Setelah menerima panggilan telefon dari kak Ega aku tidak langsung keluar ke halaman, aku kembali ke kamar untuk menyimpan ponsel yang tadi di kembalikan oleh kak Zean. Aku memang kurang suka membawa ponsel jika sedang ada acara kumpul-kumpul begini, rasanya seperti mengganggu momen kebersamaan.
Karena semua orang sedang berada di lantai bawah, rasanya naik ke atas sendirian terkesan sedikit horor. Setelah menaruh ponsel dan mengisi daya-nya aku keluar kamar dan mengunci pintu.
" Pril." Terdengar seseorang memanggil namaku.
Aku masih memegang gagang pintu dan diam mematung, sampai ada sebuah tangan yang menyentuh pundakku.
"Pril." Ulangnya.
Aku menoleh ke arah pundak dan melihat telapak tangan yang terlihat besar, pikiranku sudah tak karuan, rasanya aku ingin berteriak, suasanya yang meremang membuatku semakin merasa ketakutan.
" Hey, are you okay?."
Mendengar pertanyaan yang biasa di lontarkan oleh seseorang membuatku sedikit lega, aku mengatur nafas dan berbalik. Benar saja ternyata kak Zean yang ada di belakangku. Aku menghembuskan nafas penuh kelegaan.
" Kamu kenapa, kaya habis liat hantu sampai berkeringat gini?" Tanyanya sambil mengusap keringat di dahiku.
" Kamu tuh hantunya." Jawabku Kesal, lalu menepis tangan kak Zean saat akan mengusap bagian dahiku yang lain.
" Ngapain sih kak di sini, bikin takut aja?" Aku penasaran kenapa dia selalu ada dimana mana.
" Temui aku di tempat tadi setelah makan malam!"Ucapnya lalu pergi tanpa mendengar jawaban dariku.
Sepertinya dia sangat percaya diri bahwa aku akan datang menemuinnya. Dasar manusia aneh, pagi sampai siang ini dia terlihat menghindariku, kenapa sore dan malamnya dia sangat ingin menempel kepadaku. Aku menggelengkan kepala berusaha untuk tidak memikirkan sikap kak Zean yang berubah-ubah. Aku harus segera turun sebelum semua orang sadar dengan ketidak hadiranku.
" Dari mana lagi sih?" Tanya Arum yang sepertinya menyadari aku sempat pergi.
" Dari kamar, ponselku kehabisan baterai."
" Oh. Nih punya kamu, mama udah pisahin." Arum menyodorkan piring yang berisi daging yang sudah di bakar, bakso bakar dan sosis bakar tentunya.
" Thanks." Aku menerima piring itu sambil tersenyum girang melihat makanan.
Kami duduk melingkar dengan api unggun menyala di tengahnya. Om Fajar memainkan gitar sementara kak Viona bernyanyi mengiringinya. Kak Natasha terlihat sibuk menanyakan sesuatu kepada kak Zean meskipun kak Zean terlihat tidak menanggapinya. Sementara aku, Arum dan kak Dion, kami sibuk mengunyah dan bercerita satu sama lain. Kak Dion orangnya sangat lucu. Sedangkan di kejauhan Om Suryo dan Tante Marisa masih sibuk dengan tungku bakarannya, mereka terlihat sangat bahagia, mungkin karena mereka jarang memiliki momen kebersamaan seperti ini.
Aku menahan air mataku saat menyaksikan kebersamaan kedua orang tua Arum, rasa rindu akan kehangat orang tua tiba-tiba menjalar diseluruh tubuhku, seandainya ada kak Ega malam ini pasti aku tidak akan sesedih ini.
Malam semakin larut, akhirnya acara makan kami usai, kami kembali ke kamar masing masing untuk beristirahat. Aku kembali ke kamarku dan melupakan ucapan kak Zean tadi. Aku melepas pakaianku dan menggantinya dengan baju tidur. Aku mengambil ponselku, melepas kabel pengisi daya dan membawanya ke atas tempat tidur. Aku menyalakan ponselku, suara notifikasi terdengar terus berulang, aku mendapatkan banyak sekali pesan singkat rupanya. Aku membukannya satu persatu sampai pada sebuah pesan yang membuatku ingin melompat dari atas kasur.
" Udah tidur."
" Kenapa lama sekali?"
" Hye, kamu tidur."
" Aku kedinginan disini."
" Aku menunggumu."
Membaca pesan itu aku langsung berlari keluar kamar dan menuju tepi pantai tempat kami bertemu saat matahari terbenam tadi.
Dari kejauhan aku melihat kak Zean duduk, kepalanya mendungak menatap langit dan kedua tangannya terulur kebelakang untuk menyangga beban tubuhnya. Aku berjalan mendekat, kak Zean menoleh lalu tersenyum, dia merubah posisi duduknya, menepuk pasir disebelahnya menyuruhku untuk duduk di sana. Seperti orang linglung aku menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Tiba-tiba kak Zean melepas jaketnya dan memakaikannya di punggungku, aku menoleh dan dia tersenyum hangat.
" Kenapa kamu suka sekali memakai baju lengan pendek si?" Ucapnya menjawab semua pertanyaan yang sebenarnya tidak keluar dari mulutku perihal jaket.
Mendengat kalimat itu, aku baru sadar ternyata aku keluar hanya menggunakan pakaian tidur dengan rambut terikat asal-asalan. Karena sudah terlanjur malu dengan penampilanku, aku dengan santainya membetulkan jaket dan memakainya ke tubuhku tanpa peduli si pemilik jaket kedinginan atau tidak.
" Ada apa?" Tanyaku kemudiam setelah selesai memakai jaket.
" Cuma mau ngobrol aja." Jawabanya sontak membuatku tak percaya, aku pikir dia akan membicarakan sesuatu yang serius, aku sampai berlari kesini setelah mendapat pesan darinya dan dia dengan entengnya bilang hanya ingin ngobrol.
" Dari mana kakak dapat nomerku?" Aku bertanya dengan nada kesal.
" Maaf, aku mencurinya di ponselmu saat aku selesai memperbaikinya."
" Dasar pencuri." Gerutuku dan hanya mendapat senyuman dari kak Zean.
" Besok biar aku yang bawa mobil kakakmu dan mengantarmu pulang." Ucapnya lagi.
" Maksud kakak?"Jawabanku terdengar sangat bodoh.
" Bukannya kakakmu menyuruhmu untuk meminta tolong kepada seseorang untuk membawa mobilnya dan mengantarmu pulang?"
" Dari mana kakak tau?" Aku penasaran.
" Aku disana sore tadi."
" Bagaimana bisa?" Tanyaku lagi
" Kejadiannya kan tidak terlalu jauh dari Villa, aku sedang bersantai di halaman lalu aku melihat orang berkerumun, aku jadi penasaran dan saat aku meghampiri keruman itu aku melihat kakakmu sedang memberi pertolongan kepada seseorang. Wah, kakakmu sangat hebat ya.
" Oh. Hmmm kakak-ku memang hebat." Pujiku
" Apa kamu juga akan menjadi dokter?"
" Entahlah, aku masih ragu?" Ucapku lirih.
" Why?"
" Kenapa aku harus mengatakannya kepada kakak, memangnya kakak siapa?" Aku pura-pura cuek padahal di dalam sana jantungku sudah akan melompat keluar saking girangnya bisa duduk berduaan dengan kak Zean.
" Aku, mmm, temanmu, mungkin?" Jawabnya setengah ragu.
" Aku tidak suka berteman dengan orangtua." Ledekku sambil menahan tawa.
" Aku. Tua. I'm 23 years old, you know? kamu aja yang masih anak kecil." Ucapnya lagi.
" Baiklah baiklah, sepertinya kita memang tidak bisa berteman, aku masih anak kecil kan?
" Bukan begitu maksudku. Jadi kita berteman kan? "Ajaknya lagi.
" Tergantung bagaimana kakak memperlakukanku."
" Maksudmu?"
" Buaknnya kakak seharian ini menghindariku, kenapa sekarang tiba-tiba ingin berteman, apa kakak punya kepribadian ganda?"
" Aku tidak mengindarimu, aku hanya sedang banyak fikiran aja hari ini." Membela diri.
" Jadi kita berteman kan?" Tanyanya lagi yang kemudian aku iyakan.
" Jadi besok pulang sama aku?" Tawarnya lagi.
" Terus mobil kamu gimana?"
" Biar di bawa sama Fajar."
" Hmm, oke!" Aku menyetujui ajakan kak Zean.
Kami saling melempar senyum, lalu terdiam dan menikmati suara deburan ombak serta kemerlip bintang yang memendarkan cahanyanya menghiasi langit malam.
Malam semakin larut, angin pantai terasa begitu dingin menusuk tulang, aku dan kak Zean memutuskan untuk kembali ke Villa, sepanjang jalan kami banyak bercerita tentang satu sama lain dan aku merasa sangat nyaman berada di sampingnya. Aku bahagia malam ini tanpa menyadari kedekatan kami mungkin saja membuat seseorang marah karenanya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Erni Fitriana
yakin mau temenan doang????
2022-08-25
0
Your name
Terlepas untuk hari ini kedekatan mereka semakin dekat. Apalagi diantara deburan ombak di pantai dan langit sambil mengobrol bersama. Nggak kebayang enaknya..
2022-06-26
1
Lee
nyicil dlu kak..
mau plang dlu dh dcariin emak..
hehe
2022-03-07
2