Hari ini adalah hari pertama libur sekolah, tak ada kegiatan apapun yang aku rencanakan selama libur semester ini. Pagi ini cuaca cukup dingin sehingga membuatku enggan keluar dari selimut dan melakukan aktivitas di luar ruangan.
"Ndi bangun udah siang di panggil ibu tuh, katanya kamu ada les siang ini! Ndi bangun!" Ulangnya lagi seraya mengetuk pintu kamarku.
"Kakak dobrak nih kamarnya kalau nggak di buka!" Ucapan itu sontak membuatku melompat keluar dari selimut hangatku.
"Apaan sih kak, masih pagi tau, lagian ini kan liburan masa ada jadwal les juga si, Indhi kan masih pengin bobo."Ucapku sambil membuka kamar yang kemudian di ikuti langkah kaki seorang laki-laki masuk ke dalam kamarku.
Kevin Ega Irvantara, 28 tahun, dokter spesialis bedah di salah satu Rumah Sakit swasta dikotaku. Dia adalah kakak laki-laki terbaik yang pernah aku punya. Seorang kakak yang bisa menjadi figur apa saja yang aku butuhkan, kakak yang selama setahun terakhir ini menjelma menjadi sosok seorang ayah setelah kepergian ayah karena sebuah kecelakaan.
Dan ya, ayahku sudah meninggal setahun yang lalu, beliau meninggal dalam kecelakaan lalu lintas sepulangnya dari bekerja. Ayahku adalah seorang Arsitek. Beliau bekerja di salah satu perusahaan arsitektur terbaik dikota ini begitupun dengan ibuku. Mereka bekerja di tempat yang sama sedari mereka belum menikah. Kepergian medadak ayah membuat hidup kami semua berubah, bukan hanya sikap kakak yang semakin posesif kepadaku, perubahan sikap ibu juga semakin membuatku merasakah kesedihan setelah kehilangan ayah. Ibu menjadi lebih pendiam, lebih mudah marah dan yang paling membuatku sedih adalah sikap ibu yang selalu memaksaku menjadi apa yang beliau kehendaki .
"Kakak emang gak kerja?" Tanyaku.
"Baru saja pulang, belum sempat mandi udah di suruh ibu buat bangunin kamu." Jawabnya sambil mengangkat tangannya dan mendekatkan ketiaknya kearah wajahku.
"Ih, kakak bau, jorok banget sih, pantes aja udah setua ini masih aja jomblo hahahha."
"Kalo kakak punya pacar terus menikah nanti yang jagain ibu sama kamu siapa?"
Deg, mendengar jawaban dari kak Ega membuat hatiku ngilu seketika, aku merasa bersalah kepada kakak karena sepeninggal ayah kakaklah yang bertanggungjawab atas aku dan ibu. Meskipun secara finansial ibu masih sanggup membiayai hidup kami dari gaji bulanan ibu, tapi tak serta merta membuat kak Ega melepaskan tanggungjawabnya kepada kami. Sebagai anak laki laki tertua dan satu satunya di rumah ini membuat kak Ega terpaksa memikul beban untuk menjadi kepala keluarga. Meskipun kak Ega melakukannya dengan ikhlas tapi entah mengapa aku selalu bersedih mendapati kak Ega merelakan waktu luangnya untuk menjagaku alih-alih pergi bermain bersama teman-temannya atau mulai menata hidupnya dengan mencari seorang wanita di sela-sela waktu sibuknya.
"Udah buruan bangun! Nanti kakak anterin ke tempat les." Ucapnya sambil mengelus kepalaku yang sedetik kemudian berganti mengacak-acak rambutku.
"Kakaaaaaakkk."Teriakku yang kemudian disusul suara tawa dari mulut kak Ega.
Setelah mandi aku bergegas menuju ruang makan, dari kejauhan aku mengamati ibu yang sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk kami. lagi-lagi kesedihan menyuat dihatiku
ketika aku tersadar sudah jarang sekali melihat ibu tersenyum. Dulu waktu ayah masih hidup ibu akan bersenandung lirih sambil menyiapkan sarapan dan bekal untuk kami, meskipun ibu sibuk bekerja namun beliau tidak pernah melalaikan tugas utamanya sebagai seorang istri dan juga ibu. Tapi sekarang apa yang kudapati, wajah sedih itu. Oh Tuhan, kumohon kembalikan senyum di wajah ibu.
"Ibu nggak ngantor?"Tanyaku sambil tersenyum ke arah ibu.
"Nggak, nanti siang ada janji sama client jadi ibu nggak perlu ke kantor dulu." jawabnya seraya menyodorkan sepiring nasi goreng ke arahku.
"Kenapa nggak resign aja si bu, ibukan sudah nggak muda lagi, aku takut ibu kelelahan!" Suara kak Ega yang tiba tiba muncul entah dari mana.
"Kalo ibu di rumah kan Indhi jadi gak kesepian bu, ibu ga usah khawatir gaji kakak cukup kok bu buat menghidupi kita bertiga dan juga sekolah Indhi." Lanjutnya.
"Ega, makan!" Bukannya menjawab ibu malah mengalihkan pembicaraan dengan menyodorkan sepiring nasi goreng ke arah kak Ega.
"Bu Ega kan cuma.."
"Ega cukup. Ibu sedah selesai makan, kalian lanjut saja sarapannya. Nanti ibu pulang malmm kalian tidak usah menunggu ibu untuk makan malam."
"Tapi bu." Ucap kak Ega masih belum menyerah mayakinkan ibu.
"Kak!" Cegahku sambil menggelengkan kepala ke arah kak Ega.
Setelah ibu pergi, aku melihat raut kecewa di wajah kak Ega. Aku paham betul maksud kak Ega adalah untuk kebaikan ibu, tapi mungkin menurut ibu berhenti dari pekerjaannya hanya akan membuat ibu semakin mengingat ayah. Aku ingat betul bagaimana hancurnya ibu saat pertama ayah pergi, ibu melampiaskan kesedihannya dengan bekerja, bekerja dan bekerja. Kadang aku kecewa dengan sikap ibu yang begitu egois, apa ibu pikir hanya ibu saja yang sedih, hanya ibu saja yang kehilangan ayah? Tidak bu, aku juga sedih begitupun kak Ega, kami semua kehilangan bu. Kami bahkan merasa bukan hanya kehilangan ayah saja tapi kami juga kehilangan sosok ibu, ibu yang dulu selalu tersenyum, ibu yang selalu perhatian kepada kami.
Bu, aku sedih melihat ibu yang sekarang. Terkadang aku marah dan frustasi dengan sikap ibu sehingga aku berfikir untuk mengeluarkan semua kemarahan yang aku pendam, namun lagi lagi saat melihat wajah sedih ibu, tenggorokan ini berasa di cekik sehingga aku tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun kepada ibu. Dan sampai berbulan bulan terlewati pada akhirnya sikap ibu dan diamnya aku menjadi tembok tinggi diantara hubungan ibu dan anaknya. Tapi aku bersyukur masih mempunyai kakak yang perhatian atau bahkan bisa dibilang terlalu perhatian kepadaku, kakak yang masih menyempatkan waktu untuk menemaniku disela-sela padatnya jadwal operasi, dan kakak yang akan melakukan apapun untuk membuatku tersenyum.
Setelah sarapan yang begitu tidak menyenangkan aku kembali ke kamarku untuk mempersiapkan keperluan les tambahan yang sudah disiapkan ibu dari jauh hari. Ibu memaksaku untuk mengikuti les tambahan dengan alasan aku hampir kelas 9, untuk mempersiapkan diri supaya aku bisa masuk SMA negeri favorit kemudian bisa melanjutkan kuliah kedokteran di Universitas terbaik. Semuanya sudah ibu rencanakan tanpa ibu bertanya apa yang aku inginkan dan apa cita-citaku di masa mendatang.
Jujur aku sama sekaki tidak tertarik dengan dunia kedokteran. Lahir dan tumbuh dari sepasang arsitek membuat jiwa seniku lebih hidup, aku selalu bersemangat saat dulu ayah menunjukan sketsa atau gambar proyek yang sedang ayah kerjakan, sejak saat itu aku mulai tertarik dan ingin menjadi seperti ayah. Namun sekarang, aku harus melupakan semua impianku demi ibu. Ya demi ibu, setidaknya tiga kata itu bisa sedikit meredam kekecewaanku yang harus mengubur dalam-dalam impianku. Lagipula apa salahnya menjadi dokter, bisa membantu banyak orang dan bermanfaat bagi orang lain, bukankan itu hal yang bagus. Ibu juga mungkin punya alasan tersendiri mengapa ibu tak mengizinkan aku untuk mengikuti jejak mereka di dunia arsitektur. Yah, begitulah kira kira ucapan yang selalu aku keluarkan dari mulutku setiap kali kak Ega meyakinkanku untuk tidak menyerah akan cita-citaku.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Mariana Frutty
✔️
2022-11-06
1
Erni Fitriana
aku suka critamu thor
2022-08-23
0
Yukity
Hai Thor
salam kenal ya.
Mampir yuk ke novelku
Si Oyen Pacarku Bukan Manusia
2022-03-10
3