dalam.
Tak berapa lama Pram keluar membawa air murni dingin dan menaruhnya di meja teras.
"Minum Rian," tawar Pram.
"Lihat, kenapa pula pendampingmu mondar mandir kayak gitu."
Menatap Rian.
"Kenapa? Tak menjawab hanya meringis."
"Kenapa?" tanya Pram lagi.
Sambil memegang perutnya.
"Mau ke kamar mandi boleh kan? Kembali Rian bertanya.
"Ihh, kesini mau numpang setor, Rian."
"Cepetan," ucapnya lagi.
"Ada ibumu nggak?Tak banyak bicara lagi kini Pram sudah berdiri.
"Hayo, ajak Pram sembari menarik tangan Rian."
Setelah Rian masuk kamar mandi Pram kembali ke depan, kembali melihat buah jambu itu, entah kenapa penasaran Pram makin menjadi.
Beberapa menit kemudian Pram sudah memanjat pohon jambu itu, menggelantung berdiri pada dahan jambu, memetiknya satu kemudian membersihkan dengan kaos yang Pram pakai dan kemudian memakannya.
"Manis," ucap Pram. Setelah habis satu biji kini Pram memetiknya satu persatu hingga petikan keempat Rian memanggil.
"Pram... "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
senja
kok gak pernah ngasih tau kl gak boleh manjat ya? apa bodo amat Nur nya?
2022-03-14
2