Aku berlari kegirangan saat kakiku sudah mulai menginjak pasir pantai, aku melepas sepatuku dan berlari lebih jauh lagi sehingga kakiku bisa merasakan sentuhan air laut. Aku berlari-lari kecil sambil menunggu ombak datang ketepi pantai, saat airnya pasang aku berlari menjauh dan saat airnya surut aku berlari mengejarnya. Bukankah itu lucu. Melihat tingkahku kak Ega hanya tersenyum dan menperhatikanku dari jauh. Sesekali kak Ega melambaikan tangannya ke arahku dan memberi isyarat untuk tidak terlalu jauh ke tengah pantai.
Lama bermain kejar-kejaran dengan air laut, aku merasa lelah dan berlari ke arah kak Ega yang sedang duduk santai sambil menikmati kelapa muda. Aku menyerobot kelapa muda milik kak Ega dan meminumnya sampai habis.
"Ah, segerr." Ucapku sambil mengusap peluh di dahi.
"Sudah puas mainnya?" Tanya kak Ega.
" Hmmm, kakak nggak asik ah, nggak ikutan main air." Protesku kepada kak Ega yang memang memilih duduk menontonku bermain air.
"Panas banget, takut kulit kakak terbakar."
"Mentang mentang putih." Aku menggerutu lalu duduk di dekat kak Ega.
"Kira-kira kenapa ya ibu kok mengizinkan aku pergi kak?" Pertanyaan yang sedari di rumah sudah ingin aku utarakan.
"Mungkin biar kamu nggak terlalu stres mikirin sekolah."
"Hmm, syukurlah kalau ibu masih mencemaskan aku, tandanya ibu masih sayang kan sama Indhi."
"Nggak baik ngomong gitu, ibu selalu sayang sama kita, cuma mungkin sekarang cara mengungkapkannya berbeda dengan dulu sewaktu masih ada ayah."
"Hmmmm, ke villa dulu yuk kak, nanti keluar lagi kalau mataharinya sudah mau ngumpet!"
" Tenggelam bodoh." Jawab kak Ega sambil mencubit hidungku dan berlari ke arah villa.
Aku mengejar kak Ega dan setelah dekat aku melompat ke punggung kak Ega. Kak Ega reflek mengaitkan tangannya ke pahaku agar aku tidak terjatuh dari gendongannya.
Aku dan kak Ega berjalan di belakang seorang ibu hamil dan anak laki laki yang umurnya sekitar 6 tahunan. Anak itu berlari terlebih dahulu meninggalkan ibunya, namun tiba-tiba dia berbalik dan berlari ke arah ibunya lagi.
Brak, bocah kecil itu tidak sengaja menabrak perut ibunya dan tiba-tiba ibu hamil itu jatuh terlentang di tanah. Aku melompat dari gendongan kak Ega dan berlari ke arah si ibu dan bocah itu dan kemudian kak Ega menyusul di belakangku.
"Ibu, ibu kenapa?" Teriak anak itu sambil menangis ketakutan.
"Bu, anda baik-baik saja?" Tanya kak Ega lalu mengarahkan telinganga mendekati hidung ibu hamil tersebut.
Kak Ega melihat sekeliling dan melihat paper bag di tangan ibu hamil itu lalu mengambilnya dan menjadikannya sebagai bantal. Kak Ega terlihat sedang mencari sesuatu di saku celananya yang ternyata adalah sebuah senter kecil yang bentuknya lebih seperti bolpoint. Kak Ega membuka mata si ibu dan memeriksa matanya dengan bantuan senter tersebut.
"Hubungi ambulans!" Perintah kak Ega lalu menyerahkan ponselnya kepadaku.
Kak Ega masih berusaha memberikan pertolongan pertama kepada ibu itu. Dia terlihat menekan jari-jarinya, mungkin untuk memastikan apakah ibu hamil itu masih sadar atau tidak.
"Hallo, ambulans, ada orang pingsan, dia sedang hamil. Kami berada di pantai XX." Ucapku dengan mulut bergetar.
Setelah menelfon aku melihat cairan keluar dari paha ibu hamil itu.
"Kak, ada air." Suaraku bergetar.
"Air ketubannya pecah, bayinya akan lahir."
Terdengar riuh-riuh orang yang mengerubungi kami.
Kak Ega meminta ponselnya lagi dan sepertinya sedang menggubungi seseorang.
"Prof, ada pasien darurat." Ucap kak Ega memulai percakapan. "Seorang wanita hamil, usianya pertengahan 30-an tahun, pupil matanya tak bereaksi dan lebar pupil kanannya sekitar 4 sampai 5mm. Tubuh bagian kirinya lumpuh. Kurasa ini pendarahan otak kanan atau Infark. Kemungkinan besar pendarahan prof." Lanjut kak Ega panjang Lebar.
"Mungkin Aneurisma otak." Jawab seseorang dari seberang sana. Aku bisa mendengar percakapan itu karena kak Ega memasang mode pengeras suara.
"Bagaimana cara menanganinya prof?" Tanya kak Ega yang terlihat sedikit tegang.
"Tidak bisa dengan di lihat saja. Kamu sudah menelfon ambulans?"
"Ya sudah, tapi air ketubannya pecah tiga menit yang lalu."
"Kak!" Teriakku saat si ibu hamil muntah.
Kak Ega meletakan ponselnya di tanah, lalu memasukan kedua jarinya ke dalam mulut ibu hamil itu lalu kak Ega beberapa kali memberi nafas buatan. Beberapa detik kemudian ibu hamil itu terlihat bisa bernafas kembali.
"Hallo, hallo, apa yang terjadi?" Terdengar suara panik dari ponsel kak Ega.
"Dia baru saja muntah prof, nafasnya pendek-pendek. Dia harua di intubasi. Jika ambulans datang terlambat aku akan memotong tenggorokannya."
"Jangan Ega, kamu tidak bisa melakukannya tanpa peralatan apapun. Jika terjadi kegagalan, kamu tidak akan pernah menjadi dokter lagi. Satu kesalahan kecil dan dia akan kehabisan darah jika kamu memotong pembuluh darah. Kamu juga bisa membahayakan kelenjar gondoknya." Larang seseorang yang di panggil Profesor oleh kakakku.
Mendengar jawaban dari Profesornya, kak Ega terlihat panik dan bingung. Dia mengamati sekeliling dan menatap bocah laki-laki yang sedang duduk dalam pangkuanku.
"Jangan menangis, ibumu akan baik-baik saja." Ucap kak Ega mencoba menenangkannya.
"Bisa ambilkan pisau di Villa?" Perintah kak Ega yang membuatku terkejut.
"Kakak akan memotong tenggorokannya? Tanyaku dengan ragu.
"Syukurlah, kamu cepat paham."
"Baiklah, akan aku ambilkan."
Aku berlari ke arah Villa, saat hendak membuka pintu terdengar suara ambulans mendekat. Aku merasa sedikit lega, karena artinya kakak tidak harus memotong tenggorokan ibu itu.
Aku kembali ke tempat tadi dan menggendong bocah laki-laki itu.
Kak Ega di bantu petugas kesehatan memindahkan ibu itu ke dalam ambulan dan aku ikut mendekat ke arah ambulan di ikuti beberapa orang yang sejak tadi sudah melihat kejadian ini.
"Dia harus di intubasi, berikan alat bantu pernafasan!" Perintah kak Ega kepada petugas medis.
"Apa anda dokter?" Tanya petugas medis untuk meyakinkan apakah kak Ega benar benar dokter.
"Ya."
Kak Ega terlihat sedang memompa mulut ibu itu dengan alat yang aku sendiri tidak tahu namanya. Mungkin itu alat bantu pernafasan yang di maksud kak Ega tadi.
"Tolong Laringoskopinya." Perintah kak Ega lagi.
Si petugas medis mengeluarkan sebuah alat dan memberikannya kepada kak Ega. Kak Ega sedang berusaha memasukan alat itu ke dalam mulut ibu itu.
"Bertahanlah." Ucap kak Ega.
Lalu sedetik kemudian tangan ibu hamil itu berontak dan petugas medis terlihat memegang dengan kuat tangannya.
"Selangnya." Pinta kak Ega lagi.
Kak Ega memasukan selang tersebut ke dalam mulutnya.
"Keluarkan." Ucapnya lagi.
Dan si petugas medis dengan sigap mengikuti instruksi kak Ega. Lalu kak Ega memasang alat yang bentuknya seperti kantong udara kedalam selang yang tadi sudah di masukan kedalam tenggorokan ibu hamil itu. Kak Ega memasang stetoskop di telinganga dan memeriksa kondisi ibu tersebut dengan satu tangan, sementara tangan yang lainnya masih terus memompa alat yang baru aku ketahui namanya ambu bag atau kantong ambu.
"Tolong ke Rumahsakit XX, cepat!" Teriak kak Ega kepada sopir ambulans
Mendengar teriakan kak Ega aku memasukan bocah laki-laki itu ke dalam ambulan. Kak Ega mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya.
"Ini kunci mobil kakak, minta tolong seseorang untuk mengantarmu pulang besok, ingat kamu tidak boleh mengemudi sendiri, kamu masih di bawah umur!" Ucap kak Ega yang sudah terlihat lelah.
Aku hanya mengangguk dan mundur menjauhi ambulan, lalu salah seorang petugas medis menutup pintu ambulans itu dan mereka segera pergi menuju rumahsakit yang sudah di arahkan oleh kak Ega.
Semoga ibu dan bayinya baik baik saja. Pintaku penuh harap. Melihat kejadian itu, menyaksikan kak Ega berusaha menyelamatkan nyawa seseorang, rasanya ada sesuatu yang menggelitik di hatiku, rasanya menegangkan namun sedikit menyentuh.
***Note :
* Aneurisma otak*** adalah suatu kelemahan pada pembuluh darah di otak yang menggelembung dan terisi darah.
* Intubasi adalah prosedur medis yang melibatkan penyisipan tabung kedalam tubuh.
* Nukleus Amygdaloid adalah organel sel yang berfungsi mengatur seluruh kegiatan sel.
* Laringoskop adalah alat yang di masukan ke dalam tenggorokan melalui mulut, untuk memperjelas laring sehingga memudahkan dokter untuk memeriksa tenggorokan.
* Ambu bag/Kantong Ambu adalah alat untuk memompa oksigen.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Erni Fitriana
egaaaaa love u kiming kiming.....srmoga berhasil dan selamat ibu n debaynya y😞😞😞😞😞😞
2022-08-25
0
@ries 07
aku mampir kak..
like sudah mendarat..
🥰🥰
2022-04-06
1
@ries 07
kak pengemar Drakor ya " Doctors "
2022-04-06
1