Iris hitam kelam itu tampak mengedar. Sesekali ia terlihat membenahi penampilan yang sudah sangat sempurna. Kaiden merasa nervous. Ini kali pertama ia merasa salah tingkah. Gedung pencakar langit yang menjadi saksi pertemuan mereka kembali. Suara denting piano slow menemani pada pengunjung restoran mahal itu.
TUK!
TUK!
Bunyi sepatu high heels terdengar samar. Rambut coklat terang bergelombang tebal itu ditata dengan begitu rapi. Gaun hitam selutut. Wanita itu terlihat sangat cantik dan memukau. Tanpa harus memakai lensa mata. Manik mata Arumi sudah terlihat begitu indah.
Kaiden sontak berdiri dari posisi duduknya, kala Arumi berhenti tepat di samping meja kedua tungkai kaki Kaiden terlihat bergerak menarik kursi untuk sang wanita. Arumi terkekeh rendah. Kala mendapatkan perlakuan manis dari pemuda ini. Pasien kaku ini. Entah apa yang terjadi.
Arumi mendapatkan perlakuan spesial dari Kaiden. Ia duduk di bangku yang sudah Kaiden tarik. Kaiden terlihat memutari meja mereka. Duduk di bangku semula.
"Maaf, aku datang telat, Tuan Kaiden!" ujar Arumi berbasa-basi.
Dokter cantik ini memiliki jadwal kerja sedikit merepotkan baginya. Bukan lantaran ada banyak pasien yang berobat sakit gigi. Atau untuk kontrol gigi mereka. Langkah kakinya seiring kali terhambat oleh kedatangan rekan kerjanya. Bukannya Arumi ingin sombong. Ada banyak pria yang mengincar dirinya.
"Tidak masalah. Aku juga baru datang," bohong Kaiden dengan nada rendah.
Pemuda ini sudah sampai satu jam sebelum jam yang dijanjikan. Hanya untuk bisa bertemu kembali dengan Arumi. Wanita cantik ini. Arumi tersenyum anggun mendengar jawaban dari Kaiden. Ada rasa penasaran yang cukup menggelitik rasa ingin tahu wanita ini.
Oke, Arumi tidak munafik. Saat pemuda ini masuk ke dalam ruangan kerjanya. Ia mengeluhkan sakit gigi. Dibalik masker. Arumi tersenyum kecil. Ia terpesona dengan wajah Kaiden Louis. Pria kaya raya, yang sering wara-wiri di tabloid harian. Dengan prestasi dan masalah keharmonisan rumah tangga. Yang mana tidak ada gosip miring tentang rumah tangga mereka.
Cukup aneh. Kenapa pria yang sudah beristri malah meminta nomor ponselnya. Walaupun begitu, Arumi akui. Jika perempuan satu ini memiliki rasa penasaran yang tinggi. Terutama pada sebuah hubungan yang menantang. Seperti saat ini.
Arumi tersenyum kecil mendengar jawaban Kaiden."Kalau begitu bisakah kita memesan makanan sekarang Tuan Kaiden?"
"Oh? Maafkan aku. Aku jadi lupa." Kaiden menjawab dengan nada tegang.
Tangannya terlihat terangkat. Melihat pria gagah itu mengangkat tangan. Salah satu pegawai restoran yang sudah standbye di sekitar mereka. Langsung saja melangkah mendekati meja Kaiden dan Arumi.
Berbanding terbalik dengan Kaiden. Devina malah tidak bernafsu untuk melakukan apapun. Gadis cantik itu hanya menatap hampa ke arah makanan yang sudah terhidang di atas meja. Sampai makanan dingin seketika.
"Devina!" panggil Sintia terdengar jelas.
Sedangkan perempuan berambut sebahu di samping Devina langsung menyentuh pundak Devina.
"Dev!" Malika menyeru.
"Ah? Eh?" Deviana bereaksi lambat.
Gadis ini tersentak dari lamunan tak berujung itu. Manik mata almond Devina langsung mengedar. Astaga! Ia lupa jika sedang makan malam dengan beberapa teman satu alumni SMA. Perkumpulan hanya untuk para perempuan saja. Ada banyak orang-orang yang melirik ke arahnya. Meja panjang yang disusun rapi dengan banyak hidangan itu hampir semuanya menatap penasaran ke arahnya.
"Ah, maaf!" seru Devina sekali lagi.
Gadis itu mengulas senyum kecil. Yang membuat suasana kembali berjalan seperti semula.
"Kau tadi ditanyain sama Mona. Tapi malah gak ada sahutan," jelas Raya.
"Eh? Iya kah? Maafkan aku, Mona. Kayaknya aku nggak fokus. Karena memikirkan desain yang sedang menumpuk di meja kerja. Kau paham bukan? Aku yang sekarang bekerja di perusahaan cabang milik Ayah mertuaku," dusta Devina dengan nada pelan.
"Pasti berat ya, bekerja di bawah perusahaan keluarga mertua," timpal Lia.
Devina sedikit mengangguk kecil. Tak lupa pula mengulas senyum manis.
"Padahal kau adalah orang yang sangat memiliki bakat yang besar. Mau diletakkan di manapun tentu saja desain baju yang kau rancang sangat terkenal," ucap Berlian.
"Tapi apa gunanya begitu. Dia tidak akan bisa mendapatkan hal lebih. Selama berada di bawah perusahaan milik mertuanya," timpal Hera.
Rara sontak menyikut perut Hera pelan. Suasana terasa mulai tidak enak kembali. Mereka semua tahu. Hubungan yang tidak terlalu baik antara Hera dan Devina. Mengingat keduanya adalah rival saat di SMA. Hera memang sedikit angkuh dan agak blak-blakan. Meskipun begitu, wanita itu bukanlah orang yang jahat.
Hera suka berterus terang. Wanita ini penuh dengan kebebasan. Sempat kesal pada Devina yang selalu saja mendapatkan tempat terbaik. Walaupun begitu, tentu saja Hera mengakui jika Devina adalah perempuan yang hebat.
"Hera! Jangan ngomong begitu. Sangat tidak mungkin untuk Devina mendirikan usaha mandiri. Apa lagi keluarga mertuanya juga merambat ke bidang desain fashion," bela Malika.
Gadis dengan lesung pipi itu tersenyum canggung. Ada beberapa yang setuju dengan perkataan Hera. Ada pula yang mengerti dengan posisi Devina.
"Hem! Yang dikatakan oleh Hera tidaklah salah. Memang tidak akan ada perkembangan jika aku berada di bawah kepemimpinan perusahaan mertuaku," sahut Devina mengakui,"hanya saja aku menginginkan apa yang aku punya bisa membatu suamiku," lanjutnya pelan.
Hera berdecak rendah."Cih! Kau dari dulu begitu naif pada banyak hal. Meskipun sudah menikah bertahun-tahun. Kau tetap saja tidak mengerti," balas Hera.
"Eh! Eh! Sudah-sudah. Jangan bahas kehidupan Devina lagi. Bagaimana kalau kita membahas hal lain. Contohnya tentang Yayasan amal yang akan kita dirikan!" Theresia langsung menangani.
...***...
Make up natural yang melekat sudah disapu bersih. Kini wajah cantik itu terlihat bersih dari riasan. Devina melirik jam weker yang berada tepat di atas nakas. Sudah jam dua belas malam pas. Tapi kenapa deru mesin mobil sang suami masih belum terdengar. Apakah Kaiden memutus untuk pisah rumah dengan dirinya? Pria itu serius dengan pembicaraan kemarin malam? Hati Devina mendadak resah dan gelisah.
Suara berisik dari gerbang besar yang dibuka membuat Devina langsung melompat dari tempat duduk. Kedua kaki jenjang itu langsung melangkah mendekati jendela kamar. Tangannya menyibak tirai. Kedua matanya dipertajam. Memperhatikan mobil sedan hitam itu berhenti di depan pintu masuk. Sang supir pribadi yang turun dan memutari mobil. Hanya untuk membuka pintu mobil.
Hatinya yang tadinya merasa tak karuan. Langsung senang. Karena melihat wajah Kaiden. Pangkal hidung Devina mengerut. Saat melihat senyuman aneh yang tersemat di bibir Kaiden. Tidak biasanya pria itu tersenyum aneh begitu.
Devina mungkin terlihat abai. Dibalik itu. Perempuan satu ini sering kali memperhatikan Kaiden. Ia tidak akan tidur sebelum Kaiden pulang ke rumah. Hanya saja ia terlalu takut mendekati Kaiden terlebih dahulu.
"Ada yang aneh dari dirinya," gumam Devina pelan,"tapi apa, ya?" tanya pelan.
Perasan wanita sangat peka pada perubahan. Apa lagi pada perubahan orang yang ia cintai. Yang setiap inci dari wajahnya selalu mendapat perhatian. Hati Devina yang tadinya tenang. Kini bergejolak kembali.
Bersambung...
Jangan lupa simpan di perpustakaan. Dan follow juga Ig resmi author di "Dhanvi Hrieya" untuk melihat beberapa cerita baru author 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
beby
ngikutin
2023-08-12
1
beby
ngukutin
2023-08-12
0
Triken
lanjut
2022-02-11
0