Anisa Auliya, seorang gadis muda yang baru saja selesai dengan segala pakaiannya, ia akan berangkat ke kantor, tempat baru yang akan menjadi ladang mengais rezeki nya. Ia tersenyum kala mengingat besaran gaji yang akan di terima. Ia akan melakukan segalanya demi mempertahankan pekerjaan nya. Ia butuh penghasilan lebih demi pengobatan sang kakak.
"Nis udah siap belum? Sarapan sudah di atas meja," seorang gadis yang seumuran dengan Anisa menyembulkan kepalanya ke dalam kamar.
"Sudah ini," ujar Anisa segera mengambil tas jinjingnya.
"Sip udah cantik semoga berhasil di hari pertamanya," ujar wanita itu.
"Makasih sayang... Thanks selalu ada untuk aku sama kakak," ujar Anisa tulus dari dalam hatinya.
"Aku juga harus berterimakasih, kalau bukan kalian mungkin sudah jadi gelandangan aku, mana ada gelandangan secantik aku kan," jawab gadis itu tersenyum cerah.
"Siap," ujar Anisa. "Lin itu di buat kakak?"
Anisa menoleh dan tersenyum. "Iya ga mau keluar kamar lagi," ujar wanita yang bernama Linda tersebut.
"Makasih ya, sudah jagain kakak," ujar Anisa tersenyum senang.
"Siap sama sama," ujar Linda segera melangkah menuju kamar seorang laki laki.
Tok tok tok.
Linda mengetuk pintu kamar tersebut beberapa kali. "Kak makan dulu ini sudah siap," ujar Linda segera membuka pintu kamar tersebut. "Kak ayo makan dulu, terus minum vitamin."
Linda berjalan sedikit berhati hati, pasalnya tempat tersebut gelap, Linda tahu penyakit laki laki itu kembali kambuh, Linda berjalan perlahan, ketika mendengar suara bercakap cakap layaknya dua arah, namun hanya terdengar satu arah. Suara itu terdengar marah, namun tak menurunkan niat gadis itu untuk mendekat.
"Kak... kakak di mana?" Linda hampir terjatuh sebelum akhirnya seseorang menangkapnya.
"Linda, kamu Linda kan?" ujar laki laki itu meyakinkan.
"Iya kak, ayo makan dulu, sambil bicara, gorden di buka ya," ujar Linda.
"Hm... ga mau..." ujarnya cemberut.
"Kak ayo lah, kita makan bersama, Linda suapin kayak kemarin, nanti makan sambil bicara ya," ujar Linda membujuk.
"Kamu ke kerja hari ini?" laki laki itu terdengar sedikit khawatir.
"Tidak ayo makan kak," ujar Linda kembali membujuk laki laki itu.
"Hm..." ujar laki laki itu akhirnya mengalah.
Linda segera membuka gorden, dan memberikan setitik cahaya untuk mereka, ternyata sekitar kamar sedikit berantakan, tampaknya laki laki itu baru saja mengamuk kembali. Entah apa kali ini penyebabnya. Sejak semalam laki laki itu tak mau keluar selalu marah, bahkan ia tak meminum obatnya.
"Ayo kak, makan dulu," ujar Linda tersenyum manis meniupi makanan tersebut agar segera dingin.
Laki laki itu tersenyum dan menerima suapan dari Linda. "Kamu tidak usah kerja ya."
"Iya kak, ayo makan dulu," ujar Linda sudah mengerti keinginan laki laki itu. "Kakak makan yang banyak, biar nanti biar kakak yang nyari uang banyak buat kita. Kita buka usaha aja gimana?"
Laki laki itu tampak tersenyum merasa di andalkan, merasa di butuhkan dan merasa berguna. "Iya nanti kita cari uang yang banyak, buka usaha ya."
"Iya kakak kan pintar tu ngitung ngitung, jadi kan kita bisa nyari uang yang banyak, kakak jadi bosnya, aku jadi anak buah kakak," ujar Linda tersenyum.
"Iya bos, dengar kan bos," laki laki itu tampak berbicara ke arah lain, seolah mengejek lawan bicaranya.
"Iya bos," Linda mengusap pelan wajah laki laki itu. "Bos besar nanti nya."
Laki laki itu tersenyum menerima suapan demi suapan dari Linda. Linda juga ikut makan menemani laki laki itu. Setelah makanan mereka habis, Linda mengeluarkan obat untuk laki laki itu, dan sebuah vitamin untuk dirinya.
"Kok beda terus kita?" laki laki itu cemberut pasalnya obat mereka selalu berbeda.
"Iya kan kakak cuman vitamin, kalau Linda obat, buat Linda minum," ujar Linda berbohong.
"Linda rajin minum obat ya, biar sembuh, nanti biar aku temani deh minum obat nya," ujar laki laki itu tersenyum.
"Iya makanya kakak rajin minum vitamin dong," ujar Linda segera memasukkan obat tersebut ke dalam mulut laki laki tersebut. Dan memberikannya minum.
Tanpa mereka sadari seorang wanita meneteskan air matanya, melihat bagaimana sabarnya sahabatnya menghadapi kakaknya yang menderita gangguan jiwa. Bahkan sudah dua tahun mereka menangani laki laki itu, mereka bahkan harus bekerja keras demi memenuhi obat untuk kakaknya.
"Kak Atala do'akan Nisa ya, supaya dapat rezeki yang banyak untuk obat kakak ya," gumam Anisa tersenyum.
Terdengar suara tawa dari dalam tempat itu, membuat Anisa kembali mengembangkan senyumnya. Pengobatan kakaknya berjalan cukup bagus, kini mereka hanya mengunggu kesembuhan, meski harus tetap meminum obat untuk waktu yang tidak bisa di jangka kan.
Anisa tampa pamit segera keluar dari rumah tersebut dan berangkat ke kantor tempat ia akan bekerja sebagai sekertaris seorang CEO, yang katanya terkenal dingin dan cuek.
Anisa menaiki taksi online untuk membawanya ke tempat kerja barunya. Anisa cukup laga hari ini karena Linda memutuskan untuk sementara berhenti bekerja, karena khawatir dengan keadaan sang kakak. Sahabatnya memilih mengalah, dan membuka warung kecil kecilan dengan teras rumah sebagai tempat ia meletakkan barang jualannya. Linda merubah hidupnya demi dirinya dan keluarga, tak ada syukur yang amat dalam karena dikaruniai sahabat sebaik Linda.
Tanpa terasa mereka telah sampai di tempat tujuan. Anisa segera membawa tas miliknya ke dalam perkantoran tersebut. "Permisi ruang CEO di mananya?" Anisa bertanya kepada seorang resepsionis.
"Oh mbak sekertaris bos yang baru kan?" tebak wanita itu tepat sasaran.
"Iya mbak," ujar Anisa tersenyum.
"Mari saya antar mbak," wanita itu segera berjalan menuju sebuah lift di ikuti oleh Anisa. Mereka memasuki sebuah lift hanya berdua saja.
"Hm... mbak boleh saya bertanya?" Anisa mulai membuka pembicaraan diantara mereka.
"Boleh kok, mau nanya apa mbak?" wanita tersenyum ke arah Anisa.
"Ngomong ngomong sekertaris yang sebelumnya kenapa ya?" Anisa mulai membuka suaranya.
"Dia mengundurkan diri, kamu harus betah ya. Jadikan keluarga sebagai motivasi. Pasalnya CEO kita galak kayak mau makan orang, semangat ya, semoga betah," ujar wanita itu segera memberi wejangan kepada Anisa. "Satu lagi, harus sabar menghadapi CEO nya. Soalnya pekerjaannya banyak, tiap tiga bulan sekali dia libur satu minggu, untuk traveling sama keluarganya."
"Olah tapi tetap ada waktu ya untuk keluarga," ujar Anisa mengangguk mengerti.
"Iya jadi sebelum ceo-nya pulang semua harus selesai," ujar wanita itu memberi wejangan.
"Siap..." ujar Anisa mantap.
"Nah harus semangat ya," ujar wanita itu. "Udah sampai ayo belok ke kana."
Sesampainya mereka di dalam ruangan kerja milik Anisa wanita itu tersenyum. "Ini ruangan mu, nanti temui asisten bos dulu, tanya tugas kamu, itu ruangan asisten bos, langsung ke sana saja. Semangat!" Wanita itu segera meninggalkan ruangan.
"Oh ya nama kamu siapa?" Anisa tersenyum mengulurkan tangannya.
"Sari," ujar wanita yang mengaku dari tersebut. "Oh ya salam sama asisten Ar ya."
"Aku Anisa, panggil saja Nisa."
Anisa tersenyum, wanita itu segera melangkahkan kakinya menuju lantai dasar untuk kembali bekerja. Tanpa sengaja ia berpapasan dengan CEO yang tadi ia bicarakan. "Pak, eh bos, saya permisi," ujar Sari.
"Hm..." Atlas Hanya berdehem menampakkan wajah datarnya.
Saat Atlas berjalan menuju ruangannya, ia tak sengaja melihat ada seorang wanita yang tengah menata meja sekertaris. Atlas mengerutkan keningnya.
"Dia sekertaris baru?" tanya Atlas pada Ar.
"Iya sepertinya tuan, ada yang tuan butuhkan?" Ar dengan cekatan bertanya pada tuannya.
"Panggil dia keruangan saya," ujar Atlas kepada Ar.
"Baik tuan," Ar segera pamit melaksanakan tugasnya. Sementara Atlas segera masuk ke dalam ruangannya. Atlas membalikkan tubuhnya memandang ke arah pemandangan kota, dari kaca besar yang ada di dalam ruangannya.
Bunyi ketukan membuat Atlas tersenyum, Atlas mengisyaratkan agar mereka segera masuk. Ar dan Anisa masuk sesuai perintah bos nya. Atlas memutar badannya menghadap ke arah Anisa.
Anisa terkejut bukan main, dengan apa yang ia hadapi. Bagaimana tidak, ingatannya sangat lekang dengan wajah manusia satu itu. Atlas ya... laki laki itu yang ia maki saat dirinya masih bekerja di salah satu supermarket, karena kesalah pahaman, dan berakhir pada pemecatan dirinya. Anisa meneguk ludahnya kasar.
"Anda masih ingat dengan saya?" Atlas tersenyum menyeringai. "Time to show you."
"Maaf atas insiden itu sebelumnya, saya juga telah di pecat, saya mohon maaf tuan," ujar Anisa menggaruk tengkuknya.
^^^Sabar Nis, ini semua demi kakak. Jalani ini semua, jangan ngerepotin sahabat mu terus. Anisa.^^^
"Hm, kita lihat saja seberapa lama kau akan bertahan," ujar Atlas menyeringai.
"Saya akan mencobanya," balas Anisa yakin.
^^^Menarik. Atlas.^^^
Asisten Ar hanya mengerutkan keningnya bingung dengan pembicaraan tersebut, entah apa yang tengah mereka bicarakan. Namun sekertaris Ar yakin bahwa mereka telah bermasalah sebelumnya.
Tok, tok, tok.
Pintu ruangan terketuk membuat ketiganya memandang ke arah pintu. "Wah ada apa ini? Seperti ada asap asap dan aroma penindasan," ternyata itu adalah Tate yang masuk ke dalam ruangan kakaknya.
"Ada apa kamu masuk ke sini?" Atlas bertanya dengan wajah datar.
"Wis sabar kak, cuman mau ngantar laporan kantor cabang kok," Tate tersenyum menampakkan deretan giginya.
"Berikan kepadanya," Atlas menunjuk ke arah Anisa.
^^^Dasar iblis tak punya hati. Anisa.^^^
"Sekertaris baru kakak?" Tate tersenyum ke arah Anisa. "Saya Tate, kenal dong dengan saya."
"Iya saya sering nonton YouTube kakak," ujar Anisa.
"Wah penggemar nih, mau foto?" Tate segera menyodorkan dirinya.
"Tate... kembali ke ruangan mu," suara Atlas menggelegar.
"Ya elah kak, gitu amat. Yang sabar ya ngomong sama kulkas dua pintu, anak kos papi," ujar Tate membuat Anisa tersenyum menahan tawa. Tate segera keluar membuat suasana kembali mencekam.
^^^...Aduh ini mah lebih seram dari rumah hantu, lagian si iblis muka datar kulkas di pintu ini pendendam sekali, kuburan sempit baru tahu rasa. Anisa....^^^
"Kamu mengumpat saya?" Atlas mengerutkan keningnya. Anisa hanya menggebikkan bibirnya dengan kepala tertunduk.
^^^...Ya elah, ngomong dari dalam hati aja tidak boleh, dasar titisan rezim iblis. Aku sumpahi bucin dengan pasangan. Anisa....^^^
Asisten Ar semakin bingung, kenapa tampaknya tuannya sangat dendam kepada sekertaris baru tersebut.
^^^...Ini ada apaan sih? Kayaknya ketinggalan gosip deh, nanti lah dekati mami atau papi, ah... Tate pasti tahu sesuatu kan? Ar....^^^
"Sudahlah keluar sana," ujar Atlas mengusir Anisa.
Anisa keluar dengan perasaan campur aduk. Dirinya masih ingat bagaimana permasalah mereka kemarin.
Flashback.
Anisa tengah bertugas, hingga tiba tiba seseorang mencolek bahunya, Anisa tentu saja segera bertanya apa kebutuhan dari pelanggannya, pasalnya di daerah tersebut hanya ada Atlas. Namun Atlas yang merasa tidak melakukan sesuatu hanya mengerutkan keningnya.
Anisa pun kembali bekerja menyusun barang barang miliknya, namun ia kembali di colek, membuatnya kembali memandang ke arah Atlas. Atlas kembali memasang tampak yang sama bingungnya. Hal itu berulang hingga tiga kali.
"Pak kalau butuh sesuatu panggil saja, saya bukan sabun colek ya pak, di colek colek. Dasar laki laki, mentang mentang tampang ganteng malah suka suka hati," oceh Anisa membuat atlas kesal. Pasalnya sejak tadi ia selalu di tuduh oleh Anisa.
Akhirnya pertengkaran pun ter jadi, dan berakhir pada pemecatan terhadap Anisa. Anisa harus kembali mencari pekerjaan, dan di saat yang bersamaan Anisa juga telah di panggil oleh pihak perusahaan yang di pimpin Atlas.
Flashback end.
"Heh kerja demi kakak, jangan menyerah Nis," Anisa menyemangati dirinya sendiri ketika sampai di mejanya. "Lawan rezim Iblis kulkas datar dua pintu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
lina
semangat
2022-01-09
0
Wina Yuliani Nurfatonah
waw kayaknya menurut paririmbon anisa jodoh bang atlas nih 😊😊
2022-01-09
0
It's me
semangat Thor salam hangat dari karyaku Saathiya ❤️❤️🎉
2022-01-09
2