Oh My Ex-Husband
Sebuah surat disodorkan pada wanita cantik itu. Manik mata almond itu terlihat menatap surat di depannya dan juga pria bermata tajam itu, secara bergantian. Suasana terasa mencekam mendadak. Devina tidak mengerti. Saat sebuah surat disodorkan.
"Bukalah!" titah suara bariton itu mengalun.
Haruskah? Hati Devina meragu. Kenapa perasannya mendadak tidak enak. Apa yang sebenarnya ingin sang suami berikan padanya? Mereka sudah tiga tahun menikah tanpa ikatan cinta. Baik Kaiden maupun Devina. Hanya menjalankan peran sebagai sepasang suami-istri di depan khalayak banyak. Tentu tak luput di depan kedua orang tua masing-masing.
Di belakang itu. Mereka hidup sendiri-sendiri di rumah besar ini. Kaiden yang memiliki wilayah teritorial sendiri. Yang tidak boleh dimasuki oleh Devina. Ada dinding tinggi yang menjadi pembatas bagi mereka berdua.
"Apa ini?"
"Buka saja," pungkas Kaiden.
Tangan Devina terulur menyentuh berkas. Menariknya meletakan di atas paha. Tangannya berkerja cepat. Membuka surat dengan judul yang cukup besar. Dengan lambang hukum di sisi atas.
"Cerai?" cicit Devina pelan.
Sebelum melayangkan pandangan tidak percaya. Kaiden mengangguk kecil.
"Hem! Cerai. Bukankah kita sudah cukup lama bersama. Sepertinya dengan begini orang tua kita akan merasa jika kita memang tidak cocok. Kau maupun aku. Sudah sama-sama berusaha memenuhi keinginan mereka. Sekarang, sudah saatnya kita bebas tanpa ada yang menginkat," papar suara bariton itu dengan lugas.
Devina tercekat. Cincin yang tersemat di jari manisnya melingkar apik. Sedangkan di depan sana. Hanya ada bekas cincin yang melingkar. Kapan? Sejak kapan sang suami melepaskan benda bundar itu?
"Alasan?" tanya Devina pelan.
Bodoh. Apakah ia mendadak tuli? Bukankah sudah jelas. Kaiden mengatakan mereka tidak lagi perlu bersama. Sedari awal ia sadari. Mereka menikah hanya untuk memenuhi keinginan kedua orang tua pihak masing-masing.
"Bukankah ini sudah sangat jelas? Kau dan aku. Kita tidak saling cinta. Satu alasan itu saja sudah cukup untuk meletakkan berkas itu di atas meja pengadilan!" Kaiden menyahut dengan datar.
Oh, ya. Alasan sesimpel itu. Namun rasanya hati Devina tak rela. Gadis ini mencintai Kaiden Louis. Mencintai pemuda ini diam-diam. Pemuda yang ditemuinya tiga tahun lalu. Harusnya ia bergerak cepat. Agar semua ini tidak kandas, bukan? Tapi kenapa semuanya terasa serba mendadak bagi Devina? Atau hanya dia yang tidak peka.
Jika sedari awal Kaiden memang tidak mencintai ia. Ia hanyalah istri panjangan. Devina membawa atensinya ke arah Kaiden.
"Apakah ada wanita lain yang kamu temui?" tanyanya dengan pelan.
Kedua alis mata tebal itu langsung menyatu membentuk garis sejajar. Bahkan pangkal hidungnya mengerut.
"Apakah ini sebuah pertanyaan yang harus aku jawab untukmu?" balasnya malah balik bertanya.
Devina mengumpulkan semua keberanian yang ia punya hanya untuk mengangguk cepat. Iris almond itu langsung kalah. Berpindah kembali ke arah dokumen yang terkembang di atas pahanya. Ia tidak sanggup menatap lama-lama wajah sang suami.
"Ya," cicitnya.
"Yeah ... mungkin bisa dijawab seperti itu. Aku mungkin tidak bisa mengatakan jika aku memiliki perempuan lain di sisiku. Hanya saja saat ini aku ingin memiliki perempuan itu. Untuk bisa berada di sisiku. Kamu paham bukan? Hubungan ini hanyalah pernikahan sementara. Kau dan aku cepat atau lambat. Tetap akan berpisah," jelasnya.
"Ah, kau jatuh cinta padanya?"
"Ya."
Kepala Davina langsung menunduk. Pria ini jatuh cinta pada perempuan itu. Hatinya berdenyut pedih.
"Seperti apa perempuan itu?"
"Memangnya kenapa? Kenapa kau mau tahu?"
"Aku hanya penasaran. Bagaimana perempuan yang bisa mencairkan hatimu yang dingin itu."
Kaiden kembali mengerutkan pangkal hidungnya mendengar penuturan Devina. Gadis ini bukan perempuan buruk. Devina adalah pribadi tertutup. Selama mereka menikah. Hanya beberapa kali tegur sapa. Mungkin dikarenakan ia juga. Kaiden bukan pria yang ramah. Sulit untuk didekati oleh perempuan manapun. Termasuk perempuan di depannya saat ini.
Sampai. Perempuan itu datang. Kaiden merasa tercuri. Manik mata abu-abu memukau, senyum bersahaja. Dan rasa percaya diri yang membuat Kaiden merasa berdebar. Kaiden jatuh cinta.
"Dia perempuan yang memukau. Semua hal yang ada pada dirinya benar-benar membuat aku merasa asing," jawab Kaiden dengan penuh perasaan bahagia.
Bahkan di kedua iris mata tajam itu terlihat berbinar-binar. Saat menjelaskan betapa terpesonanya Kaiden pada wanita tersebut. Devina iri. Sungguh.
"Sebegitu hebatnya dia?"
"Hem! Sangat!" sahut Kaiden terdengar memuja.
Bibir bawah digigit pelan."Lalu bagaimana dengan aku?" tanya Devina serak.
"Eh?"
"Aku. Bagaimana dengan aku? Apakah aku tidak bisa seperti dia?" tanya Devina pelan.
"Hei! Apa yang kau maksud?" tanya Kaiden dengan ekspresi tidak mengerti.
Devina membawa tatapan matanya ke arah Kaiden. Mengunci iris mata hitam legam tajam itu.
"Apakah selama ini aku tidak terlihat memukau di matamu?" tanya Devina terdengar tidak tahu malu memang.
Devina rela menelan ego dan rasa malunya untuk mempertanyakan perasaan Kaiden.
Kaiden mengerutkan dahinya."Apa yang kau maksud, Devina?" tanya Kaiden.
Baru pertama kalinya Kaiden memangil namanya. Devina mengontrol nada yang akan keluar dari pita suaranya.
"Selama ini aku juga berusaha untuk bisa merebut hatimu. Aku berjalan pelan-pelan. Mendekati kamu, Kaiden. Tapi kamu terus dingin padaku. Ini rasanya tidak adil," balas Devina serak.
"Kau——"
"Aku jatuh cinta padamu. Jatuh cinta saat kau mengulurkan tanganmu dua tahun lalu. Aku berusaha keras untuk kamu. Agar kamu melihat ke arahku. Tapi ternyata, dia yang tidak perlu berusaha keras untuk mendapatkan hatimu. Dengan begitu mudahnya merebutmu." Devina memotong perkataan Kaiden.
Kaiden terperangah. Perempuan ini mencintai dirinya? Kapan? Sialan. Meskipun perempuan ini memiliki perasaan terhadapnya. Namun hatinya bukan untuk Devina Deborah. Perasaan Kaiden Louis hanya untuk Arumi Kasandra. Perempuan berdarah campuran Russia-Indonesia itu.
"Kau bercanda?" sahut Kaiden tidak percaya.
Davina mengeleng tegas."Tidak. Aku tidak pernah becanda pada perasan hatiku."
Kaiden diam beberapa saat. Perasannya benar-benar untuk dokter cantik itu. Tidak ada getaran untuk gadis ini. Meskipun Kaiden tahu betul. Devina adalah perempuan baik. Selama mereka menikah. Tidak ada hal buruk yang dilakukan oleh Devina. Gadis ini selalu bertingkah seperti biasanya. Hanya saja mungkin Devina sedikit tertutup. Karena pribadi introvernya.
"Aku tidak bisa mencintaimu!" tegas Kaiden begitu saja.
Kedua pupil mata Devina bergetar. Hatinya mengiba mendengar jawaban Kaiden.
"Sedikit saja tidak ada?" tanya Devina kembali.
"Ya, tidak ada."
Devina menarik nafas perlahan sebelum menghembuskan perlahan pula.
"Mari kita bicara hal ini nanti saja!" Devina berdiri dari posisi duduknya.
Ia membungkuk meletakkan kembali dokumen surat itu di atas meja. Sebelum kembali berdiri tegak
"Kapan?" tanya Kaiden cepat.
"Aku. Aku butuh waktu untuk berpikir. Setidaknya, saat ini kau sudah tahu perasaanku untukmu. Dan perasanmu untuk aku. Bisakah kamu memberikan aku sedikit waktu, Kaiden?" pinta Devina semakin serak.
Pita suaranya jauh ke dalam. Kedua matanya terlihat panas. Ia kalah. Devina akui. Ia kalah. Tidak ada jawaban dari Kaiden. Air matanya runtuh. Devina melangkah cepat menuju tangga.
Kaiden menghela nafas. Cobaan apa lagi ini. Dirinya benar-benar tidak bisa mencintai gadis itu. Karena perasaannya benar-benar bukan untuk Devina. Tapi untuk Arumi.
...Bersambung.......
Mohon dukungannya kakak-kakak.🙏🏻☺️ Kisah ini roman-sad.🙃sipakan hati....
Terakhir, Follow IG Official aku "Dhanvi Hrieya" aku tunggu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
v_cupid
begitulah wanita.. awalnya kontrak tapi akhirnya jatuh cinta.. ini yg dinamakan tresno jalaran soko kulino
2023-08-17
1
v_cupid
ceritanya bagus pgn lanjut terus..
2023-08-16
0
v_cupid
harusnya semua dibicarakan di awal dan terbuka.. shg kalo tjd sprt ini ya sudah resiko.
2023-08-15
0