Keluar dari rumah ibu, perasaaan Nur sedikit lega. Tersenyum saat di sapa tetangga dekat rumah.
"Hai Nur," sapa seorang ibu-ibu.
Kami langsung berjabat tangan.
"Lama nggak ketemu Nur."
"Iya Bu," jawab Nur sembari melepas tangan.
"Kemana saja? Gimana kabar Prames, Nur?" tanya Ibu ini.
"Baik sehat," jawab Nur.
"Hati-hati anak mu itu?" ucap Ibu ini.
Seketika Nur terdiam mendengar ucapan Ibu ini.
Berjalan beriringan berdua dan sama-sama terdiam setelah basa-basi yang kami ucapkan.
"Nur ibu ke kanan," ucap ibu ini sambil menjinjing baju bawahnya untuk melewati jembatan kecil dari bambu.
"Monggo, silahkan Bu," ucap Nur sembari menatapnya.
Masih menatap kepergian tetangga Nur. Sesaat kemudian Nur bergegas pulang. Masih pukul sebelas tapi sinar matahari mulai menyengat, berjalan sedikit menepi mencari pohon yang rindang dan memilih di berjalan di bawahnya.
Tinggal melewati satu rumah, saat terdengar suara anak-anak tertawa dan ramai. Dengan sedikit penasaran Nur melangkahkan kakinya dengan cepat. Sesampainya di depan rumah Nur melihat teman-teman prameswari sedang berkunjung.
Tak jadi masuk ke halaman Nur mengurungkan niatnya dan berbalik pergi ke toko langganan untuk membeli beberapa cemilan dan kembali pulang.
"Assalammualaikum," sapa Nur saat memasuki halaman rumah.
"Waalaikumsalam," ucap mereka bersamaan. Kemudian satu persatu dari mereka mendekat salim dan kembali melakukan kegiatannya.
"Eee, ini ada beberapa cemilan," ucap Nur sembari menyerahkan sekantong besar cemilan pada mereka.
"Bagi bagi ya!! ucap Nur sembari masuk.
"Terima kasih tante," ucap mereka bersamaan.
"Bu, panggil Pram yang tiba-tiba mendekat. Teman-teman mau rujakan punya bahan bahannya nggak Bu?" tanya Pram sembari mengikuti ibu.
"Sayang Bu, jambunya masih kecil-kecil kata Pram, sembari berjalan menuju dapur.
Sesampainya di dalam ibu menuju dapur
membuka lemari es. "Sebentar pram, ini ada bengkuang, nanas, pepaya dan mangga."
Mengeluarkan satu persatu buah yang di maksud lalu menutupnya lagi.
"Sini Pram," Ibu memanggil menuju lemari satunya mengeluarkan gula merah, cabe, asam dan garam. Kemudian beralih ke bawah meja sedikit menunduk untuk mengambil cobek dan ulekannya.
"Panggil temanmu untuk membantu membawa ke depan Pram."
"Mau di bersihkan di dalam rumah atau di teras?" tanya Ibu, sembari menata buahnya di wadah plastik serta mengeluarkan beberapa piring dan garpu.
"Di luar saja Bu!! Biar di bantu anak-anak."
Setelah itu Pram keluar sebentar.
"Ndari ayo bantu," ucap Pram sembari menarik tangannya, masuk dalam rumah.
Begitu masuk dapur Ndari nampak bingung.
"Pram ...rumahmu ini nyaman tapi kok aneh ya? Lihat tiba-tiba tanganku meremang."
"Kok aku jadi parno Pram!"
"Nggak ada apa-apa," jawab Pram sembari menyodorkan buah-buahan di wadah plastik.
"Sungguh Pram aneh."
"Aneh apanya Ndari?"
"Sudah bawa dulu ke luar." Sementara Pram masih menata piring dan garpu beserta bumbu yang di siapkan ibu.
Tak berapa lama Ndari sudah masuk kembali "Jangan lupa pisaunya," ucap Ndari sembari mengambil piring yang Pram siapkan.
Kembali matanya memindai seluruh ruangan.
"Bener Pram, lihat tanganku merinding lagi."
"Ish, jangan bicara ngawor ! Kamu saja yang aneh-aneh. Wong dari kecil Pram di sini nggak ada apa-apa," ucap Pram sedikit menutupi.
Toh nyatanya memang ada yang berdiri di sisi Ndari dan meniup-niup tangannya.
Pram mengekor di belakang Ndari sembari membawa cobek dan ulekan serta menjijing kerupuk.
Terdengar gelak tawa mereka sembari mengupas buah dan mencucinya.
"Pram kau saja yang membuat bumbu rujaknya," ucap Ndari. Hingga beberapa saat kemudian.
"Ini rujaknya sudah siap," teriak Pram. Satu persatu mereka mengambil dan menikmati dengan bersenda gurau.
Ndari tiba-tiba menjawil. "Lihat tanganku," sembari menunjukkan tangannya pada Pram.
"Kenapa?" tanya Pram heran.
"Jangan buat teman-teman takut," ucap Pram pelan.
"Loh. Lihat ini tiba-tiba kok merinding lagi.
"Nggak apa-apa, anginnya kenceng," jawab Pram untuk sedikit mengalihkan perhatian Ndari.
Suasana masih rame hingga tengah hari berbagai cemilan dan rujakan sudah habis tinggal menyisahkan bumbu rujak dan kerupuk.
Pram dan Ndari hanya duduk mengamati mereka dengan mencelup kerupuk di bumbu rujak.
"Pram apa kamu nggak takut tinggal berdua dengan ibumu?"
"Nggak lah, lagian ini juga rumahku sendiri," setelah berbicara, Ndari seketika berdiri.
"Pram," ucap Ndari kini sudah menyeretku juga.
"Apa? Antar aku pulang."
"Kenapa?" tanya Pram pelan.
"Hiiiiii makin kesini makin merinding lihat tanganku meremang lagi."
"Ish, kau itu ada-ada saja, sudah duduk," pinta Pram lagi.
Tak berapa lama mereka mulai berpamitan. Pram aku pulang," ucap Ruli dan lainnya.
"Pram terima kasih," ucap mereka bersamaan.
Menjelang ashar mereka bubar di bantu ibu membereskan semuannya hingga hampir setengah jam semuanya telah selesai.
Kembali duduk di teras, angin sore berhembus sejuk dan segar. Pram berdiri sejenak mengamati pohon jambu. Pram sedikit tersenyum saat melihat beberapa buah jambu mulai ranum mungkin dua atau tiga hari pasti matang pikir Pram.
Kembali duduk menikmati langit sore hari, langit yang berwarna kemerah-merahan serta sinar kuning keemasan yang menyorot terang dan kadang redup. Cantik,' ucap batin Pram berkata.
"Masuk Pram, hampir maqrib," suara ibu memanggil lagi.
Pram beringsut masuk tapi kini memilih duduk di ruang tamu dan masih memandang ke luar jendela.
Samar-samar suara adzan berkumandang
bersamaan dengan pintu ruang tamu yang tiba-tiba terbuka sendiri. "Ceklek, itu yang Pram dengar, lalu berdiri dan menutupnya.
Belum beberapa langkah, kembali pintu ruang tamu terbuka. Ceklek ... bersamaan dengan angin yang bertiup kencang.
Ibu yang berada di dapur menghampiri
"Pram ... suara ibu mengagetkan. Kenapa? Kok pintunya di buka pram?"
Ibu kemudian berjalan ingin menutupnya
"Bu, biarkan sebentar, ada yang bertamu," ucapk pelan.
Ibu mundur beberapa langkah.
"Jangan menakuti ibu, Pram," ucap ibu sambil mundur ke belakang.
"Maaf Bu," sambil mata Pram terus menatap pintu, hingga beberapa menit pintu itu kemudian tertutup sendiri dan meninggalkan suara keras.
"Jeder ... "
Ibu memandang Pram sekilas.
"Pram, Pram," panggi ibu sembari menggoyang tubuhku.
Pram masih belum bergeming karena saat ini ada sosok yang sudah merasuk dalam tubuhnya dan tanpa aba-aba.
"AKU NAGIH JANJI," berteriak dengan suara keras.
Sesaat kemudian tubuh Pram bergetar dan lemas, ibu segera merengkuh Pram dan menapah mendudukkan ke kursi.
"Pram," panggil ibu.
Melihat Pram pucat ibu segera kekamar mengambil minyak kayu putih dan air putih, memberi Pram beberapa teguk dan mengoleskan minyak kayu putih ke hidung ku.
Beberapa saat setelah Pram tenang.
"Bu ... panggil Pram pelan.
Melihat Pram lemas. "Ayo, ibu antar ke kamar, tidurlah," lalu ibu merebahkan tubuhku ke ranjang.
"Apa Pram menginginkan sesuatu?Atau mau di temani?" tanya Ibu khawatir. Mendengar ini Pram hanya menggeleng.
"Jangan tutup rapat pintunya Bu, biar sedikit terbuka," ucap Pram sembari melihat Ibu hanya mengangguk sembari berlalu keluar.
Belum bisa memejamkan mata, kini ingatan Pram kembali pada kejadian tadi. Masih memandang langit-langit kamar sembari merubah posisi tidur. Melirik jam
"Hm, sudah pukul sebelas malam,' ucap hatiku.
Dengan memaksa Pram menccoba memejamkan mata, hingga terdengar suara benda jatuh dan sangat keras.
"Brurugh ... "
"Mendengar suara ini
aku langsung berlari ke kamar Ibu, ku lihat ibu tertidur.
Berjalan ke ruang tamu memeriksa pintu dan jendela, ku pindai seluruh ruangan kamar mandi dapur dan teras kecil di belakang.
Tak ada apa-apa, kembali ke kamar Pram sendiri.
Kini aku duduk bersandar di ranjang membaca doa-doa yang Pram bisa. Berharap mataku dapat terpejam, tak terasa sudah pukul tiga dini hari, udara semakin dingin dan suasana makin sepi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
senja
di bab ini dicampur lg pov anak ibu, jd bingung
2022-03-14
3
~🌹eveliniq🌹~
nyicil lagi semangat terus ya
2022-03-13
3