Ahmed kembali pusing.

Atlas segera masuk ke dalam kamarnya, dirinya tak begitu memperhatikan kursi keluarga, pasalnya ia mengira Ahmed telah kembali dan Bilqis masuk ke dalam kamar. Begitupun dengan Juwita dan Brayen, mereka segera masuk ke dalam kamar kembali setelah Brayen kembali dengan manjanya mengajak Juwita untuk mandi bersama.

Menjelang magrib, Ahmed membuka matanya pelan, dan melihat Bilqis yang tengah tertidur di dalam pelukannya. Ahmed tersenyum, dan mengusap lembut pipi Bilqis. "Qis kayaknya kakak sudah mulai suka nih," gumam Ahmed mengecup puncak kepala Juwita.

"Ehem," suara yang begitu Ahmed kenal menusuk ke dalam telinganya, Ahmed terperanjat kemudian segera memandang ke arah belakang ternyata itu adalah Tate yang tampak mengenakan pakaian santai. Ahmed tahu Tate pasti dari pemotretan mengingat tadi status WhatsApp Tate.

"Kenapa sih?" Ahmed mendelik kesal kepada laki laki yang sebentar lagi akan menjadi kakak iparnya.

"Modusin Iqis terus nih, yang lain kemana?" Tate memandang ke segala arah, namun hanya menemukan kedua insan tersebut. "Aduin papi baru tahu rasa," ujar Tate mengancam.

"Ga apa apa, paling malam ini langsung di nikah kan. Aku mah yes," ujar Ahmed segera bangkit dari sofa dan memang santai ke arah Tate. Ahmed mengusap lembut kepala Bilqis yang bergerak karena merasa terganggu atas pergerakan Ahmed.

"Cih, ngarap banget anda ya," Tate berdecik muak mendengar kata kata penuh kemenangan dari Ahmed. "Dulu siapa yang bilang gini ya? 'Aku ga akan mungkin jatuh cinta sama Iqis, Iqis itu manja, kekanak kanakan, cengeng, dan ga asyik. Mana tukang ngadu, udah kayak tukang kebun aja tu Iqis," Tate mengingatkan seluruh apa yang di katakan oleh Ahmed dimasa lalu. Dimana Tate menjodohkan Ahmed dengan Bilqis dan Ahmed menolaknya mentah mentah, namun lihat lah sekarang, bahkan Ahmed terlihat mendekati ke arah bucin kepada Bilqis.

"Semua dapat berubah Tate, belum pernah ngerasa jadi aku sih," ujar Ahmed menggebikkan bahunya. Ia juga masih bingung dengan keadaannya sekarang. "Aku semenjak memutuskan untuk menerima perjodohan ini, aku sudah membuka hatiku untuk belajar mencintai Iqis."

"Masih tahap belajar hingga sekarang?" Tate menjadi penasaran dengan jawaban Ahmed.

"Hm... masih, dan aku berusaha sebisa mungkin menjaga dan memperlakukan Iqis seorang ratu. Aku mau yang mendampingi ku, seperti selayaknya bagaimana Aiyla di perlakukan dengan Rakara, bagaimana mama di perlakukan dengan papa, bagaimana mami di perlakukan dengan papi," jelas Ahmed mengusap lembut kepala Bilqis yang mencari posisi enak, pasalnya saat ini Bilqis tak nyaman dengan posisinya.

"Cih tahap belajar tapi posesif, tadi pagi aja mukanya langsung lain, padahal Iqis meluk hadiahnya bukan orangnya," singgung Tate seketika membuat Ahmed tersenyum.

"Aku cuman ga mau posisi ku di batalkan dari calon suami. Kan ga lucu kalau satu keluarga telah setuju, tiba tiba di geser sebelum mendapatkan sedikit harapan," ujar Ahmed mengelak, padahal sesungguhnya hatinya memang panas ketika melihat hal tersebut. Terlebih Bilqis mengabaikannya.

^^^Cih ekting jelek, mau bohong. Maksa banget sih Med, eh mamed mamed aku ikat di pohon waru juga baru tahu rasa. Tate.^^^

"Bangunin tu Iqis, udah mau magrib juga," ujar Tate menunjuk ke arah Bilqis, dirinya terlalu lelah mengajak Ahmed berdebat, berdebat sesuatu yang sudah pasti ia ketahui hasilnya.

"Kasian, aku angkat aja kali ya?" Ahmed memandang lekat wajah gadis itu.

"Terserah," ujar Tate. "Itu kamarnya."

"Ya sudah," Ahmed segera mengangkat tubuh Bilqis dan berjalan menuju tangga.

"Berat juga ni badan bule, untung aku sayang sama kamu, kalau tidak, sudah ku gulingkan dari atas," ujar Ahmed ketika mereka sampai di lantai atas. Sejujurnya badan Ahmed ini masih sangat lemas namun ia tetap ingin mengangkat Bilqis ke kamarnya. Tak tega rasanya membangunkan gadis tersebut.

Baru saja Ahmed berhasil meletakkan Bilqis di atas tempat tidur, kepala Ahmed kembali berputar, semuanya menjadi berwarna kuning dan sedikit pudar, dengan sisa kesadaran yang ada, Ahmed menelfon mamanya.

"Halo ma, bisa jemput Ahmed ga? Kepala Ahmed pusing," ujar Ahmad membuat Aliya panik seketika. Pasalnya tadi Ahmed pamit mengantar Bilqis namun tak kunjung pulang.

"Kamu di mana?" Aliya terdengar sangat khawatir.

"Di kamar Iqis ma, tadi tiba tiba pusing lagi," ujar Ahmed terdengar lemas.

"Iya sebentar," Aliya segera matikan ponselnya.

Ahmed sudah tidak perduli, ia menutup matanya berbaring tepat di samping Bilqis yang tertidur dengan nyaman. Ahmed berusaha meraba tangan Bilqis dan meletakkannya di area antara mulut dan hidung. Ahmed berusaha menghendus kembali bau segar dari tangan Bilqis.

Tak kunjung mendapati bau yang di inginkan, Ahmed segera memegang erat tangan Bilqis dan mendekap tangan tersebut. Bilqis tampaknya benar benar pulas sehingga tak menyadari hal tersebut.

"Qis..." Ahmed mengeluarkan suara lembaganya. "Qis..." sekali lagi suara Ahmed terdengar kecil. Bukannya menjawab Bilqis justru memeluk Ahmed, sembari terlelap.

Kring...

Bunyi ponsel Juwita dan Brayen berbunyi, Juwita dan Brayen yang baru saja mandi kini telah segera mengangkat telfon.

"Halo Al," Juwita segera menyapa Aliya yang di seberang sana.

"Ahmed di kamar Bilqis, katanya kepalanya tiba tiba sakit lagi," ujar Aliya membuat Juwita terkejut.

"Ah aku kira dia sudah pulang, aku ke atas sekarang," ujar Juwita sedikit panik, segala pikiran buruk menghantuinya. Antara mengkhawatirkan anak gadisnya dan mengkhawatirkan Ahmed.

"Kenapa sayang?" Brayen mendekat melihat Juwita yang mengenakan pakaian secara terburu-buru.

"Ahmed di kamar Iqis," ujar Juwita sekenanya.

"Hah ngapain? Tau dari siapa?" Brayen kini juga ikut terburu buru, dirinya takut keduanya melakukan hal yang tidak di inginkan.

"Ga tau yang, tapi tadi Al nelfon kalau Ahmed kepalanya sakit lagi, dan lagi di kamar Bilqis," jelas Juwita segera berjalan ke arah pintu, Brayen ikut dengan terburu buru.

Mereka sampai di lantai dua, berpapasan dengan Tate dan Wira. Mereka bingung melihat tingkah Brayen dan Juwita.

"Kenapa mi?" Tate bingung melihat kedua orang tuanya yang tergesa gesa.

"Tadi Ahmed bilang ke Tante Al kalau lagi di kamar Iqis, terus kepalanya pusing," ujar Juwita mencoba membuka pintu kamar Bilqis.

"Oh, tadi memang di gendong sama Ahmed buat naik ke sini, kata Ahmed ga tega bangunin Iqis," ujar Tate meluruskan kesalah pahaman tersebut. Tate tahu orang tuanya sedikit salah paham dengan hal tersebut.

Mereka masuk dan melihat Ahmed tengah di peluk oleh Bilqis, Sementara Ahmed yang memijit pangkal hidungnya mencoba menetralisir rasa sakit di kepalanya.

"Tate buat susu hangat untuk Ahmed, Wira tolong ambil alat kesehatan di laci ruang keluarga," ujar Juwita segera memegang denyut nadi Ahmed yang tidak beraturan. "Med sadar Med..." Juwita menepuk pelan pipi Ahmed.

"Emh... ngantuk," ujar Ahmed merilekskan tubuhnya.

"Eh sayang Ahmed tidak apa apa kan?" Brayen memandang lekat wajah Ahmed.

"Biarkan dia tidur sekitar lima menit, setelah itu baru kita bangunkan."

Terpopuler

Comments

Istaria itha

Istaria itha

lanjuuuut Thor,,

2022-01-25

1

Dessy Wahyuningseh

Dessy Wahyuningseh

up lgi donk kak

2022-01-24

3

TK

TK

lanjut

2022-01-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!