Dalam dentingan jam dinding yang berdenging mengikat waktu demi waktu, jam demi jam, detik demi detik, membawa setiap pengalaman berharga, dari berbagai kisah. Kisah pahit, manis, asam, asin semua terlewati demi mencari sebuah kedewasaan. Manusia mengalami setiap kisah pahit maupun manis, membawa pembelajaran, berjalan tanpa bisa di hentikan layaknya sebuah jam dinding yang tak mampu menghentikan waktu, layaknya roda ban mobil yang tak selalu berada di atas, mereka akan mengalami segalanya dalam hal bergantian.
Sore di bulan April jam terus berdenting waktu terus berlalu, tiga jam lalu adalah waktu yang amat menghancurkan hatinya, kepercayaannya. Kekasih yang amat di percaya dan disayangi ternyata mempermainkannya dengan sang sahabat. Ahmed Omer Kostak pemuda tampan nan mempesona baru saja merasakan patah hati yang amat dalam.
"Kenapa?" Ahmed mengeluh dengan hidupnya. Dua orang kepercayaannya mengkhianatinya. "Aaaaaaaaaa....."
Puncak gedung salah satu pencakar langit, terdengar teriakan putus asa dan kesedihan. Seluruh kekecewaannya keluar bersamaan dengan kemarahannya. Kekecewaannya mendominasi seandainya keduanya jujur bahwa mereka saling mencintai, maka dirinya akan mundur, tak perlu pura pura di hadapannya itu akan semakin menyakitkan.
Dering ponsel mengalikan asa keputusasaan nya. Ahmed melirik ke arah ponsel, itu adalah telfon dari mamanya, Aliya.
"Halo ma," Ahmed menghela nafas mengatur emosi ketika mengangkat telfon dari mamanya.
"Kamu di mana?" terdengar suara dari Aliya dari ujung sana.
"Masih di kantor bu," ujar pemuda itu masih memandang ke arah langit sore Jakarta yang mendung semendung hatinya.
April bukan lah waktu yang tepat untuk turun hujan, namun entah mungkin cuaca juga tengah merasakan perasaannya, atau hanya sedang mengejek dirinya yang bersedih hanya untuk urusan cinta.
"Cepat pulang, nanti malam kita ada pertemuan," ujar Aliya di ujung sana.
"Iya ma, sebentar lagi. Ini sedang siap siap," Ahmed segera menyambar tas kerjanya, kemudian berjalan gontai ke arah pintu keluar.
Ahmed bukan tak tahu maksud mamanya memaksa dirinya untuk ikut serta, ia tahu jelas. Perjodohan yang telah di atur oleh kedua keluarga mereka. Ahmed tahu kilas bahwa dirinya hendak di jodohkan dengan gadis bungsu sekaligus putri tunggal dan kesayangan keluarga Lyansi.
Ahmed menghela nafasnya, haruskah ia menerima perjodohan ini? Harus kah ia melampiaskan kekecewaannya kepada gadis lugu tersebut? Jelas di antara mereka tidak ada perasaan sama sekali. Ahmed tahu betul gadis cantik tersebut, Ahmed mengenalnya sejak gadis itu masih kecil. Ahmed menganggap gadis itu seperti adiknya sendiri, itulah faktanya.
Apa mungkin ia tega menyakiti perasaan dari wanita yang kasih sayangnya setara dengan Aiyla dan mamanya. Apa ia harus belajar mencintai gadis tersebut?
Tanpa terasa ia telah sampai di pintu mobilnya, berbicara dengan diri sendiri memang terkadang melelahkan. Perdebatan antara logika dan hati nurani, pikiran dan ego sungguh sangat menguras kepala. Ahmed segera menghidupkan mesin mobilnya, ini sudah menjelang malam, lampu lampu kota mulai di hidupkan. Mobil Ahmed berjalan dengan pelan, hanya untuk mengulurkan waktu memikirkan tentang pasal perjodohan tersebut.
Tak juga mampu melerai antara perdebatan hati nurani dan egonya, Ahmed menghidupkan radio demi menemani perjalannya. Terdengar sebuah musik yang cukup enak di dengar di telinga. Namun liriknya cukup menampar hati Ahmed, sekaligus memberikan dirinya sebuah jawaban dari setiap keraguannya.
Kata pujangga.
Cinta itu luka yang tertunda.
Walau awalnya selalu indah.
Bila bukan jodohnya.
Siap-siap 'tuk terluka.
Lirik itu cukup menyadarkan Ahmed tentang dirinya dan sang mantan kekasih yang baru hitungan jam ia putuskan, akibat perselingkuhan.
Lebih baik bangun cinta.
Daripada jatuh cinta.
Jatuh itu sakit.
Bangun itu semangat.
Lebih baik bangun cinta.
Daripada jatuh cinta.
Meski tak mudah.
Namun cinta.
Jadi punya tujuan.
Lirik tersebut seolah memberi jawaban atas keraguannya terhadap perjodohan yang keluarga mereka atur. Namun ia juga bingung apakah wanita yang ia anggap adik sendiri tersebut mengetahui perjodohan mereka. Permasalahan jodoh ia juga membingungkan nya. Jika cinta saja bisa berpisah bagaimana dengan jika sama sama tidak mencintai?
Kata pujangga.
Bangun cinta itu tak semudah.
Tak secepat hati jatuh cinta.
Namun bila jodohnya.
Kita pasti bahagia.
Lirik selanjutnya seolah kembali memberikan sebuah keyakinan untuk dirinya tentang perjodohan tersebut. Ahmed menghela nafasnya berkali kali, hingga tanpa terasa ia sampai di rumah, hujan tampak sedikit rintik, seolah menggambarkan hatinya.
"Langit bisa kau sambar saja mantan dan sahabat ku?" Ahmed bergumam sebelum keluar dari mobilnya.
"Langit bisa kau yakinkan bahwa Iqis bukan jodohku?" kembali lagi Ahmed bergumam, namun tiba tiba terjadi kilat sambaran petir di langit. "Aaaaa.... iya iya iya jodoh jodoh jodoh, ampun... sambar mereka saja," Ahmed berlari masuk ke dalam rumah dengan terbirit-birit.
Aliya dan Chandra bingung melihat tingkah anak sulung mereka, sungguh aneh tingkahnya hari ini. "Tu kan cil, memang harus di kawinin tu anak, lama lama aneh tingkahnya. Sama petir saja dia ketakutan, kayak perawan tua," bisik Chandra menggeleng melihat anak sulungnya.
"Iya aneh, tadi aku lihat dia ngomong ke langit, cepat cepat di jodohkan lah. Pingin kawin dia kayaknya," ujar Aliya melirik ke arah Ahmed yang telah naik ke lantai atas.
"Tau... sini cil, memang harus kawin dia, kalau perlu akad dulu baru resepsi, takut kebelet kawin dia," Chandra menaikkan Aliya ke dalam pangkuannya. "Biar dia seperti kita awet terus."
"Iya adiknya sudah sold out," ujar Aliya bergelayut manja di leher suaminya.
"Ma... pa... jangan sok mesra deh..." teriak Ahmed dari lantai dua.
Sepasang tua tak tahu malu itu hanya memandang anaknya dengan sinis. "Iri? Bilang bos..." sorak keduanya ke arah anaknya yang saat ini berada di pagar lantai dua.
"Ah..." Ahmed berteriak kesal. Sudah galau di duakan kekasih dan sahabat, kini harus melihat kemesraan dari sepasang tua yang tak tahu umur. "Awas kalian ya kalau sudah menikah, ku pamerkan kemesraan kami di depan kalian."
"Cie yang ngebet kawin..." Aliya justru semakin mengejek sang anak, Chandra tersenyum sinis ke arah anaknya, sungguh pengganggu kemesraan mereka. Chandra mengecup pipi istrinya kemudian lehernya.
"Papa mama..."
Ahmed membanting pintunya, membuat Chandra dan Aliya terkekeh. "Sepertinya dia habis putus cinta cil," Chandra melanjutkan aksinya.
"Iya buktinya sudah di kirimkan tadi pagi, pasti dia galau sekarang," ujar Aliya yang memang dirinya yang mengirimkan bukti perselingkuhan kekasih anaknya. "Dari awal memang tidak setuju."
"Hm..." Chandra Hanya berdehem, memeluk pinggang Aliya dengan erat, meletakkan kepalanya di leher istrinya.
.
.
.
Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh menit, Aliya dan Chandra tengah bersiap siap untuk berangkat, namun entah kenapa Ahmed belum juga turun dari lantai dua.
"Curut kok anak mu ga turun turun sih?" Aliya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Anak mu juga cil... mungkin lagi semedi muka merah," ujar Chandra asal, memasang dasinya. "Pasangin kenapa sih cil?"
"Sini... lagian tumben dia semedi muka merah magrib?"
"Lagi pingin kali," ujar Chandra terkekeh.
Setelah mereka bersiap siap kini mereka segera keluar dari kamarnya, namun Ahmed masih saja belum kelihatan batang hidungnya.
"Cil ini toa cil, panggil si anak gadis perawan," ujar Chandra memberikan sebuah toa kepada Aliya.
"Ting tong ting tong..." Aliya menirukan suara bel saat bell kereta mengumumkam keberangkatan. "Kepada seorang anak yang mendekati ke arah durhaka, karena membiarkan orang tuanya menunggu lama. Anak itu bernama Ahmed Kosta, diminta untuk segera turun ke bawah. Karena mobil akan segera berangkat ke restoran, sebelum akhirnya di jemput paksa dari sarangnya."
Hampir semua orang menahan tawa ketika mendengar pengumuman dari Aliya untuk anaknya, Ahmed. Tak lama kemudian Ahmed turun dengan pakaian rapi, tampak laki laki itu baru selesai mengancing baju kemejanya.
"Apa sih ma, orang baru selesai siap siap," protes Ahmed kesal mendengar pengumuman untuk dirinya, seolah dirinya adalah anak yang sangat tidak berbakti.
"Ayo siapa tahu kamu batal ikut kan, mood kamu tiba tiba berubah," Aliya berkata dengan santai, Chandra menaikkan bahunya. Acuh tak acuh melihat penderitaan sang anak.
"Papa kenapa sih ga belain anak sekali kali? Takut si curut ga bisa masuk di liang si kancil?" kesal Ahmed melihat papanya yang seolah tak perduli, dan selalu mendukung mamanya.
"Nah tu tahu, si curut suka kangen sama si kancil kalau sehari tak di tengok. Kamu jangan iri ya, cepat menikah sana," Chandra tak kalah santai ketika mengatakannya, yang justru semakin membuat Ahmed mendesah kesal di buatnya.
^^^Dasar pasangan me*sum awas saja aku balas pakai nama yang lebih keren, pakai mendesah yang lebih mantap, biar suara Iqis sampai ke telinga kalian... eh kok aku jadi me*sum sih? Mana mikir si Iqis lagi. Ahmed.^^^
"Ayo kenapa bengong?" Chandra meneriaki Ahmed yang masih setia berada di luar mobil. "Bawa mobil kamu."
"Cih jadi supir lagi, sabar sa..bar," ujar Ahmed menggerutu kesal.
......................
Sementara di tempat lain, keluarga Lyansi tengah bersiap siap untuk berangkat. Iqis yang telah bersiap siap kini telah turun dengan anggun.
"Ma..." Iqis turun dengan anggun, membuat Brayen tersenyum sekaligus sedih, mengingat akan perjodohan anaknya malam ini.
Juwita yang menyadari hal itu segera menyentuh lengan suaminya. "Dia akan tetap menjadi putri kita selamanya, dia tetap akan ke tempat kita, tempat ini tetap akan menjadi tempat bebas untuknya, kita hanya akan menambah anak secara instan, membantu menjaga dirinya."
"Hm, kau benar bidadari kita akan bertambah bahagia," ujar Brayen mengusap lembut kepala Juwita, Brayen mengalihkan pandangannya memandang Juwita, menyatukan kening mereka. Memejamkan mata menikmati setiap kebersamaan mereka.
Besar rasa syukur Brayen untuk setiap perjalanannya selama ini, membuatnya tak berani membentang lebih tinggi jangka kebahagiaan. Pasalnya setiap ketika seseorang merasa menginginkan lebih, atau tidak merasa puas dengan apa yang ia miliki saat ini. Maka disitu lah kehancuran dan kesedihan akan menggiringnya, mungkin saja bahagia awalnya, namun pada akhirnya semua akan berakhir pada perpisahan, dimana dirinya akan kehilangan segalanya. Maka dari itu lebih baik memiliki yang terbatas, namun berlimpah dengan kebersamaan, daripada memiliki segalanya namun kesendirian tak terbatas.
Brayen sungguh mengetahui hal itu, ia pernah merasakan segalanya. Miliki segalanya, namun tak memiliki siapa pun untuk berbagi dengannya. Dan sekarang memiliki sesuatu yang terbatas, namun ada seseorang yang selalu berada di sampingnya, mendengar setiap ceritanya, mendengar setiap keluh kesahnya, memahami setiap apa yang ia inginkan serta merawat kala mereka tengah bersedih.
Bilqis merasa sangat bahagia kala melihat kedua orangtuanya begitu akur, ia juga menginginkan rumah tangga yang seperti itu. Melewati setiap rintangan bersama, saling percaya dan memegang janji untuk satu sama lain. Itu adalah impian rumah tangga untuk setiap orang, tak terkecuali Bilqis.
"Ah... mau ikut," rengek Bilqis membuat Juwita dan Brayen menoleh ke arah Bilqis. Brayen segera melepaskan pelukannya terhadap sang istri, kemudian merentangkan tangan ke arah Bilqis.
"Dua wanita kesayangan papi..."
"Ehem... sudah ya nih sudah siap siap, nanti dandanan ku luntur, foundation ku nanti luntur," ujar Tate menghancurkan momen haru di antara mereka.
Ketiga nya menggeleng, sementara Atlas yang baru saja dari lantai atas juga sudah turun. Atlas tersenyum ke arah yang lain. Dirinya siap untuk mengemudi, menjadi supir keluarga.
Butuh waktu tiga puluh menit mereka sampai di restoran titik mereka akan berkumpul, tampak mobil kebesaran Chandra telah terparkir cantik di sana. Brayen tersenyum, di sepanjang perjalanan dirinya telah memikirkan tentang segalanya.
Mereka masuk bersama sama ke dalam restoran, masuk menuju ruang VVIP yang telah mereka boking sebelumnya. Chandra tersenyum ketika melihat calon besan nya telah masuk.
"Kalian mau mesan apa?" Chandra tersenyum ke arah mereka.
"Aku hanya ingin steak medium well," Ujar Brayen membuat mereka mengangguk. "Kami juga Om," jawab yang lainnya kompak.
"Setelah mereka selesai makan malam, kini mereka sampai di acara inti, yaitu membicarakan tentang perjodohan kedua anaknya. "Baiklah sebenarnya kami ingin kalian di jodohkan, maka dari itu kami berharap kalian mulai belajar saling mencintai." ujar Chandra mulai membuka pembicaraan nya.
Ahmed seakan sesak nafas, ini terlalu cepat untuknya, dirinya sungguh sangat gugup. Ia merasa tengah melamar seorang gadis. "Kalau Ahmed sudah setuju baiklah bagaimana dengan Iqis?" Bilqis memang tak memperhatikan nya sejak tadi.
"Iqis bagaimana?" Brayen menyenggol tangan anak perempuannya yang sejak tadi memainkan ponselnya.
"Iya pih? Maaf om Iqis lagi diskusi dengan dosen, membicarakan tentang tugas akhir, besok sudah penyerahan," ujar Bilqis merasa tidak enak.
"Sudah lah tidak apa-apa Bilqis," ujar Aliya memaklumi. Aliya sungguh sangat mengerti keadaan Bilqis dirinya juga seperti itu dulu. "Jadi bagaimana apa Bilqis setuju?"
"Iya saya setuju."
.
.
.
Hai selamat tahun baru guys... semoga hari kalian menyenangkan, terimakasih telah menjadi pembaca setia novel ku. Love you deh pokonya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
lina
lanjut
2022-01-09
0
Lili Suryani Yahya
Sukaaaaa😘😘😘😘
2022-01-05
1
yuliati sumantri
Sehat selalu, semangat selalu ya
2022-01-01
2