Seperti rencana sebelumnya aku pulang bersama kak Zean , sedangkan mobil kak Zean di kendari om Fajar dan pacarnya.
" Terus aku sama siapa?" Tanya Arum saat kami sedang bersiap di halaman.
" Sama mamah sama papah lah." Jawab tante Marisa kemudian.
" Yon, tolong anterin Natasha ya, kalian searah kan?" Tanya kak Viona kepada kak Dion.
" Tergantung orangnya mau atau enggak." Balas kak Dion.
" Aku ikut kamu aja ya!" Sambung Kak Natasha sambil mendekat ke arah kak Zean.
" Kita nggak searah Nat." Tolak kak Zean.
" Kan kalian bisa anterin aku dulu." Tidak menyerah meyakinkan kak Zean.
" Jauh nat, aku capek!" Kak Zean masih menolak
" Sama Dion aja Nat, kasian dia sendirian di jalan." Ucap kak Viona mencoba meyakinkan.
Kak Natasha menatap kak Viona dengan kesal lalu pergi dan masuk ke dalam mobil kak Dion dan di ikuti kami semua yang masuk ke dalam mobil masing masing.
Di sepanjang perjalanan aku dan kak Zean saling diam, kak Zean terlihat fokus dengan kemudinya dan aku hanya melihat sekeliling dari balik kaca mobil.
Setelah hampir satu setengah jam mengemudi tiba-tiba kak Zean mengurangi laju kendaraannya, membuat kami tertinggal dari mobil yang lain.
" Kakak capek? Istirahat dulu aja kak kalau capek!." Tanyaku sambil menatap kak Zean
" Masih sore, gimana kalau mampir ke suatu tempat dulu.?" Jawabnya yang tak nyambung dengan pertanyaanku.
" Kemana?"
" Ke sebuah tempat yang indah. Mau ya!"
" Tapi jagan kelamaan ya, nanti aku di marahin ibu kalau pulangnya telat."
" Berarti mau ya."
Aku mengangguk, ku lihat senyum mengembang di wajah bule kak Zean. Kak Zean kembali memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi dan setengah jam kemudian kak Zean berhenti memarkirkan mobilnya di dekat sebuah kampus. Aku melihat sekeliling dan merasa bingung, kenapa dia membawaku ke kampus si, katanya ke tempat indah.
" Turun yuk!"
Aku hanya menurut dengan perintah kak Zean, aku turun dari mobil dan mengikuti kak Zean dari belakang. Kami memasuki sebuah jalan yang cukup lebar persis di sebelah kampus, namun lama-lama jalan yang kami lalui mengecil dan menjadi seperti jalan setapak. Aku masih diam dan mengikuti kak Zean, masih belum yakin kemana kak Zean akan membawaku pergi. Sebenarnya aku sedikit takut dan ingin berbalik arah tapi tiba tiba kak Zean berhenti dan menunjuk sesuatu di depan kami.
" Capek sedikit nggak papa ya, 10 menit lagi sampai kalau kamu mau naik ke sana." Dia menunjuk sebuah bukit yang di penuhi dengan tumbuhan ilalang yang sedang berbunga.
Karena penasaran dan sudah setengah jalan aku pun hanya mengangguk lagi dan menaiki bukit tersebut bersama kak Zean. Hanya ada satu jalan untuk naik ke atas bukit dan itupun sangat kecil. Sebenarnya tempat ini terlalu kecil untuk di sebut bukit tapi terlalu besar juga untuk sebuah gundukan tanah.
Beberapa kali aku berhenti dan mengatur nafas, aku menyesal menyebutnya bukit kecil, baru naik setengah jalan saja aku sudah kehabisan nafas begini.
" Kak..," Aku sedikit takut.
" Tenang aja. Aku sering kesini kok." Wajah kak Zean tetap terlihat kalem.
" Hati-hati jalannya, jangan sampe tergores daun ilalang nanti kulitmu bisa gatal-gatal." Kata kak Zean.
" Masih jauh."
" Hmm, Kamu takut ya?"Tanya kak Zean lagi.
" Pegang tanganku kalau kamu takut." Kak Zean meraih tanganku dan aku merasa lebih tenang.
" Sebentar lagi kita sampai."
Aku merasa lega mendengar kata-katanya. Beberapa menit kemudian aku dan kak Zean sampai di atas bukit .
" Sampai." Ucap kak Zean di iringi senyum di wajahnya.
Aku menganga melihat apa yang sedang aku saksikan sekarang. Hamparan bunga matahari yang tengah mekar memenuhi sebuah tempat yang tersimpan indah di balik bukit. Aku masih mematung, terhipnotis dengan keindahan yang kini terpampang nyata di hadapanku. Sungguh sangat menakjubkan.
" Kamu suka?" Tanya kak Zean menyadarkanku.
" Suka. Suka banget Ze, dari mana kamu tau tempat ini?" Saking terkagumnya sampai menyebut nama Ze lagi tanpa embel-embel kakak di depannya.
" Aku juga suka. Sangat suka ketika kamu memanggilku Ze, hanya Ze."
Aku menoleh, mata kami saling bertemu. Darahku berdesir dan detak jantungku mulai tak beraturan. Aku mengalihkan pandanganku, mencoba menutupi kegugupan yang menguasai tubuhku.
Mataku tak lepas memandangi hamparan bunga matahari yang di kelilingi ilalang yang tumbuh dengan liar, namun sangat mempesona. Semilir angin terasa sangat menyejukkan. Kesejukannya merambat menuju hatiku.
Kak Zean terlihat mengambil sesuatu dari saku jaketnya dan memberikan benda itu kepadaku. Sebuah gelang.
" Ini untukmu. Aku membuatnya sendiri dan hanya ada dua."
Aku mengamati dua buah gelang kembar di tangan kak Zean, yang satu berwarna cokelat muda dan yang lainnya berwarna cokelat tua.
" Untukku?" Tanyaku masih tak percaya.
Kak Zean mengangguk dan maraih tanganku, dia memakaikan gelang coklat mudanya di pergelangan tanganku lalu memakai gelang yang satunya di tangannya.
" Boleh di buang kalau nggak suka."
" Hmm, aku suka kok, makasih ya kak." Sanggahku.
" Boleh aku mendengarnya lagi?"
" Apa?" Jawabku penasaran.
" Ze. Coba panggil aku dengan Ze lagi, just Ze!"
Aku hanya menggeleng, menolak permintaan kak Zean yang sedikit aneh. Kak Zean terus memaksaku untuk memanggilnya Ze sampai kami lupa dua jam sudah beralalu.
Kak Zean mengajakku turun, dia berjanji akan mengajakku lagi untuk melihat matahari terbenam disini. Selama perjalanan pulang tanganku tak luput dari genggaman kak Zean. Tangannya selalu terasa hangat dan membuatku merasa nyaman.
" Dari mana kakak tau tempat tadi?" Tanyaku lagi setelah kami sampai di dalam mobil.
" Aku menemukannya saat jadi mahasiswa baru disini. Saat sedang ospek aku kabur keluar kampus karena kesal kepada kating yang menyebalkan. Saat itu aku melihat beberapa orang membawa bibit tanamam dan membawanya ke belakang kampus, aku penasaran dan mengikuti mereka, lalu aku menemukan tepat itu. Dulu tempat itu masih di penuhi dengan rumput liar, belum sebagus sekarang. Warga setempat berinisiatif untuk menanam bibit bunga matahari agar bukit tersebut tidak terlalu monoton katanya. Awalnya hanya ada puluhan dan lama kelamaan menjadi sangat banyak seperti yang kamu lihat sekarang." Jelasnya panjang lebar.
Aku mendengarkan penjelasan kak Zean, sesekali aku tersenyum dan memlihat gelang yang merantai indah pergelangan tanganku.
" Terus kapan kakak buat gelang ini?" Tanyaku lagi.
" Tadi pagi. Sepulang dari membeli oleh-oleh. Aku melihat penjual sovenir yang menjual segala macam pernak-pernik, lalu aku melihat benang yang biasa di gunakan untuk membuat gelang dan tiba-tiba aku mengingatmu dan ingin membuatkanya untukmu."
Senyumku semakin merekah mendengar kalimat kak Zean. Wajahku memanas, Perasaanku melambung ke udara.
Namun tiba-tiba ketakutan menghantuiku, takut perasaan ini hanya milikku seorang, takut perhatian ini juga bukan hanya untukku seorang. Aku harus mengendalikan perasaanku, menjaga hatiku agar tak terluka dengan sebuah perasaan indah bernama cinta.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Erni Fitriana
😘😘😘😘😘😘😘😘ayo bilang sama indi zeeee
2022-08-25
0
Your name
Sepadan sih sama perjuangan untuk sampai ke bukit, karena yang menunggu adalah pemandangan yang sangat indah.
2022-07-29
1
Cimai (IG : cimai_author)
hadir lagi kk 💞
2022-03-29
2