Ibu jari dan jari telunjuk lentik itu terlihat memijat kecil pangkal hidungnya. Tidak disangka, jika pekerjaan yang harus dikerjakan oleh dirinya. Bisa sebanyak ini, sepertinya Devina terlalu menganggap enteng melakukan dua pekerja dalam satu waktu. Hingga membuat kedua matanya terasa pedih.
"Astaga!" seru Devina menahan pekikan yang tersangkut di kerongkongannya.
Kala manik mata indah itu melirik ke jendela transparan gedung pencakar langit. Langit sudah sangat gelap. Devina termasuk workaholic. Saat ia sudah serius dengan segelintir pekerjaannya. Maka, Devina nyaris tidak akan sadar dengan sekitarnya. Bahkan ia tidak tahu sejak kapan lampu ruangan menyala. Dan kapan pula matahari telah beristirahat.
Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri. Tidak ia dapati keberadaan Kaiden. Dahinya berlipat dalam. Apakah sang suami selesai makan siang tidak kembali ke kantor? Hembusan nafas berat mengalun. Devina menyandarkan punggung belakang di sandaran kursi.
Raut wajahnya serat akan kekecewaan yang terlukis jelas. Kelopak sakura itu terlihat menutup. Menyembunyikan iris almond bening. Hatinya melenguh kecewa.
"Apakah ekpektasiku terlalu tinggi? Hingga aku berakhir kecewa seperti ini?" gumam Devina pelan.
Sebelum ia mendengus kecil. Ia sudah menyiapkan banyak hal. Hanya untuk bisa berada di sisi Kaiden. Merelakan waktu istirahatnya. Bahkan rela makan di dalam ruangan kantor sendirian. Pada akhirnya, tetap saja ia tidak bisa bersama Kaiden.
"Bu!" seruan terkejut saat cleaning service tua itu mendapati keberadaan istri dari sang bos.
Devina menoleh ke arah pintu yang terbuka. Wajah tua itu terlihat mengulas senyum tak enak. Parmin pikir tidak ada orang lagi di ruangan. Parmin terbiasa membereskan ruangan big bos setelah jam pegawai kantor pulang. Agar keesokan paginya. Parmin tidak perlu melakukan banyak pekerjaan lagi di pagi harinya. Karena sudah dikerjakan pada malamnya. Siapa sangka malah bertemu dengan istri bos besarnya.
"Mau membersihkan ruangan, Pak?" tanya Devina terlihat berbasa-basi.
Parmin mengangguk patah-patah. Ini kali pertama lelaki tua ini melihat pasangan sang bos dari dekat. Terlihat anggun dan ramah.
"Iya, Bu!" jawab Parmin pelan.
Devina mengangguk mengerti. Gadis cantik itu bangkit dari posisi duduknya. Pergerakan tangannya terlihat begitu sigap hanya untuk merapikan pekerjaannya. Sebelum menarik tas dan ponsel di atas meja.
"Kalau begitu aku pulang dulu, Pak!" kata Devina,"jangan terlalu malam pulangnya, Pak!" lanjut Devina lagi sebelum mengulas senyum hangat.
"Baik, Bu! Bu Devina hati-hati di jalan!" balas Parmin pelan.
"Ya, Pak!"
Devina melangkah keluar dari ruangan di lantai terbatas itu. Meninggalkan Parmin sendiri.
"Benar kata pekerjaan lainnya. Istri Pak Presdir ramah sama bawahan," gumam Parmin dengan wajah senang."Mana cantik lagi. Sesuai sama Pak Presdir, yang juga tampan!"
...***...
...TUK!...
...TUK!...
...TUK!...
Telapak sepatu runcing milik Davina membawa kegaduhan di dalam ruangan. Langkah kaki jenjangnya berhenti ketika berada tepat di depan tangga. Kepalanya menengadah, manik mata galaxy Devina tampak jatuh pada pintu kamar Kaiden. Yang berada tak jauh dari tangga. Tidak ada sinar lampu yang menyelinap keluar dari ruas-ruas celah atas pintu.
Devina membalikkan tubuhnya. Melangkah mendekati dapur. Sesampainya ia di sana. Dapat dilihat ada banyak pekerja yang duduk tengah mengupas beberapa bahan masakan. Dan beberapa lainnya terlihat tengah merapikan barang belanjaan yang baru datang.
"Mbok Inah!" panggil Devina cukup keras.
Inah dan yang lainnya sontak menghentikan pergerakan mereka. Wanita tua itu langsung berdiri dari posisi duduknya. Melangkah mendekati sang nyonya muda.
"Ya, Nyonya! Ada apa Nyonya?" sahut Inah saat sampai di depan Devina.
"Kaiden masih belum pulang?" tanya Devina dengan ekspresi aneh.
Siti diam-diam mencuri dengar. Begitu pula dengan para pembantu lainnya.
"Eh? Sedari tadi pagi berangkat kerja. Tuan Kaiden belum ada pulang ke rumah, Nyonya," jawab wanita tua itu jujur.
Sejak pergi kerja. Tuan mudanya memang tidak pernah pulang ke rumah lagi. Inah pikir tuannya itu akan pulang bersama dengan nyonya muda mereka. Mengingat jika katanya Devina diantar ke kantor utama. Supir pribadi Devina sendiri yang bilang.
"Belum pulang sama sekali dari tadi pagi?" tanya Devina kembali memastikan.
Pelan-pelan Inah mengangguk yakin."Benar, Nyonya muda. Tuan Kaiden belum pulang sama sekali dari tadi pagi."
Devina menghela nafas kasar. Hatinya terasa tidak enak. Bahkan hembusan dan tarikkan nafas terasa berat. Kenapa perasannya tidak enak mendadak karena itu.
Melihat nyonya muda Louis itu tidak lagi mengatakan apapun. Dengan ekspresi wajah yang tidak mampu dijelaskan dengan kata-kata.
"Nyonya mau dimasakan apa? Atau mau diapakan air hangat untuk mandinya?" tawar Inah mencoba memecahkan keheningan.
Devina menipiskan bibirnya."Nggak ada yang ingin aku makan. Apapun yang Mbok Inah buat, nanti antarkan saja makanan ke atas. Aku akan makan di kamar saja," sahut Devina lirik.
Deviana membalikkan tubuhnya. Kedua sisi bahunya terlihat mendadak lunglai. Kedua kaki jenjang Devina bahkan melangkah tanpa ada rasa semangat. Rasanya persediaan gadis berpipi chubby itu terasa letih semua. Dan sakit-sakit.
Siti melepaskan bawang merah yang tadinya ia kupas. Gadis berkulit sawo matang itu melangkah mendekati Inah yang masih menatap punggung belakang nyonya muda mereka.
"Mbok!" panggil Siti dengan nada rendah di samping Inah.
Inah menoleh ke samping."Apa?" balas Inah balik bertanya.
"Apakah mungkin Tuan Kaiden ada bersama wanita itu," kata Siti berbisik-bisik.
Inah mengedarkan pandangan mata tuanya. Ia melihat yang lainnya kembali melanjutkan pekerjaan.
"Jangan ngomong yang aneh-aneh, Siti!" peringat Inah,"apalagi sampai Nyonya muda dengar apa yang kamu katakan. Jika mau tetap kerja lama di sini. Kamu diam saja, itu bukan urusan kita. Akan lebih gawat lagi kalau sampai Tuan Kaiden mendengarnya. Bisa-bisa kamu dipecat tanpa pesangon," sambung Inah.
Siti membesarkan kedua matanya. Ia takut. Kedua tangan Siti langsung membekap mulutnya. Tidak mau sampai dipecat. Apa lagi tanpa pesangon. Tentu saja Siti tidak rela. Ia harus hati-hati kalau berbicara kedepannya.
...***...
Deru mesin mobil Kaiden berhenti di depan rumah. Devina langsung menggelepar bangun dari posisi tidurnya. Melangkah cepat ke jendela tranparans. Dengan gerakan cepat. Devina menarik tirai jendela kamarnya hanya untuk melihat wajah Kaiden.
Hati Devina mendadak lega. Karena yang sedari tadi ia tunggu. Sampai juga di rumah. Dan sang kekasih hati tidak tidur di luar sana. Hanya dengan hal sepele begini saja, Devina sudah merasa sangat lega.
"Apakah aku harus menyapanya? Atau menanyakan dimana saja dia sampai tidak datang kembali ke kantor?" monolog Devina berbicara sendiri,"ah, tidak. Jangan. Kalau dia marah karena aku banyak tanya. Akan susah lagi ke depannya," lanjutnya menolak ide yang sempat tercetus di otaknya.
Bersambung....
Jangan lupa simpan ceritanya di perpustakaan. Lalu berikan dukungan kakak-kakak dengan cara like dan memberikan komentar. Author akan usahakan cerita ini update 3 bab sehari.😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
v_cupid
aaahhhh nyesek rasanya.. kpn kaiden dpt ganjaran
2023-08-27
0
Aphry
aghhh BEGO DI Pelihara
2022-10-07
1
gina Ristanti
sumpah.. greget bgt ma Devina.. kok mau2nya.. pny wajah cantik, karir bagus.. 🤦♀️🤦♀️🤦♀️🤦♀️..klo aq sixh ga setuju klo endingnya ma kaiden.. 🤮
2022-09-26
0