Ruangan kantor di gedung tertinggi itu terasa sangat ramai. Karena kedatangan kedua orang tua Kaiden. Mantan CEO terdahulu datang berkunjung di jam makan siang. Dengan membawa beberapa makanan pencuci mulut untuk orang-orang yang ada di kantor. Dua cup minuman hangat terlihat terhidang di atas meja.
"Bagaimana bekerja di sini? Kamu betah, Nak?" tanya suara berat dari Antonio terdengar.
Devina mengulas senyum lebar. Kaiden yang duduk di samping Devina hanya menjadi pendengar saja. Toh, belum ada pertanyaan yang dilemparkan oleh kedua orang tuanya pada dirinya.
"Ya, Pah! Betah kok. Apalagi kerjanya bareng sama Kaiden. Jadi tambah senang," sahut Devina dengan nada ceria sebelum matanya melirik Kaiden.
Kedua orang tua Kaiden sontak tersenyum geli mendengar penjelasan sang menantu Devina terlihat berani. Gadis cantik itu meraih telapak tangan Maiden dan meletakkan di atas pahanya. Menggenggam tangan Kaiden dengan erat. Kaiden tidak bereaksi banyak hanya tersenyum kecil. Seperti biasanya. Mereka akan berpura-pura bahagia di depan orang lain dan kedua orang tua pemuda satu ini.
"Anak muda sekarang suka sekali berterus terang, ya, sayang!" ucap Antonio sembari melirik sang istri tercinta.
Perempuan paruh baya itu mengangguk."Ya, lebih baik begitu. Setidaknya kita bisa melihat pasangan satu ini bahagia. Tinggal kita menunggu kabar baiknya saja," sahut Maria lembut.
Kaiden mengerutkan dahinya mendengar perkataan sang ibu yang sedikit menjurus. Bukannya Kaiden tidak paham dan tidak mengerti. Hanya saja pemuda ini berusaha untuk tidak pura-pura paham dengan permintaan sang ibu. Rasanya berat menyentuh gadis cantik berkulit putih pucat di sampingnya ini. Entah kenapa, rasanya sangat berat.
"Ya, Papa sepakat dengan Mama kalian. Kami ini sudah tua, loh. Berharap mendapatkan cucu segera. Masa kalian tega sama kami berdua." Antonio ikut menimpali.
Devina tersenyum. Penuh pemasakan untuk melengkung garis senyum.
"Tapikan ada anak dari Mbak Clara dan Mbak Hani," sahut Kaiden cepat.
Bukankah kedua kakaknya sudah memberikan cucu cantik untuk sang ibu dan sang ayah. Kakak pertamanya, memberikan satu orang cucu. Sedangkan Hani, kakak keduanya memberikan dua orang cucu cantik. Lalu apa lagi yang kurang? Rasanya tidak terlalu mendesak.
"Clara dan Hani itu berbeda, Kaiden. Kedua Mbakmu itu memang sudah memberikan tiga orang cucu. Tapikan mereka jauh. Satu ada di Malaysia satu lagi di China. Bagaimana caranya kami bisa main sama cucu?" sahut Antonio kesal.
"Benar. Mama dan Papa cuma bisa lihat dari kejauhan. Mau video call, sekalipun. Tetap saja nggak bisa gendong. Kamu anak terakhir dan yang ada di sini. Masa malah nggak mau kasih kami cucu," timpal Maria dengan nada merenggut kecil.
"Pah! Mah! Jangan terlalu dipaksakan. Kami—"
"Kami akan berusaha secepatnya, Pah! Mah! Doakan saja. Dalam tahun ini bisa dapat kabar baiknya," potong Devina cepat.
Gadis ini tidak ingin membuat kedua orang tua Kaiden dan Kaiden malah ribut. Dalam dirinya, tidak ada masalah apapun. Gadis ini sebelum menikah sudah melakukan tes kesuburan. Karena itu yakin. Seandainya Kaiden menyentuh dirinya. Tentu saja ia akan segera hamil. Jika tidak banyak halang melintang.
Sontak saja Maria dan Antonio terlihat sumringah mendengar perkataan Devina. Memang menantu mereka ini sangat mengerti apa yang mereka inginkan.
"Aamiin," sahut Maria.
"Aamiin!" Antonio ikut menimpali.
Devina tersenyum lebar. Maria terlihat merogoh tas di samping tubuhnya. Sebelum mengeluarkan sebuah lembaran destinasi untuk honeymoon. Ia mendorong kecil ke arah Devina dan Kaiden. Dahi Kaiden kembali mengerut. Apa lagi yang dinginkan oleh kedua orang tuanya ini.
"Apa ini, Mah?" tanya Kaiden dengan nada tidak mengerti.
Beda dengan Kaiden. Devina langsung meraih lembaran yang disodorkan oleh ibu mertuanya ini. Sebelah tangannya masih tidak lepas dari menggenggam tangan Kaiden.
"Wah! Ini destinasi tempat honeymoon, ya? Pah! Mah!" Devina bersosok heboh.
Maria mengangguk senang."Ya, kamu dan Kaiden bisa mencari tempat yang mau kalian kunjungi. Itu mulai dari Indonesia sampai luar negeri. Nanti sudah sepakat. Devina bisa langsung telpon Mama. Tinggal bilang mau yang mana," jelas Maira dengan semangat empat lima.
Devina terlihat mengangguk heboh mendengar penawaran sang ibu mertuanya. Kaiden melirik Devina yang terlihat begitu senang mendengarnya.
"Owh, terima kasih, Mama! Papa!" ucap Devina dengan nada bahagia.
...***...
"Kaiden!" panggil Devina melangkah terburu-buru mendekati Kaiden.
"Kenapa lagi?" tanya Kiaden jengah.
Devina mengulum senyum di bibirnya."Pulang bareng, ya!" pinta Devina dengan nada lembut.
"Aku ada janji," sahut Kaiden dengan intonasi nada dingin.
Devina tidak menyerah."Sama siapa?" tanya Devina kembali.
Kaiden tidak langsung menjawab. Ia malah menatap Devina dengan pandangan tajam. Seolah-olah ingin memperingati Devina. Jangan terlalu ikut campur dengan apa yang ingin dia lakukan. Lalu jangan terlalu ingin tahu dengan apa yang ia kerjakan.
"Aku hanya ingin ... bertanya," lanjut Devina dengan nada mencicit.
Gadis cantik ini menciut mendapatkan tatapan mematikan dari Kaiden. Ia ingin menyentuh telapak tangan Kaiden. Ingin meminta agar pemuda ini tidak marah lagi padanya. Karena jujur saja, di mata Devina marahnya Kaiden itu menakutkan. Sangat.
Dengan cepat Kaiden menepis telapak tangan Devina yang ingin menyentuh tangannya. Kenapa lelaki ini seperti ini. Devina merasa sedih mendapatkan tepisan tangan Kaiden.
Meskipun begitu. Ia tengah berusaha agar tidak terlihat begitu tersakiti. Bukankah ia harus berusaha lebih gigih lagi. Agar pemuda ini mau membuka hati untuk dirinya. Bukankah sebuah batu yang keras saja akan berlubang. Jika terus ditetesi oleh air. Apa lagi hati Kaiden Louis.
"Kau pulanglah dengan supir pribadiku. Aku akan membawa mobil sendiri!" titah Kaiden dengan nada dingin.
Devina mengigit bibir bawahnya."Apakah kamu ingin menemui perempuan itu?" seru Devina dengan nada lirih.
Pandangan yang awalnya terlihat tajam langsung berubah menjadi pandangan menyelidik.
"Kau tidak sedang memata-matai aku bukan?" selidik Kaiden.
Devina mengatup rapat bibirnya. Ia menarik nafas dalam-dalam. Sebelum menghembuskan kasar.
"Aku ... tidak. Sudahlah. Pergilah," putus Devina kecewa.
Gadis ini tidak ingin memancing pertengkaran. Agar hati Kaiden tidak berubah karenanya. Devina melangkahkan kedua kaki jenjangnya. Melangkah meninggalkan ruangan sang suami. Hatinya tercabik-cabik.
Kedua matanya basah. Bahkan tangannya bergerak menarik engsel pintu ke dalam. Ia melangkah pergi.
TIK!
TIK!
TIK!
Air mata Devina luruh juga. Jatuh bersama rasa sakit yang tidak bisa ia ungkapkan. Punggung belakang Devina menghilang di balik pintu yang tertutup. Kaiden hanya memperhatikan saja. Sebelum decekan kesal mengalun samar.
"Sialan sekali. Kenapa dia tahu betul cara membuat aku menjadi orang jahat?" gumam Kaiden marah.
Devina. Perempuan itu, benar-benar membuat Kaiden menjadi seperti orang jagat.
Bersambung....
kok makin berat ya, jadi Devina🤧
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Elisabet Sembiring
semoga tak disentuh sampai mereka bercerai.
janda rasa gadis, semoga yang mendapatkannya bahagia
2023-08-12
0
indah-yt27🍒
nah..itu sadar diya jahat..trz smp kpn qm nyakitin istri mu trz..
2023-01-05
0
Nayla Syifa
benar kan aku bilang ni novel bikin nangis 😭😭
2022-01-23
0