"Pram ... panggil Ibu." Tak menjawab pertanyaan Ibu, tetapi hanya memberi isyarat pada ibu untuk diam.
"Berhenti Bu!" ucap Pram.
"Banyak anak kecil lewat, banyak Bu," ucap Pram lagi sembari menarik ibu untuk menepi.
Menunggu sedikit lama hingga Pram melepaskan tangannya.
"Berjalan kemana Pram mereka?" tanya ibu heran.
"Tuh di tikungan pojok di lahan kosong dekat rumah Rian," jelas Pram.
"Lah, pojokan mana? Sepengetauhan ibu tak ada di rumah di situ."
"Ada Ibu, rumah Rian yang dulu pernah main kerumah."
Masih melihat Pram dengan bingung. "Semakin hari kok semakin aneh. Jangan buat ibu bingung."
"Lah, terus, memang Pram tahunya rumah Rian di situ Bu!" jawab Pram lagi.
"Sudah-sudah jangan berdebat," ucap ibu sembari melanjutkan langkah kami.
"Ibu nggak percaya biar nanti Pram kasih lihat."
Di sela-sela perdebatan kami, tak terasa kami sampai di rumah simbah.
Pram berhenti sejenak menatap sekeliling, semakin seram banyak hal-hal aneh hingga satu sudut yang menarik perhatian Pram. Belum sempat Pram menajamkan penglihatannya ibu sudah menarik.
"Ayo ... "
Mengikuti langkah Ibu sembari Pram melihat kesana kemari.
"Simbah ini ! Sudah rumah besar, lampu minim pencahayaan, malah terlihat seram," omel Pram sendiri.
"Lihat Bu, di bawah pohon mangga ada mbak-mbak yang nakuti Pram waktu itu," ucap Pram sembari mengikuti langkah ibu.
"Ihh, Pram ayo, jangan asal ngomong."
"Ihh, kenapa lagi Srikanti berdiri di situ dekat makam Bapak," omel Pram lagi.
"Pram ... panggil ibu mengingatkan."
Hingga sampai di teras, kami mengucap salam, hingga beberapa kali baru simbah keluar. "Masuk Nur, Pram," ucap Simbah sembari duduk.
Belum juga Pram duduk, Pram sudah memprotes Simbah Rum.
"Mbah, beri lampu yang terang, kasian warga yang lewat depan sini , jadi takut," ucap Pram lagi.
Simbah hanya tersenyum mendengarnya dan kini tertawa.
"Mereka sudah biasa, nggak bakalan ada yang berani lewat di depan sini," ucap Simbah.
Kemudian kami sama-sama diam.
"Datang juga Nur," suara simbah memecah keheningan.
"Piye Pram, ono opo karo Srikanti?" tanya Simbah.
Mendengar pertanyaan Simbah, seketika emosi Pram langsung meluap.
"Aku. Nggak suka Mbah sama Srikanti apa lagi hari ini. Srikanti terus menguntit Pram."
"Hem, terus ... "
Tak melanjutkan bicara tetapi Pram mendekat ke Simbah. Membisikkan sesuatu di telinga Simbah.
"Ooo, dadi ngunu seng marai Pram nggak seneng, kurang ajar bocah iku," jawab Simbah.
"Ojo khawatir Pram, kabeh sek dek kendaline Simbah, wes tak segel bocah iku."
Mendengar ucapan Simbah. Pram jadi sedikit ragu untuk cerita.
"Mbah, kemarin ... belum selesai Pram berucap."
"Cerita Bu," ucap Pram lagi.
"Gini Simbah. Sepertinya kemarin Pram kerasukan dan mengigau, nagih janji," ucap ibu lagi.
Mendengar ucapan Ibu, Simbah sedikit terkejut dan diam untuk sesaat.
"Ibu juga heran Nur. Sepertinya Ibu nggak pernah bikin janji apapun," ucap Simbah menjelaskan.
Simbah menatap Pram dalam.
"Siapa yang berani-berani membuat janji.
Nanti biar Simbah yang mencari tahu Pram!! Ucap Simbah meyakinkan.
Simbah menatap Pram lagi.
Apalagi Pram?" tanya Simbah.
"Apa Pram pernah melakukan perjalanan tanpa sadar. Seperti mimpi?"
Pram mengangguk, menghiyakan.
"Ternyata kamu cepat belajar. Simbah sempurnakan hari ini Pram."
Setelah berucap demikian Simbah langsung duduk bersila di depan Pram.
"Nur ... bergeserlah sedikit."
Setelah ibu bergeser, kini Simbah menyentuh kening Pram dan merapal mantra.
Pram seketika diam, ada hawa dingin yang masuk melalui ubun-ubun Pram, hingga turun ke jantung dan terus turun hingga kini di sekujur tubuh Pram. Beberapa saat hawa itu berganti dengan hawa yang hangat menenangkan.
"Sudah Pram, nanti yang lainnya tinggal mengikuti, kemudian simbah meraih sesuatu di dalam kebayanya.
"Ini," ucap Simbah sembari memberikan sesuatu pada Pram.
"Benda ini, yang menjadi hak Pram, sudah Simbah sempurnakan," ucap Simbah.
Kemudian Simbah diam sejenak.
"Nur, awasi Srikanti, Ibu akan menyelesaikan ini sekalian," ucap Simbah sambil berdiri dan menutup mata ibu hingga beberapa detik kemudian Simbah Rum melepas tangannya.
"Berjagalah di belakang Prameswari," ucap Simbah.
"Tempelkan punggungmu dengan punggung Prameswari."
Ibu mematuhi perkataan Simbah, tak lama Simbah sudah berada di depan Pram.
"Mana tanganmu Pram ! Buka," pinta Simbah.
Meletakkan dua benda di tangan Pram.
"Benda ini adalah teman lahirmu dan ini adalah pendampingmu dari kecil."
"Genggam Pram," ucap Simbah.
Setelah Pram menggenggam dua benda itu, Simbah langsung menggenggam tangan Pram pula.
"Pejamkan matamu Pram," ucap Simbah lagi.
Membaca mantra hingga kata terakhir yang di ucapkan Simbah sedikit keras.
"Leburro karo getih e, dadi banyu nang ragane, dadio getih nang ragane, sengkuyung ngen jiwa lan ragane dadio tameng, dadio senjata kanggo Prameswari."
(Menyatulah dengan darahnya, menjadi air di raganya, jadilah darah di raganya, lindungi dan dukung jiwa raganya, jadilah perisai dan jadilah senjata untuk Prameswari )
Seketika tubuh Pram meremang kini hawa dingin dan hangat menjadi satu tubuh Pram. Hingga badannya bergetar hebat, untuk beberapa lama kemudian Simbah Rum melepaskan genggamannya dengan perlahan getaran di tubuh Pram baru mereda.
Setelah Simbah selesai membaca mantra.
"Buka matamu Pram."
Ibu yang duduk membelakangi Pram segera berbalik kemudian sedikit mundur.
" Bu," panggil Ibu Nur sedikit terkejut, saat melihat sesuatu di dekat Pram.
"Jangan takut, iku pendampinge Prameswari karo dulur lairre," ucap Simbah Rum.
"Nur, ini sebagian, sesok nek wes wancine bakalan teko dewe nang Prameswari."
( Nur ....ini sebagaian , nanti kalau sudah waktunya nanti akan datang sendiri ke Prameswari )
Setelah melihat Pram sudah membaik.
"Pram jangan di paksa jika kamu belum ingin melakukan perjalan dengan sukmamu,"
ucap simbah sembari tersenyum.
"Apalagi yang menjadi uneg-unegmu," tanya Simbah lagi. Mendengar pertanyaan Simbah kini Pram hanya menggeleng.
" Kau ingin tahu, kenapa kau begini? Bisa melihat makhluk astral dan kadang makhluk ini mengganggu Pram dan Srikanti juga!"
Kemudian simbah menghela napas panjangnya seperti mengingat sesuatu.
"Semua ini cerita yang panjang, mungkin ibumu juga sudah menceritakan sekilas tentang siapa kamu dan tentang kelahiranmu, juga Srikanti."
"Mau mendengar yang mana dulu tanya Simbah."
"Semuanya Mbah," jawab Pram.
"Pram hanya tak ingin ragu dan siap menjalani jika semua itu memang menjadi tugas Pram."
Sedetik kemudian Simbah Rum, tersenyum menatap Pram dalam.
"Ternyata Simbah tak keliru Pram memberi kepercayaan padamu, Simbah yakin meski usia mu masih kurang dari tujuh belas tahun tapi, simbah sudah percaya sepenuhnya padamu, gunakan semua dengan baik jangan menyalahi aturan, hanya berbuat baik dan tak ada pantangan apapun," ucap Simbah kemudian Simbah diam beberapa saat.
"Nur, masih ingin di buka atau di tutup?" tanya Simbah.
"Biar begini Bu, supaya Nur bisa melihat Pram."
"Nggak bisa Nur, mending Ibu tutup lagi toh dulu kamu menolaknya, kini Simbah sudah duduk di depan ibu dan menutup matanya lagi."
Tiba-tiba tubuh Pram terasa dingin.
"Dingin Bu," ucap Pram pelan.
Melihat Pram kedinginan Simbah kemudian mendekat dan beberapa saat
"Sudah leluhur kita sudah menerimamu Pram tunggu hingga waktunya tiba."
Tiba-tiba Pram terkejut saat di sebelah Pram, duduk seorang wanita cantik yang seumuran dengannya.
"Mbah ... simbah," panggil Pram.
Melihat Pram sejenak setelahnya nampak tersenyum.
"Itu teman kecilmu dulu, kini jadi pendampingmu dan dia juga jadi pelindungmu."
"Dia sudah menyatu denganmu Pram, dia tidak seperti Srikanti atau yang lainnya," ucap simbah.
"Masuklah jangan keluar jika tidak di perlukan," kembali Simbah berucap.
Sudah pukul sembilan malam saat simbah menyudahi ritualnya, kini kami berpindah duduk di kursi.
"Nur. Pram, kemarilah Simbah akan cerita," ucap Simbah kini sudah mengambil kinangnya dan memasukkan dalam mulutnya, kemudian mengunyahnya.
Sembari memutar mutar kinangnya.
"Cerita mana dulu yang ingin Pram ketauhi."
"Tentang Srikanti Mbah!! Kok Srikanti?" tanya Simbah heran.
"Karena dia bukan dari leluhurku dan Pram tak menyukainya dan meragukannya."
"Karena mimpimu?" tanya Simbah pada Pram.
Pram mengangguk, kemudian terlihat Simbah tersenyum. "Ternyata instingmu tajam Pram."
"Jangan khawatir tentang itu, Simbah sudah mengendalikannya. Lantas apa yang ingin Pram ketahui?" tanya Simbah.
"Asal usulnya," jawab Pram lagi.
Simbah langsung terdiam dan tatapannya sedikit menerawang jauh, kemudian tersenyum.
" Srikanti, Srikanti .... "
"Piye simbah arep ngawali Pram?"
Belum sempat Simbah cerita, tiba-tiba angin berhembus kencang, suasana yang awalnya hening dan sepi. Hewan malam yang tadi tak terdengar suaranya.
Kini mereka seakan berlomba untuk mengeluarkan suaranya.
"Jangkirk , cicak maupun tokek, kini mereka secara bersamaan mendengarkan suaranya saling bersahutan.
Simbah Rum hanya tersenyum, semakin lama angin semakin berhembus kencang, pohon sawo yang awalnya hening kini daunnya mulai berisik di tiup angin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
~🌹eveliniq🌹~
haiio hadir lg nih nyicil baca semangat selalu ya
2022-03-19
3