Devina menangis tersedu-sedu di dalam kamar mandinya. Pada akhirnya ia hanya pulang dengan kehampaan lagi. Dan lagi, ia gagal dalam menahan sang suami. Agar tidak pergi melangkah meninggalkan dirinya sendiri. Ia berharap Kaiden bisa melihat ke arahnya. Ada dirinya yang sangat mencintai Kaiden. Jika Kaiden memang awalnya tidak ingin dan tidak bisa dimiliki. Kenapa pemuda itu mengulurkan tangan terlebih dahulu. Menyentuh perasaannya.
Lalu? Setelah semuanya. Malah hatinya diporak-porandakan begitu saja. Cintanya, malah dibuat bertepuk sebelah tangan. Hujan kecil menghamyam puncak kepala Devina. Air shower terus menerus membasahi tubuh Devina.
"Nyonya?" seruan di balik pintu kamar mandi terdengar samar.
Devina tidak menyahut. Gadis itu hanya menatap hampa pada dinding putih itu.
TOK!
TOK!
"Nyonya! Ini Siti! Nyonya masih lama di dalamkah?" seru Siti lagi.
Tidak ada sahutan. Di luar, Siti terlihat khawatir. Pasalnya, gadis remaja satu ini sudah masuk satu jam yang lalu ke kamar sang nyonya. Namun Devina berada di kamar mandi dengan air shower menyala. Lalu gadis berkulit sawo matang itu kembali masuk ke dalam kamar. Sudah sempat mengetuk pintu masuk. Tetap saja. Tidak ada sahutan.
Dengan memberanikan hati. Siti membuka pintu kamar sang majikan. Kosong. Satu kata yang didapat oleh Siti. Gadis itu menangkap bunyi shower lagi. Dan hatinya benar-benar merasa tidak enak. Hingga mengetuk pintu kamar mandi.
"Nyonya! Siti masuk, ya!" seru Siti meminta izin.
Gadis remaja itu tidak peduli lagi. Ia mendorong pintu yang tidak dikunci itu ke dalam. Ekspresi wajahnya terlihat begitu khawatir.
KRIT!
"Nyonya Devina! Astaga!" Siti berseru panik melihat sang majikan terlihat pucat pasi.
Bahkan bibir Devina terlihat begitu pucat. Gadis itu berlari menuju Devina. Mematikan air shower. Memeluk tubuh sang majikan.
"Nyonya! Nyonya kenapa begini! Nyonya Devina!" seru Siti bersuara panik.
Devina seperti tubuh tanpa nyawa. Walaupun bahu depan gadis ini nyaris basah. Siti tidak peduli ia memeluk erat tubuh Devina. Air matanya langsung jatuh berhambur-hamburan. Hatinya mendadak sakit melihat kodisi Devina seperti saat ini.
"Nyonya Devina! Hiks ..." Siti menangis keras.
Devina menyandarkan kepalanya di dada Siti. Kedua matanya mendadak lelah. Ingin menutup. Andaikan kedua matanya bisa menutup untuk selama-lamanya. Alangkah lebih baiknya itu. Agar ia tidak kembali merasakan ditinggalkan. Rasanya sangat letih. Devina terluka cukup dalam. Sungguh, demi Tuhan. Tidak mudah bagi Devina kembali menjatuhkan hati.
Devina menjatuhkan hati pada pria sedingin Kaiden. Awalnya Devina berpikir. Sudah wajar ia jatuh cinta pada suaminya sendiri. Meskipun pernikahan ia dan Kaiden adalah pernikahan kontrak sekalipun. Setidaknya, cinta Devina bukankah cinta terlarang.
Tubuh Devina diguncang oleh Siti. Suara Siti semakin terdengar sangat jauh-jauh dan begitu jauh. Hingga benar-benar tidak bisa didengar lagi oleh Devina. Semuanya gelap. Tidak ada cahaya tidak ada suara. Begitu nyamannya.
...***...
"Bagaimana masakan buatanku?" Arumi bertanya dengan nada ceria.
"Enak. Sangat enak," jawab Kaiden,"kamu memang hebat dalam segala hal Arumi. Benar-benar mengagumkan," sambung Kaiden.
Arumi terkekeh bahagia mendengar pujian sang kekasih terlarang. Arumi tahu ini bukanlah hal yang baik. Hanya saja sensasi yang ia dapatkan sangat berbeda. Saat ia menjalin hubungan dengan pria singgel. Ia tidak merasa ketegangan apapun. Rasanya ya, biasa saja. Tidak ada tantangan. Jauh berbeda dengan Kaiden Louis.
"Lalu bagaimana dengan masakan istrimu. Lebih enak masakan siapa?" tanya Arumi penasaran.
Walaupun Kaiden sudah menikah dengan siapa itu? Arumi lupa nama wanita itu. Toh, mereka hanya menjalani hubungan nikah kontrak. Meskipun begitu Arumi yakini. Jika perempuan itu tentu saja pernah memasak masakan untuk sang kekasih tercinta bukan? Dan tentu saja mereka pernah tidur bersama. Arumi tidak memungkiri perempuan dan lelaki tinggal bersama pasti sudah pernah tidur bersama pula.
Seperti dirinya dan kekasih hatinya dulu. Hubungan yang cukup mengairahkan. Ada pemain ranjang. Oh, ayolah. Bukanlah hal seperti ini begitu wajar. Diantar orang-orang dewasa.
"Tentu masakan buatanmu," sahut Kaiden tentu saja dusta.
Masakan buatan Devina lebih enak. Dari segi cita rasa dan juga sesuai dengan selera Kaiden. Kaiden mungkin jarang makan di rumah. Namun saat ia berkunjung di rumah kedua orang tuanya. Devina selalu memasakkan makanan untuk dirinya.
"Benarkah?" tanya Arumi cerah.
Kedua mata abu-abu terang milik Arumi terlihat berbinar-binar mendengarnya.
"Ya, tentu saja."
Bibir Arumi terbuka namun tidak ada laju kata yang terdengar. Karena ponsel Kaiden terlihat bergetar. Penggerak tangan Kaiden ikut berhenti bekerja karena getaran dari ponselnya.
"Tunggu sebentar, ya!" pamit Kaiden.
Pemuda itu terlihat langsung meletakan sendok dan garpu di atas meja. Tangannya bergerak meraih ponsel. Sedangkan tangan satu lagi menarik kursi ke belakang.
"Halo!" seru Kaiden.
Saat ponsel ditempelkan di daun telinganya. Suara panik wanita paruh baya itu terdengar samar-samar di telinga Arumi. Dokter cantik itu terlihat penasaran dengan apa yang sedang dibicarakan. Melihat guratan wajah Kaiden terlihat berubah yang tadinya cerah terlihat sedikit panik.
"Tolong jaga dulu. Aku akan pulang. Jangan beritahu pada Papa atau Mama!" titah Kaiden dengan volume kecil.
Arumi mengerutkan dahinya mendengar perkataan Kaiden. Apa yang terjadi? Bukankah Kaiden sudah berjanji akan menginap di rumahnya malam ini? Kenapa malah katanya mau pulang.
"Ya," sahut Kaiden lagi.
Sambungan telepon terputus. CEO angkuh itu menyimpan ponsel pipi itu di balik jas kerjanya. Sebelum menghampiri Arumi.
"Ada masalah apa? Kenapa kamu malah mau pulang? Katanya menginap di sini?" tuntut Arumi.
"Itu ... ada beberapa masalah yang terjadi di rumah. Aku minta maaf, lain kali akan akan menginap di sini." Kaiden berucap lirih.
Arumi bangkit dari posisi duduknya. Memeluk tubuh Kaiden.
"Tapikan aku sudah menyiapkan sesuatu untuk kita," gumamnya pelan.
"Sekali lagi maaf, sayang. Aku tidak bisa untuk tidak pulang."
"Kalau begitu berjanjilah lain kali nggak boleh begini. Kamu menginap untuk pertama kalinya di sini, loh. Tapi malah nggak jadi!" kesal Arumi.
Kaiden membalas pelukan Arumi. Sebelum memberikan kecupan di dahi Arumi.
"Ya, aku janji!" sahut Kaiden mengalah.
Arumi mengangguk mengerti. Sebelum mengecup kecil baju dada Kaiden. Meninggalkan jejak bibirnya. Lipstik merah maron itu langsung tercetak samar di depan kemeja putih Kaiden. Pemuda ini mungkin tidak menyadarinya.
"Kalau begitu hati-hati di jalan. Jangan mengemudi terlalu cepat. Terus terakhir, jangan lupa kabarin aku. Kalau sudah sampai rumah. Agar kekasihmu yang cantik dan seksi ini tidak khawatir," tuntut Arumi dengan nada lembut.
"Ya, akan aku lakukan permintaan kasih cantik dan seksiku ini!" balas Kaiden.
Arumi melepaskan pelukannya. Keduanya melangkah bersisian untuk keluar dari ruang Arumi. Mungkin sebagai orang akan menilai jika keduanya tidak bersalah karena saling cinta. Tapi sebagian lagi akan mengecam tindakan keduanya. Karena status yang mengikat salah satunya. Bagian manakah yang benar? Entahlah.
Bersambung...
Ayoloh,🥺 sudah tahan emosi belum nih kakak-kakak? 🤭 harap tahan kisah ini masih terjal. Nanti akan ada saatnya balas dendam terjadi. Tikung menikung, serta dahsyat marahnya wanita yang sabar 😋
Mohon dukungan kakak-kakak dengan cara simpan cerita ini di perpustakaan. Lalu like dan komennya, Kakak-kakak ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
v_cupid
mengesalkan..
2023-09-06
0
v_cupid
kasihan
2023-09-04
0
v_cupid
..
2023-09-03
0