Zeno merasa aura yang tak sedap. Pria ini tidak berani angkat suara. Hanya diam saja. Satu dokumen berada di tangan Zeno. Sedangkan di samping meja Kaiden. Berdiri wajah yang sudah pasti sangat familiar di mata Zeno. Siapa lagi jika bukan Devina Deborah. Wanita cantik yang merangkap menjadi istri sekaligus desainer utama perusahaan Lounge Company.
"Hem! Makan siang nanti. Mau makan di kantin atau makan di luar, Kai! Devina!"
Zeno mencoba mencairkan suasana dengan berdehem sedikit. Kaiden yang sibuk memeriksa laporan yang Zeno bawakan tidak mengalihkan pandangan matanya dari dokumen. Sedangkan Devina terlihat melirik Kaiden sesaat sebelum membawa atensinya ke arah sahabat sang suami.
"Aku, tergantung Kaiden. Mau makan dimana," sahut Devina dengan nada lembut.
Zeno mengulas senyum canggung. Melirik kembali ke arah Kaiden.
"Ini kantor, Devina. Kau adalah bawahanku. Apakah ada bawahan yang memanggil CEO mereka dengan nama saja, huh?" sinis Kaiden tanpa menatap langsung Devina.
Devina hanya mampu menghela nafas kasar. Pria ini sempat menelpon kedua orang tuanya. Hanya untuk bertanya alasan kenapa Devina malah ditempatkan di kantor pusat. Sedangkan Devina di kantor cabang memiliki banyak pekerjaan. Dan baik ayah dan ibu Kaiden beralasan jika mereka sering bersama. Siapa tahu akan segera mendapat cucu.
Ubun-ubun kepala Kaiden sempat berasap mendengar jawaban enteng yang keluar dari bibir kedua orang tuanya. Dan pada akhirnya, menerima keberadaan Devina. Yang menjadi sekretarisnya.
"Eh, baik, Pak Presdir!" sahut Devina dengan nada formal.
Zeno meringis kecil mendengar perkataan Kaiden dan jawaban Devina. Ada apa dengan suami-istri ini. Apakah keduanya bertengkar? Sampai jadi aneh begini. Zeno meras bersalah saja pada Devina. Karena membuat Devina malah mendapatkan teguran dari Kaiden. Ah, Zeno ingin keluar cepat-cepat dari dalam ruangan kerja Kaiden.
Rasanya mendadak sesaat karena udara aneh di dalamnya. Bukankah ia harus menyingkir dari keduanya? Agar Kaiden dan Devina bisa menyelesaikan permasalahan mereka berdua sendiri. Layaknya suami-istri pada umumnya.
"Sudah selesaikah?" tanya Zeno dengan nada pelan.
Kaiden menghela nafas kasar."Kau juga! Aku di sini adalah atasanmu. Di luar mungkin aku adalah temanmu. Tapi di sini aku atasamu!" tegur Kaiden.
Oh, God! Kenapa ia juga kena semprot oleh Kaiden. Devina meringis kecil. Jika tadi Zeno yang merasa bersalah pada Devina. Maka kini gantian. Devina yang merasa bersalah pada Zeno. Yang membuat mood pria ini turun drastis adalah dirinya. Bahkan Zeno juga ikut kena karena dirinya.
"Baik, Pak Presdir!" sahut Zeno pelan.
...***...
"Mau kemana kau?" tegur Kaiden saat Devina ingin mengikuti langkah kaki Kaiden.
Gadis itu berhenti mendadak."Ikut Pak Presdir makan siang," sahut Devina dengan ceria.
Lihatlah. Bagaimana cara Kaiden membalas tatapan Devina. Pria dianugerahi mata tajam setajam elang itu malah terlihat menakutkan dengan tatapan yang dilemparkan. Devina mendadak menciut.
"Siapa yang beri kamu izin ikut aku? Dan makan siang, huh?" tanya Kaiden dengan intonasi nada tak suka.
Devina mengigit pelan bibir bawahnya. Ia bahkan tidak bisa mengangkat pandangan matanya ke arah wajah Kaiden.
"Bu—bukankah ini sudah jam makan siang? Dan bukankah itu berarti aku juga bisa makan?" tanya Devina tergagap.
Pandangan mata Kaiden menanjam berkali-kali lipat. Devina merasakan perasan yang manik tidak enak saja. Sepertinya Kaiden benar-benar tidak suka padanya. Walaupun begitu, ia harus tahan.
"Ya, aku tahu ini sudah jam makan siang. Dan kau! Bukankah kau memiliki dua pekerja. Kau makan saja di meja sekretaris di luar. Dan kerjakan pekerjaan keduamu di sana!"
Devina melongo mendengar perkataan Kaiden. Bagaimana bisa Kaiden begini padanya.
"Nanti ... malam nanti aku masih bisa melanjutkannya," sahut Devina memelas.
"Kalau begitu berhentilah bekerja menjadi sekretarisku. Dan kembali ke kantor cabang. Dengan begitu kau bisa bebas. Bahkan untuk tidak masuk kantor pun tidak masalah!" putus Kaiden.
Devina tercekat. Kepalanya dengan cepat mengeleng menolak. Ia sudah bersusah payah membujuk kedua orang tua Kaiden. Hanya untuk mengizinkan dirinya menjadi sekretaris sementara untuk Kaiden. Masa hanya karena hal sepele seperti ini. Ia malah gagal. Bahkan belum satu hari pas.
"Kenapa dia?" tegur Kaiden.
Devina mengeleng."Tidak. Aku akan tetap bekerja di sini. Kalau begitu. Selamat menikmati makan siang, Pak Presdir!" seru Devina mengalah.
Kaiden medengkus kecil. Sebelum melangkah meninggalkan ruangannya. Devina menarik nafas dalam-dalam. Dan membuangnya perlahan-lahan. Hatinya berdenyut pedih. Berharap menjadi sekretaris Kaiden. Ia bisa makan siang dengan Kaiden. Kemana-mana dengan sang suami tercinta.
Tapi pada kenyataannya tidaklah begitu. Kaiden dan dia tidak bisa seiring sejalan. Meskipun demikian. Bukankah ada hal yang baik juga. Ia hampir menghabiskan waktunya dua puluh jam di dekat Kaiden.
"Tidak apa-apa, Devina. Semuanya akan baik-baik saja. Jangan sedih," human Devina pelan menyemangati dirinya sendiri.
Sebelum ia melangkah menuju meja khusus untuk dirinya. Kebetulan ia membawa bekal. Yang rencananya akan dimanak berdua dengan Kaiden. Eh, malah ditinggalkan sendirian di kantor.
...***...
Sepatu pantofel mengkilat itu terlihat menyusuri ruangan demi ruangan. Sebelum ia masuk ke dalam ruangan yang sudah beberapa kali ia datangi.
"Arumi!" seru Kaiden dengan nada bahagia bahkan wajahnya tampak begitu cerah.
Arumi yang tadinya asik berkutat dengan buku resep kue di atas meja. Kini membawa atensi abu-abu indah itu ke arah Kaiden.
"Hai! Kau datang? Kenapa aku tidak mendengar pintu gerbang di buka?" tanya Arumi dengan senyum mengembang sempurna.
Perempuan itu terlihat menyongsong kehadiran Kaiden. Pemuda itu terlihat melangkah lebar mendekati sang pujaan hati. Sebelum tubuh Arumi dipeluk erat dan terangkat. Kaiden memutar tubuh Arumi.
Membuat wanita itu terkikik keras karena mendapat hal semenyenangkan itu dari Kaiden. Banyak Arumi menjalin kasih dengan banyak pria. Hanya Kaiden yang membuatnya meras senang dan istimewa. Membuat Arumi merasa sangat dicintai. Meskipun ia tahu jika pria ini sudah memiliki hubungan yang terikat dengan wanita lain.
"Turunkan aku!" pinta Arumi.
Kaiden menurut. Pria itu menurunkan tubuh Arumi. Kecupan basah dilayangkan di pipi Arumi. Wanita itu menepuk kecil dada bidang Kaiden.
"Geli! Tahu!" dumel Arumi.
Tangan kekar itu memeluk pinggang Arumi dengan erat. Menjatuhkan dagu tegas itu di atas bahu polos milik Arumi. Wanita cantik ini memakai baju bertali spaghetti.
"Tapi suka bukan?" tanya Kaiden sembari menatap Arumi dari samping.
"Ya," jawab Arumi dengan jujur.
Kaiden terkekeh mendapatkan jawaban malu-malu dari Arumi. Wanita ini mau menerima dirinya. Meskipun sempat ada berdebat kecil. Kaiden menceritakan jika pernikahan dia dan Devina adalah pernikahan kontrak. Atas perjodohan kedua orang tua mereka. Dan sebentar lagi ia akan menceraikan Devina. Pasti secepatnya.
Bersambung....
🤬🤬🤬🤬🤬jahat banget 😬
Jangan lupa simpan ceritanya di perpustakaan,like, dan komentarnya kakak-kakak 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Laurentia Delimarta
jahat banget, yg 1 pelakor
2024-08-17
0
v_cupid
menyakitkan..
2023-08-27
0
Nayla Syifa
di bab awal aja udah bikin mewek gimana bab selanjutnya pasti taburan bawang nya tambah banyak 🥺🥺🥺
2022-01-23
0