Mobil sedan hitam itu bergerak stabil membelah jalan kota Bogor menuju Jakarta. Devina terlihat melirik Kaiden yang duduk di sampingnya. Pria dengan jas hitam rapi itu terlihat sibuk dengan tablet di tangannya. Jadi panjang itu bergerak luwes di atas layar. Sepertinya sang suami sedang meninjau laporan keuangan perusahaan.
Deviana hapal betul bagaimana raut wajah serius Kaiden. Jika pemuda berahang tegas ini tengah meninjau laporan keuangan perusahaan. Terlihat begitu serius.
"Kenapa terus menatapku? Tatapanmu bisa melubangi wajahku!" tegur Kaiden tanpa mengalihkan pandangan dari tablet di tangannya.
Devina terperanjat mendengar suara bariton bervolume sedang itu. Beberapa kali Devina berdehem. Hanya untuk menghilangkan rasa gugup yang mendera dirinya.
"Ada yang ingin aku bicarakan," sahut Devina pelan.
Meskipun begitu. Tak lantas akan membuat Kaiden mengalihkan pandangan matanya dari deretan angka ke arah Devina. Membuat Devina cemburu dengan deretan angka-angka itu. Yang lebih mendapat perhatian lebih dari sang suami tercinta.
"Itu ... kemarin malam," balas Devina bak bergumam.
"Hah? Apa?" sahut Kaiden,"suaramu bisa lebih keras lagi?" sambungnya.
Devina menghela nafas kecil."Itu, kemarin. Tante Rara membicarakan tentang anak. Katanya kenapa kita berdua tidak kunjung memiliki anak. Padahal sudah tiga tahun menikah. Mamamu juga sedikit berpesan untuk kita ke rumah sakit. Untuk mencek kesehatan kamu dan ak-"
"Tidak usah dipedulikan!" potong Kaiden cepat. Secepat pemuda itu menurunkan beda pipih besar di tangannya.
Devina melongo mendengar perkataan Kaiden. Mungkin bagi pria ini, pembicaraan yang kini mereka bahas adalah hal biasa. Tidak akan dipedulikan. Masuk ke telinga kanan keluar telinga kiri. Sedangkan bagi Devina berbeda. Gadis ini tidak bisa mengabaikannya begitu saja.
Mengingat. Dalam sebuah rumah tangga. Apa-apa itu akan menjadi salah perempuan. Dan perihal anak adalah hal sensitif. Tiga tahun menikah tapi masih tak kunjung hamil. Devina berani bertaruh di belakangnya. Ada banyak orang yang mengunjing rumah tangganya.
Hanya karena tidak ada berita positif. Dan semuanya tuduhan tentu saja berlabuh pada Devina. Berita miring, jika Devina tidak subur. Sedangkan, gadis ini tidak pernah disentuh sama sekali. Sampai detik ini ia masih suci. Lalu bagaimana bisa itu menjadi salahnya? Devina menarik nafas kasar.
"Mereka akan berpikir jika aku mandul," keluh Devina pelan.
Kedua alis mata tebal yang tersusun rapi itu langsung menyatu.
"Lalu kau mau apa?" balas Kaiden dengan ekspresi tidak mengerti.
Devina menjilat permukaan bibirnya. Hanya untuk membasahi permukaan bibirnya yang mendadak kering. Sang supir mendadak menjadi tuli. Setidaknya pria tua itu yang paham bagaimana rumah tangga Devina dan Kaiden jalankan. Kesempurnaan yang hanya menjadi tontonan. Akan terlihat jelas saat berada di dalam mobil. Seperti saat ini.
"Itu ..." Devina bahkan tidak tahu harus membalas apa.
Menepati kegalauan Devina. Kaiden berdecak kecil."Jika kau mau. Kau bisa tidur dengan pria lain. Hanya untuk mengakui jika kau tidak mandul!"
JLEB!
Kedua pupil mata Devina langsung melebar mendengar perkataan enteng yang dikeluarkan oleh Kaiden. Untung saja sang supir tidak melakukan rem mendadak mendengar kata yang sangat gampang keluar dari bibir sang tuan muda.
Bagaimana petir di siang bolong. Devina merasa indra dengarnya tidak berfungsi dengan semestinya. Kaiden tidak mengatakan hal buruk itu bukan? Ia salah dengar bukan? Devina mendadak bisu.
"Aku tidak akan mempermasalahkannya. Lagipula cepat atau lambat kita akan berpisah. Kau bisa menilai hubungan baru dengan lelaki manapun," sambung Kaiden dengan begitu gampangnya.
Devina menarik nafas perlahan-lahan. Sesak. Dadanya terasa sangat sesak. Harga dirinya terluka oleh perkataan Kaiden. Mungkin bagi Kaiden kata-kata yang keluar saat ini tidaklah menyakitkan.
"Bukankah kau dan aku sepakat untuk memberikan aku waktu tiga bulan, Kaiden!" ucap Devina mengingatkan kembali Kaiden akan kesepakatan yang mereka miliki.
"Oh, tentang itu!" gumam Kaiden santai,"kita tidak tahu bukan bagaimana ke depannya. Bisa saja perasaanmu itu berubah. Dari pada kamu menyia-nyiakan hatimu dan harimu untukku. Lebih baik menemukan pria yang mencintaimu. Kalian bisa mengarungi biduk rumah tangga bersama. Begitu pula dengan aku. Aku rasa ini sedikit menyusahkan," jawab Kaiden tidak ada hati.
Kedua mata Devina memanas. Hatinya pedih. Kedua tangan terlihat saling bertautan. Dan diremas kasar. Mentang-mentang perasan cinta ini adalah miliknya. Seenak hatinya Kaiden mengatakan hal seperti ini. Andaikan perasaannya saat ini adalah rasa Kaiden. Apakah CEO angkuh satu ini akan mampu mengatakan hal yang sama padanya.
Mulut Devina terbuka. Namun terkatub kembali. Tidak ada laju kata yang mampu Devina keluarkan. Hatinya masih sesak. Seakan oksigen sangat sulit untuk ia hirup. Aura di dalam mobil mendadak suram.
...***...
Pelukan di tubuh Nia terasa mengerat. Suara isak tangis pilu mengalun. Tepukan di punggung belakang Devina terlihat. Nia berusaha menenangkan Devina. Sang sahabat saat masuk ke dalam rumahnya langsung menghabur masuk ke dalam pelukannya.
Sudah satu jam Devina masih sibuk dengan tangisannya. Dan Nia begitu setia menemani sang sahabat. Tidak ada laju kata curhatan yang keluar dari bibir Devina. Gadis cantik ini hanya ingin menangis saja. Isak tangis Devina mulai mereda. Sekarang Devina terlihat sedang mengudap kasar hidungnya. Mengeluarkan ingus yang terus meleber.
"Sekedar sudah tenang?" seru Nia pelan bedanya.
Devina melepaskan pelukannya. Dan mengangguk kecil. Nia terlihat merapikan penampilan Devina. Kedua mata Devina terlihat membengkak. Kedua lubang hidung memerah. Kedua pipinya tercetak jelas bekas air mata.
"Apa ada masalah besar?" tanya Nia kembali.
Kepala Devina mengangguk sebelum mengeleng kembali. Membuat Nia menarik nafas kecil.
"Aku sakit hati, Nia!" gumam Devina serak.
"Sakit hati kenapa lagi? Apakah karena Kaiden lagi?"
Devina mengangguk."Ya, kenapa dia sejahat itu padaku?"
"Bukankah dari awal sampai akhir dia memang sangat jahat padamu? Dia memanfaatkan kamu. Menikahi denganmu dengan kepentingan keluarga mereka. Lalu mau menceraikanmu karena dia jatuh hati pada wanita lain?" papar Nia tanpa harus menyaring omongnya,"lalu kau saja yang bodoh masih saja mencintai pria sejahat itu!" lanjut Nia mengingatkan Devina.
Devina tersenyum patah."Dia tidak seburuk itu," sahut Devina pelan.
"Nah, lihatlah. Orang yang bodoh karena cinta ini." Nia menyindir langsung di depan sang punya tubuh.
Devina menghela nafas kasar."Kau tidak tahu sih, rasanya!"
"Hei! Aku ini sudah menikah dan memiliki satu orang anak. Cinta itu tidak akan menyakiti kamu sebesar ini, Devina. Kau ... kalau boleh aku jujur. Kau itu seperti tentang menggenggam pecahan kaca dengan erat di tanganmu. Meskipun kamu tahu kamu akan terluka. Kamu tetap tidak ingin melepaskannya. Entah kapan kamu sadar. Jika ini bukanlah cinta yang tepat!" nasehat Nia.
Devina tidak menyahut. Ia tahu. Dan ia tak ingin melepaskannya. Ia sangat mencintai Kaiden Louis. Sampai kedua matanya buta. Mereka tidak ada lelaki lain yang membuat ia jatuh cinta. Seperti ia mencintai Kaiden.
Bersambung....
Ayo... Siapa nih, yg punya teman kayak Devina? Udah tau tersakiti. Tapi tetap aja, bucin🥴🥴 kita yg gemas sendiri 😬
Mohon dukungannya, kakak-kakak dengan cara simpan di perpustakaan. Agar terus mendapatkan update terbarunya. Dan jangan lupa Like di akhir bab. Saran author, gak usah kasih vote mau koin/poin. Cukup baca dan kasih komentar+like aja author sudah berbunga-bunga 😍❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
v_cupid
semua tetap akan sia² devina.. just let him go..n start your new life
2023-08-24
0
Eka Bundanedinar
devina sakit lhir batin loh mnding kembangin desainmu hidup sendiri dulu
2022-01-30
0
mamah lia nia
udah Dev lapas aja.... 😢😢😢
2022-01-16
0