Hembusan nafas menderu panas. Dahi halus itu terlihat dipenuhi oleh bulir-bulir keringat kecil. Sebesar biji jagung. Bibir yang dulunya terlihat merah. Kini malah terlihat begitu pucat pasi. Tubuhnya menggigil. Kaiden yang berada di bibir ranjang hanya menatap tanpa ekspresi ke arah Devina.
"Apa yang terjadi?" tanyanya dengan nada bariton yang berat.
"Siti menemukan Nyonya berada di kamar mandi. Pingsan, kayaknya, Tuan," seru wanita paruh baya itu takut-takut.
Kedua alis mata Kaiden terlihat menyatu segaris. Kayaknya? Satu kata yang terasa ganjil di hati Kaiden. Atensi ke arah Siti.
"Mbok Inah keluar dulu," titah Kaiden,"Siti tinggal di sini!" sambung Kaiden.
"Baik, Tuan!" sahut Inah.
Perempuan paruh baya itu melangkah keluar dari kamar Devina. Sesekali Inah melirik Siti yang berada di dalam. Dengan pandangan mata menatap lantai marmer.
Pintu kamar dibuka. Lalu setelah kembali tertutup. Hanya ada mereka bertiga di dalam kamar Devina. Kaiden kini membalikkan tubuhnya. Menghadap ke arah pembantu rumahnya. Sebenarnya rumah ini tidak menerima pembantu yang masih belia. Namun Devina mengatakan jika ia kasihan melihat Devina. Baru berusia enam belas tahun sudah putus sekolah dan juga tidak punya siapa-siapa di Jakarta.
Devina juga memberikan banyak fasilitas bagi anak remaja ini. Dihari libur Siti bekerja. Sedangkan dihari sekolah, maka Siti akan masuk sekolah khusus. Setidaknya ia memiliki ijazah tamat SMA nantinya. Bisa mencari pekerjaan lebih baik lagi. Dari pada menjadi pembantu.
"Bisa kamu ceritakan apa yang terjadi pada Nyonya Devina?" tanya Kaiden sedang mengintrogasi Siti.
Gadis itu masih menunduduk. Kepalanya mengangguk kecil. Ia menarik nafas perlahan dan menghanguskannya perlahan pula.
"Tadi. Saya bertugas mengantarkan makan malam Nyonya Devina ke dalam kamar. Karena katanya Nyonya ingin makan di dalamnya kamar. Saat saya mengetuk pintu kamar. Tidak terdengar sahutan dari Nyonya Devina. Beberapa kali mengetuk pintu. Nyonya juga tidak menyahut. Pada akhirnya, saya memberanikan diri untuk masuk. Benar saja tidak ada Nyonya di dalam kamar. Tapi saya dengar suara shower menyala. Kesimpulan saya, Nyonya Devina tengah mandi. Setelah mengatakan jika makanan sudah saya letakkan di atas meja rias. Saya keluar dari kamar," jelas Siti dengan lugas.
Tidak ada kebohongan sama sekali keluar dari bibirnya. Apa yang baru saja ia katakan adalah fakta yang sebenarnya. Kaiden masih mendengarkan dengan seksama.
"Lalu?" sahut Kaiden lagi. Menuntut penjelasan selanjutnya.
"Satu jam saya menunggu. Saya pikir Nyonya sudah selesai makan. Jadi saya kembali masuk kamar. Kembali mengetuk pintu kamar. Tidak ada suara sahutan lagi. Hati saja mendadak tidak enak. Saya masuk ke kamar. Saya lihat makanan yang ada di atas meja sama sekali tidak disentuh. Saya kembali mendekati kamar mandi. Mengetuk pintu beberapa kali dengan memanggil Nyonya. Karena hati saya benar-benar tidak enak. Saya langsung mendorong pintu. Nyonya Devina berada di bawah pancuran shower. Wajahnya pucat dan bibirnya sedikit membiru. Saya berlari menarik shower yang menyala. Dan memeluk tubuh Nyonya Devina yang menggigil. Saat saya peluk Nyonya Devina langsung kehilangan kesadaran." Siti kembali menjelaskan.
Siti sangat kasihan melihat sang majikan perempuannya itu. Meskipun tahu dengan masalah yang sedang nyonya mudanya itu alami. Siti tidak bisa berbuat banyak.
"Itu yang terjadi?" tanya Kaiden pelan.
Siti mengangguk cepat. Takut-takut ia melirik Kaiden. Tidak banyak reaksi yang diberikan oleh Kaiden mendengar ceritanya. Bahkan Kaiden tidak bertanya lagi. Hanya sebatas ini saja kepedulian Kaiden pada Devina. Padahal nyonya mudanya itu sangat perhatian pada Kaiden. Mencintai tuan mudanya ini.
"Kalau begitu keluarlah. Lagipula Devina sudah diperiksa oleh Dokter," ucap Kaiden lagi.
Siti menipiskan bibirnya. Ia mengangguk kecil. Melangkah keluar dari kamar majikan. Baru tiga langkah kaki Siti terayun. Siti mengehentikan langkah kakinya. Langsung berbalik menghadap ke arah ranjang. Dimana Kaiden membelakangi dirinya.
"Tuan Kaiden!" seru Siti cukup keras.
Kaiden yang tadinya membelakangi Siti. Kembali menoleh dan menghadap ke arah Siti. Dahi Kaiden berlipat dalam.
"Saya mungkin tidak tahu menahu apa yang sebenarnya sedang menimpa Nyonya Devina. Apa yang membuat Nyonya Devina tertekan," kata Siti,"tapi saya pernah berhadapan dengan orang yang juga pernah berekspresi seperti Nyonya Devina. Pandangan matanya terlihat begitu kosong. Ia berjuang untuk sesuatu yang sia-sia. Tuan Kaiden tahu apa ya terjadi pada wanita itu setelah dia berjuang? Dia malah menyerah dengan cara yang menakutkan. Dengan sepucuk surat di atas kasur. Dia menuliskan dia menyerah dan berhenti berjuang untuk selama-lamanya. Lalu pria itu, setelah kematian wanita itu dia tidak mendapatkan kebahagiaannya," lanjut Siti.
"Apa—"
"Perempuan itu. Dia adalah Kakak perempuanku satu-satunya. Setelah orang tuaku meninggalkan. Kakakku menikah. Ia mencintai suaminya. Sangat. Tapi suaminya mencintai perempuan lain dibelakang Kakakku. Meskipun aku dan yang lain berkata untuk melepaskan pria itu. Kakakku bilang dia bisa membuat suaminya kembali mencintai dirinya. Tapi Kakakku salah. Pria itu sampai akhir tidak menghargai perasaannya," curhat Siti memotong cepat laju perkataan Kaiden.
Kaiden tercekat mendengar penjelasan Siti. Apakah ini yang membuat gadis belia ini harus hidup terlunta-lunta. Tidak ada saudara dan orang tua.
"Karena itu, Tuan Kaiden. Saya berharap Tuan Kaiden dan Nyonya Davina bisa hidup bahagia," sambung Siti dengan nada sungguh-sungguh.
Bahkan bahasa yang keluar kembali formal. Kaiden tidak menjawab.
"Keluarlah!" titah Kaiden pelan.
"Baik, Tuan!" sahut Siti.
Remaja itu kembali melangkah cepat. Setelah berbicara panjang lebar. Tanpa rasa takut. Kini Siti mulai merasa menggigil ketakutan. Saat akal sehatnya kembali dikuasai. Remaja memang sangat mudah untuk terpancing emosionalnya. Bagaimana jika sang tuan malah marah-marah pada nyonya Devina.
Karena mulutnya yang mendadak bocor. Siti merutuki dirinya yang tidak bisa bersabar.
...***...
Dahi Devina mengerut entah kenapa rasa basah dan sedikit lembek. Memberatkan dahinya. Devina mengerang kecil. Tubuhnya begitu panas. Pening. Saat kesadaran sepenuhnya ia dapatkan. Ia malah dihantam oleh rasa sakit kepala.
Tangannya digerakkan. Devina menoleh ke samping. Betapa terkejutnya Devina sampai mendapati Kaiden di atas ranjang yang sama dengan dirinya. Pemuda itu tidur dengan keadaan posisi duduk bersandar di atas dasbor ranjang. Dan satu tangan terlihat menggenggam erat tangannya.
"Kaiden?" gumam Devina serak.
Suaranya bahkan terkesan sangat samar. Lemah. Devina kembali mengingat apa yang terjadi. Kenapa ia bisa seperti saat ini. Dengan sapu tangan sedikit lembah berada di atas dahinya. Bahkan ada sang suami di samping dirinya. Kaiden masuk ke dalam kamarnya. Devina yakin pemuda ini yang menjaga dirinya.
"Apa yang terjadi?" gumam Devina dengan nada rendah.
Ah, Devina ingat. Ia merasa stress oleh keadaan. Dengan menekan emosional yang bergejolak. Devina menyalakan shower. Dengan pakaian lengkap ia membiarkannya air shower membasahi dirinya. Terakhir kali ia ingat adalah saat samar-samar ia mendengar pintu terbuka. Dan sosok asing memeluknya. Dengan memanggil-manggilnya.
"Aku pingsan?" monolognya kembali.
Kenapa tubuhnya begitu lemah. Dan hatinya begitu rapuh.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
v_cupid
😊
2023-09-08
0
mamah lia nia
semoga kaiden dapet balasan yang lebih menyakitkan dari pada yang dia berikan pada devina...... 🤲🤲😡😡
2022-01-16
0
mamah lia nia
semoga kau dapet balasan yang lebih nyakitin..... 😡😡😡🤲
2022-01-16
1