BRUK!
Tubuh Devina langsung didorong setelah pemuda itu melepaskan kasar tangan Devina yang melingkar di pinggangnya. Kedua mata Devina terlihat membesar karena ulah Kaiden. Gadis ini terkejut dengan perlakuan yang ia dapatkan.
"Kau sudah melewati batas terlalu jauh, Dev!" tekan Kaiden berang.
Kedua sisi rahang kerasnya mengetat. Beruntung. Devina tidak malu, jika saja ada pembantu rumah yang melihat apa yang terjadi diantara mereka. Devina dan Kaiden ada di lantai atas. Sedangkan pada pembantu rumah sedang sibuk di lantai bawah rumah besar itu.
Devina menarik nafas dalam-dalam. Menghembuskan perlahan. Ia bangkit dari posisi jatuhnya. Tidak ada ekspresi wajah marah atau kesal di wajah Devina. Gadis itu itu hanya berkali-kali menarik nafas beratnya.
"Bukankah aku sudah sangat sering membantumu. Bersandiwara di depan keluargamu. Menutupi apa yang terjadi diantara kita. Lalu apakah ini balasanmu?" kata Devina dengan nada tenang.
Sebisa mungkin Devina tdiak ingin ada nada yang bergetar keluar dari mulutnya. Kedua sisi bahunya harus tetap tegap. Rasa percaya dirinya tidak boleh runtuh. Untuk air matanya, jangan jatuh. Saat ini bulir bening itu haram untuk tumpah begitu saja. Jangan sampai Kaiden merasa jika ia lemah. Apa lagi mengklaim jika dia hanya bisa menangis.
"Ah, lalu apa yang Nyonya Devina ini inginkan atas bantuannya selama ini, huh!" sinis Kaiden terdengar.
Lihatlah. Andaikan Kaiden Louis sedikit saja memerhatikan gelagat Devina. Ia bisa melihat ada tangan tangan yang digenggam begitu eratnya. Karena bergetar hebat karena ketakutan yang kini menguasai diri Devina. Gadis cantik ini sedang menekan perasaan takutnya.
Dengan menarik kedua sisi bibirnya ke atas. Melengkung membentuk sebuah senyuman kecil. Terlihat santai.
"Aku tidak meminta permintaan yang sulit, kok!" sahut Devina sebisa mungkin terdengar tenang,"hanya waktumu. Berada di sisiku. Waktu yang aku miliki kian berkurang. Kamu mungkin merasa perkataan kemarin. Tidak sama sekali kamu sepakati. Hanya kesepakatan sebelah pihak. Paham. Aku paham sekali, kok. Hanya saja, mengingat selama tiga tahun belakangan ini. Aku memberikan waktu untuk kita bersandiwara. Terus memberikan tenagaku padamu dan waktu untukmu. Kapanpun kamu butuh. Lalu aku? Kapan aku juga bisa mendapatkan hal yang sama. Meskipun sebentar saja," papar Devina menyambung perkataannya.
Kaiden tidak bersuara. Pria itu terlihat tidak banyak yang bisa ditangkap dari ekspresi dan gerakan bahasa tubuhnya. Beberapa detik Kaiden diam. Seolah-olah tengah mempertimbangkan apa yang sedang Devina katakan. Secara tidak langsung. Devina sedang meminta imbalan atas semua yang sudah gadis ini berikan padanya. Kaiden berdecak kesal.
"Beberapa lama lagi waktu yang kau punya?" tanya Kaiden pada akhirnya.
Hati Devina bersorak lega. Pada akhirnya Kaiden juga mengerti apa yang diinginkan oleh dirinya. Sepertinya berbicara dari hati ke hati lebih ampuh. Hingga membuat Kaiden mau mendengarkan apa yang ia katakan.
"Dua bulan, dua minggu. Itulah waktu yang kini tersisa untuk aku bisa merebut hatimu."
"Kalau semuanya sudah kita jalani. Dan aku pada akhirnya tetap tidak bisa mencintai dirimu. Kau tidak akan ingkar janji bukan? Bercerai tanpa perlawanan?"
Devina mengangguk kecil. Dan menarik lagi kedua sisi bibirnya ke atas.
"Ya, aku akan melakukannya. Seperti yang sudah aku katakan. Jika aku sudah membuat janji, tentu saja aku tidak akan mengikarinya," jawab Devina yakin.
Kaiden menatap Devina dengan ekspresi tidak terbaca. Bukankah tidak ada salahnya bagi Kaiden mencoba hal seperti ini. Setidaknya ia bisa membuang Devina tanpa harus menyewa banyak pengacara. Toh, Devin sudah menyatakan jika dirinya tidak akan memberikan perlawanan.
Devin akan menandatangani surat perceraian tanpa pertengkaran apapun itu. Ini sangat menguntungkan bagi Kaiden tentunya.
"Sekali aku tanya. Kau tidak akan mengingkari janjimu padaku hari ini bukan?" tanya Kaiden lagi mencoba kembali menyakinkan hatinya.
Devina mengangguk."Ya, aku berjanji. Tidak akan menggikari janjiku padamu."
"Baiklah. Namun aku tidak bisa menjanjikan jika aku akan selalu ada di sisimu. Karena aku tidak bisa mengabaikan Arumi. Jika dia membutuhkan aku. Aku tidak akan bisa kau tahan hanya karena perjanjian itu!"
Ah, rasanya ingin sekali Devina tertawa dengan air mata yang mengalir deras. Kenapa kisah cintanya sebecanda ini pada dirinya. Devina tidak mengerti. Sungguh, tidak mengerti. Arumi, mendengarkan Kaiden memangil nama Arumi dengan nada penuh kehangatan. Dan kedua binar mata penuh perasaan bahagia. Membuat dadanya kembali merasa nyeri mendadak.
Bahkan Kaiden tidak pernah memanggil namanya sehangat itu. Kedua mata Kaiden tidak pernah menatap ke arahnya dengan tatapan penuh cinta. Tapi pada Arumi. Semuanya terasa dan terlihat berbeda.
"Ya," sahut Devina pelan. Sangat pelan.
Nyaris menghilang. Kaiden menyepakati kembali. Ia akan memberikan waktubya untuk Devina. Tapi tetap saja nomor satu adalah sang pujaan hati. Siapa lagi jika bukan dokter cantik Arumi.
...***...
"Oke, selesai!" seru Devina ceria.
Nia hanya menggeleng-gelengkan kecil melihat kelakuanku Devina. Sang sahabat terlihat memakaikan anak perempuannya baju yang baru saja ia belikan.
"Bagaimana? Lara cantik bukan?" Devina kembali berseru sembari memperlihatkan Lara.
Anak perempuan berusia delapan bulan itu terlihat mengemaskan.
"Ya, cantik, dong! Anaknya siapa dulu?" sahut Nia,"anaknya aku!" sambungnya penuh percaya diri.
Devina mencabik mendengar rasa kepercayaan diri dari Nia. Kedua tangan Lara terlihat bergerak-gerak meminta diambil alih oleh sang ibu. Nia hanya menatap sang putri dengan senyuman. Tanpa mau mengambil alih tubuh si kecil.
"Cih! Pamer! Lihat saja nanti. Aku akan memiliki putri yang lebih mengenaskan dan cantik dari Lara!" dumel Devina.
Namun gadis cantik itu tetap saja memeluk tubuh Lara dari belakang. Bahkan bibirnya terlihat tidak mau berhenti memberikan kecupan basah untuk si gempal Lara. Anak balita itu terlihat mengindari bibir teman sang ibunda tercinta dengan kedua tangan kecilnya.
Rasa geli yang dirasakan tak lantas membuat bubur kecil Lara diam saja.
"Ma ... ma ..." celoteh Lara terdengar memangil sang ibu tercinta.
Nia mengulurkan tangannya. Menyentuh pipi chubby sang putri dan mengusap bekas ciuman Devina.
"Jangan cium putriku kayak gitu. Kau tidak lihat dia risih!"
"Tapi kau mencium Lara kayak itu, tuh! Kemarin!" tolak Devina.
"Lah? Aku akan Ibunya. Jadi wajarlah," tukas Nia,"kau sendiri bagaimana mau punya anak. Tidur aja satu ranjang sama Kaiden gak pernah!" sambung Nia yang niat awalnya hanya bercanda.
Namun raut wajah Devina yang tadinya cerah mendadak mendung. Devina menghela nafas kasar.
"Ya, kau benar. Bagaimana bisa punya anak. Tidur satu ranjang saja dengan Kaiden nggak pernah," sahut Devina lirih.
Nia tercekat."Hei! Jangan sedih begitu, dong. Katanya Kaiden akan berubah. Kau sendiri sudah berusaha bukan. Pasti Kaiden akan melihat perasaan tulusmu."
Devina kembali ceria."Benarkah?" tanya antusias.
"Ya," sahut Nia agak ragu.
Tapi dengan wajah cerah Devina. Setidaknya kali ini saja, ia akan berbohong.
Bersambung....
🥺🥺🥺Semoga saja, Dev... Jangan terlalu berekspresi tinggi. Takutnya malah jatuh sakit sampai ke tulang rawan😢
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Elisabet Sembiring
tukar suami devina, menjadi lebih hebat dari yang sekarang, thor
2023-08-12
1
mamah lia nia
semoga kau nanti bucin akut ama devina, kalo gak minimal devina bisa bertemu ama lelaki yang bener bener tulus mencintai devina kalo emang kau udah gak ketolong.... 😡😡😡
2022-01-16
1
Wahyu
berharap ada keajaiban 😄😄😄
2022-01-02
1