POV ZEAN
Malam semakin larut dan rintikan hujan masih setia menemani perjalanku pulang ke rumah. Aku memarkirkan motorku di garasi dan segera masuk ke rumah dalam keadaan basah kuyup.
Aku melangkah dengan perlahan dan menyisakan percikan air ke lantai yang baru saja ku pijak, melihat sekeliling dan tidak menemukan siapapun didalam rumah seperti biasanya. Aku pergi ke kamar mandi dan berganti baju, setelahnya aku turun lagi dan menuju dapur untuk membuat minuman hangat agar tidak masuk angin. Saat hendak mengambil gelas tiba tiba terdengar suara dari arah belakangku, suara yang amat sangat ku kenali.
" Aden baru pulang ya?" Ucapnnya.
Aku menoleh ke arahnya dan tersenyum.
" Iya. Mbok Yem kok belum tidur?"
" Tadi udah den, tapi kok simbok koyo denger suara, takute maling den." Tersenyum meledek dan berjalan mendekat kearahku.
" Emang ada maling ganteng kaya aku mbok?"
" Lho justru maling sekarang itu ganteng ganteng den, soalnya yang di malingin kan hati anak prawan hehhe." ucap mbok Yem dengan suara khasnya yang medok.
" Pencuri hati dong mbok judulnya."
" Nah betul den. Mau bikin opo to, biar simbok yang bikinin. Susu jahe?" Tebaknya.
" Simbok emang yang terbaik, paling tau apa yang Ze butuhkan!" Aku mengacungkan kedua jempol ke arah mbok Yem.
Aku duduk mengamati mbok Yem yang tengah sibuk membuat susu jahe untukku. Mbok Iyem adalah pengasuhku sejak aku bayi, ketika aku mulai dewasa tugas mbok yem berubah menjadi Asisten rumah tangga di rumahku, beliau sudah ikut keluarga kami semenjak aku masih di dalam kandungan mamiku.
Usianya mungkin sudah hampir 60 tahunan, tapi mbok Yem selalu menolak jika mami menyuruh mbok Yem untuk berhenti bekerja, alasannya karena sekarang dia sudah tidak memiliki keluarga, bahkan dia selalu mengatakan rela untuk tidak di bayar asalkan boleh tinggal di rumah kami dan membantu pekerjaan rumah.
Kata mami, dulu mbok Yem pernah menikah, namun karena sebuah kebakaran membuat suami mbok Yem meninggal dunia dan karena kebakaran itu juga mbok Yem menderita cacat fisik, kaki kanannya pincang dan sebagian mukanya di penuhi oleh bekas luka bakar dan karena kondisi itulah mengapa mbok Yem tidak ingin membangun sebuah keluarga lagi.
Awalnya mami hanya kasian saat melihat kondisi mbok Yem dan menerimanya bekerja di rumah kami, tapi setelah melihat pekerjaan mbok Yem yang cekatan dan rajin, mami akhirnya mempercayakannya untuk membantu merawatku ketika aku lahir hingga saat ini.
Ketika orangtuaku sibuk bekerja aku hanya tinggal di rumah bersama mbok Yem, itulah mengapa aku seperti lebih dengat dengan pengasuhku dari pada dengan orangtuaku sendiri. Kadang aku merasa sedih karena mbok Yem lebih mengerti apa yang aku butuhkan dari pada mamiku sendiri, tapi mbok Yem selalu memberi wejangan padaku setiap kali aku marah karena orangtuaku terlalu sibuk bekerja.
Beliau selalu bilang kalau orangtuaku bekerja keras untuk masa depanku, mami dan dady juga ingin menghabiskan banyak waktu denganku tapi mereka lebih ingin aku hidup dengan berkecukupan dan tidak kekurangan apapun.
Yah, kalimat itulah yang selalu aku dengar dari mulut mbok Yem hingga aku tumbuh dewasa, memang benar orangtuaku melakukan semuanya adalah demi masa depanku, tapi bukankah materi saja tidak cukup untuk menunjukkan sebuah kasih sayang, aku juga ingin selalu bersama kedua orangtuaku.
" Ini susu jahenya." Mbok Yem menaruh gelas di meja, lalu menarik kursi dan duduk disebelahku.
" Udah besar kok masih suka main hujan, nanti kalo sakit gimana to?"Ucap mbok Yem sambil menempelkan punggung tangannya di keningnku dengan tatapan khawatir dan memastikan kalau aku tidak deman.
" Kok tau Ze abis main hujan sih?"
" La itu lantai basah semua!"
Aku hanya tersenyum dan meminum susu jahe yang tanpak sudah tidak panas lagi. Aku memperhatikan wajah mbok Yem yang mulai menua dan membayangkan bagaimana jika tidak ada mbok Yem yang menjagaku saat orangtuaku sibuk bekerja? Aku pasti akan sangat kesepian.
" kenapa to liatin simbok begitu?" rupanya mbok Yem sadar aku memperhatikannya.
" Sejak kapan simbok jadi setua ini?" Aku menggenggam tangannya yang nampak sudah keriput dan terasa kasar.
" Simbok yakin belum ingin berhenti bekerja?." Aku berusaha meyakinkan beliau lagi karena merasa tidak tega di usia senjanya masih harus bekerja.
" Apa aden sudah tidak butuh mbok lagi?" Balasnya terdengar sedih.
" Bukan begitu, selamanya Ze akan membutuhkan simbok, hanya saja Ze tidak tega melihat mbok semakin tua dan masih harus bekerja."
" Ze." Ucapnya lembut, sudah lama sekali rasanya tidak mendengar simbok memanggil namaku.
" Ze tau to, simbok sudah tidak punya siapa-siapa, simbok masih ingin menikmati kebahagiaan dengan merawat dan melihat Ze tumbuh lagi, Ze menjadi dewasa dan menikah. Nanti Ze, nanti setelah Ze menemukan seseorang yang bisa menemani Ze disaat suka dan duka mungkin simbok akan dengan senang hati berhenti dari pekerjaan ini." Terangnya yang malah membuatku semakin sedih.
" Apa simbok tidak menginginkan kehidupan di luar sana?"
" Kehidupan seperti apa to, simbok sudah tua dan tidak punya siapa-siapa, bagi simbok Ze dan keluarga ini adalah kehidupan buat simbok!"
" Apa mbok tidak lelah masih harus mengurusku dan rumah ini?" Ucapku. Aku masih belum menyerah untuk meyakinkan simbok agar mau berhenti bekerja.
" Yo ndak to, lagian mau kemana simbok kalo tidak bekerja?"
" Mbok, mamikan menyuruh simbok untuk berhenti bekerja bukan mengusir simbok pergi dari rumah ini. Mami hanya ingin mbok istirahat di rumah ini, tapi mbok selalu menolak kalau mami mau cari asisten rumah tangga baru."
" Terus simbok mau ngapain kalo nggak boleh kerja den? Mbok sangat berterimakasih dengan niat baik nyonya serta aden, tapi untuk sekarang mbok masih kuat untuk ngurus aden sama rumah ini, jadi nanti kita bicarakan lagi kalo simbok udah ndak sanggup kerja lagi ya den!." Ucapnya lagi penuh penekanan dan sudah tak lagi memanggil namaku yang artinya mbok Yem sudah tak ingin membahas masalah ini lagi.
" Yowes, sudah malem, jangan tidur kemaleman, simbok mau bersihin lantai dulu terus istirahat ." Mbok Yem berdiri dari duduknya, menepuk bahuku dan pergi ke belakang.
Aku hanya mengangguk mengiyakan perintahnya, mengamati langkah demi langkah simbok hingga beliau tak nampak lagi. Aku menghela nafas mengingat kembali percakapan kami tadi, sepertinya tekad kuat mbok Yem yang masih ingin bekerja membuatku harus menyerah untuk meyakinkannya berhenti bekerja.
Mungkin memang belum waktunya aku membalas semua kebaikan mbok Yem kepadaku dan keluargaku, jadi mari biarkan beliau melakukan apa yang beliau inginkan saat ini.
Aku menatap keluar jendela, suara gemercik air masih terdengar di luar sana. Aku melangkah ke arah jendela, melipat kedua tangan di depan dada dan menperhatikan tetesan demi tetesan yang masih setia membasahi bumi.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Your name
Entah kenapa kalau aku pulang atau bangun dan keadaan dirumah sepi, rasanya nggak enak banget Thor.
Dan bagi mbok Yem, Ze seperti anak kandungnya sendiri, atau ibu kedua bagi Ze.
2022-04-04
1
AiniyaFazmi
Alettha mampir lagi kak
2022-03-11
2
Aris Pujiono
ayo lanjut
2022-03-05
2